Lembaga kajian politik dan hubungan internasional Global Future Institute (GFI) menggelar seminar sehari bertajuk Revitalisasi Dasa Sila Bandung 1955, di Jakarta, Selasa (14/4/2015). Kegiatan ini ditujukan untuk menyikapi diselenggarakannya perhelatan peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke 60 pada 19-24 April mendatang, di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat.
Direktur Eksekutif GFI Hendrajit menegaskan, pelaksanaan KAA ke 60 adalah momentum istimewa bagi Bangsa Indonesia karena diadakan saat pemerintahan Jokowi-JK yang baru saja memimpin. Dirinya mengemukakan, alasan istimewanya sebab akan menjadi ujian apakah peringatan KAA ke 60 masih sesuai semangat Dasa Sila Bandung 1955 atau tidak.
“Kami dari GFI menggaris bawahi jika KAA 1955 adalah maha karya Bangsa Indonesia yang bebas aktif yang mampu dijabarkan oleh Soekarno, Ali Sastroamidjojo, Sunaryo, serta Roeslan Abdoel Gani. Menjadi bentuk baru bahwa politik Indonesia tidak ke sana dan kemari, namun menawarkan sebuah kutub baru berdasarkan persamaan dan kesetaraan di tengah polarisasi Blok Barat dimotori Amerika dan sekutunya Eropa di satu sisi dan Blok Komunis Uni Soviet serta Republik Rakyat Cina sisi lainnya,” ujar Hendrajit, dalam seruan sikap GFI untuk negara peserta KAA ke 60 yang dibacakan sebelum seminar berlangsung.
Menyangkut itu, ia mengungkapkan, semangat KAA 1955 yang menghasilkan Dasa Sila Bandung masih relevan hingga masa kini. Tolak ukurnya, sambung Hendrajit, merujuk pemikiran dan pandangan Bung Karno selaku Presiden Indonesia pertama yang mengingatkan bila kolonialisme dan imperialisme tidak akan pernah usai, lalu nantinya hanya berganti cara melalui penindasan ekonomi dan budaya.
“Maka itu, negara berkembang yang notabene berada di Asia dan Afrika tergabung dalam KAA dan Gerakan Non Blok hendaknya terus berjuang, melakukan perlawanan, secara gencar, intensif untuk menentang imperialisme kolonialisme yang dimotori Amerika dan sekutunya Uni Eropa,” tegas Hendrajit.
Seruan itu dilontarkan melihat fakta kondisi saat ini seperti contoh, eksploitasi sumber daya alam dan manusia terasa tidak adil demi kepentingan negara maju. Pada seruan GFI ini juga peserta KAA ke 60 diajak untuk mencermati adanya situasi global yang mengarahkan dunia pada satu kutub tunggal yaitu ke Amerika dan sekutunya Uni Eropa.
“Termasuk penggunaan kekuatan militer ke negara berkembang tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB jelas melanggar HAM serta prinsip Dasa Sila Bandung yang dimotori negara KAA dan Gerakan Non Blok,” tandas Hendrajit. (TGR-rul)