Hakiki Konflik di Korea, Perang Peradaban?

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Pemerhati Masalah-Masalah Internasional

Berbagai analisa menyebut, bhw ketegangan di Korea, sejatinya bukanlah antara Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel), melainkan antara Amerika Serikat (AS) versus Cina. Korea cuma lapangan tempurnya saja (Proxy War). Dan salah satu penyebabnya ialah tuntutan AS kepada Cina agar menaikkan nilai mata uangnya (yuan) terhadap dolar. Agaknya, Cina menolak tuntutan tersebut dengan alasan bahwa masalahnya tak ada sangkut paut dengan Cina, melainkan persoalan dalam negeri AS. Akibatnya neraca perdagangan AS mengalami defisit terhadap Cina. Terakhir, meskipun ia mengubah perlakuan lebih bersahabat, Cina tetap kukuh tdk mengubah sikapnya bahkan bersikeras dengan kebijakannya.

Ketika AS berhasil menaikkan kurs mata uang Cina dgn cara mencetak ratusan juta dolar (dolar bodong), ternyata berefek inflasi keuangan di dalam negeri dan perekonomiannya semakin melemah. Sebaliknya Cina justru semakin kuat. Obama pun mengancam: “Amerika akan menghadapi ambisi-2 Cina bukan hanya secara regional”. Itulah (mungkin) titik awalnya.

Dari gambaran di atas, banyak analisa mengatakan bahwa krisis ini memang dikehendaki AS guna memukul Cina ketika berani menolak keinginannya. Ya, AS ingin menarik dan memukul Cina dalam kancah Perang Korea dgn bantuan para sekutunya di Asia (Jepang, Taiwan, dan sebagainya) dengan alasan bahwa Cina sudah mengancam keamanan kawasan dan regional.

Menurut bacaan saya, ketegangan di Semenanjung Korea justru dipicu Cina, melalui anak emas (sekutu tradisional)-nya. Korut sengaja mencari gara-gara. Tembak sana, tembak sini dengan sasaran Korsel. Maka bocoran WikiLeaks yang bermaksud mengadu domba Cina dan Korut seperti angin lalu. Tak punya makna apa-apa. Oleh karena hakiki konflik di Korea, bukanlah sekedar rebutan pengaruh (ideologi) komunis dan kapitalis, tetapi merupakan PERANG PERADABAN antara Barat yakni AS dan sekutu melawan Timur (Cina dan kawa-kawan). Alasannya, Cina sdh tak sabar utk segera mengambil alih peran sbg adidaya pengatur finansial dunia.

Cina jeli, cermat dan tajam mengamati bhw AS kini cuma “superpower” di media. Ya, perang di Iraq – Afghanistan (2001 ~ sekarang) telah membuat AS benar-benar kehabisan stamina dan malah menimbulkan konflik serius di internal dalam negerinya. Agaknya ketidak-solidan di jajaran NATO dan ISAF akibat krisis ekonomi mendera berkepanjangan, telah juga dibaca Cina. Safari Obama ke Asia, disinyalir dalam rangka mendulang empati dan dukungan negara-negara Asia jika kelak meledak konflik dengan Cina. Tapi rupanya bertepuk sebelah tangan. Di lain pihak, AS tak menyadari bahwa kebangkitan militer Jepang yang dikira bisa dijadikan “bemper” dalam Perang Korea, tetapi justru mengendala bahkan “menggebuk” AS sendiri. Ia lupa, bahwa Jepang adalah negara fasis di dunia. Ya, Jepang bakal menjadi anak durhaka bagi Paman Sam di ujung hegemoninya di panggung dunia. Demikian kira-kira adanya.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com