M Arief Pranoto, Pemerhati Masalah Internasional dari Global Future Institute (GFI)
Al Mafraq ialah nama daerah perbatasan di Yordania (Jordan). Jaraknya sekitar 10 kilometer (km) dari Suriah. Memang ada beberapa desa di Jordan berbatas langsung dengan Suriah, di antaranya Albaej, cuma 5 km dari perbatasan, kemudian Zubaydiah, al-Nahdah dan lainnya. Bagi Jordan, Al Mafraq boleh dibilang “daerah atau kota konspirasi”. Konon beberapa konspirasi antara Jordan, Inggris dan Israel guna menggulingkan pemerintahan syah di Suriah pada masa lalu (tahun 1960-an) selalu memilihnya sebagai pusat kegiatan.
Adalah Salim Hatom, seorang mayor yang gagal melakukan kudeta terhadap Presiden Suriah Nureddin al-Atassi dan Salah Jadid dekade 1968-an, kemudian melarikan diri ke Jordan dan mendirikan kamp-kamp militer di Al Mafraq. Dari tempat ini pula, ia memulai karir politiknya sebagai pemberontak terhadap rezim syah di Suriah (1970-1980).
Tampaknya kisah Hatom meskipun tak sukses, mengilhami Ikhwanul Islam, kelompok atau semacam organisasi massa di Suriah meniru pola dan kiprahnya. Ya. Berbekal pola-pola sama, bersama sayap milter ‘Al-Taleah al-Islamiyah al-Muqatilah’-nya melakukan perjuangan —jika tidak boleh disebut pemberontakan— militer kepada Hafez Assad, Presiden Suriah (1971- 2000).
Konspirasi terlihat, ketika mereka semua dilatih oleh militer Jordan dan intelijen Israel. Modusnya turun di jalanan kota-kota di Suriah melakukan kekacauan, merusak fasilitas umum bahkan kalau perlu melakukan pembunuhan terhadap orang-orang tidak bersalah. Tujuannya, tidak lain ialah menciptakan destabilisasi politik dalam negara. Maka harap maklum ketika unjuk rasa dan demostransi mengatasnamakan gejolak rakyat tetapi mampu menyerang markas militer menggunakan roket-roket di Damaskus. Retorikanya, adakah demonstrasi massa di negeri manapun berani menyerang kamp-kamp militer? Kalau membakar mobil dan kantor polisi mungkin banyak terjadi.
Agaknya peristiwa tempo doeloe bakal terulang lagi. Dimulai sejak musim semi lalu, banyak pelarian serdadu Suriah ditampung dalam kamp-kamp di sebelah barat kota Salt, Jordan, kemudian diinvestigasi oleh intelijen militer Israel (AMAN), dibawah pengawasan militer Jordan. Sasarannya mencari informasi tentang isu-isu terkait perkembangan terbaru baik persenjataan, pelatihan, personel maupun hal-hal lain yang dimiliki Suriah, terutama kemajuan teknologi militer dekade 2006-an ke atas.
Hal di atas, tampaknya sejalan dengan rumor yang berkembang, bahwa ada pejabat Barat meminta Raja Jordan mendirikan stasiun mata-mata elektronik di wilayah dekat perbatasan Suriah guna mengakses info dan melakukan kontak dengan perwira tinggi Suriah, untuk meyakinkan agar melakukan kudeta militer atau setidaknya memberontak terhadap rezim.
Beberapa tahun terakhir ini memang bersliweran banyak militer asing di perbatasan Jordan-Suriah. Diperkirakan jumlahnya mencapai ratusan menyebar di sekitar Al Mafraq. Mereka bicara dengan bahasa luar selain Arab, dan hilir – mudik antara Pangkalan Udara Raja Hussein hingga desa-desa di wilayah perbatasan, menggunakan kendaraan-kendaraan militer.
Ketika dilacak lebih dalam, berdasarkan “posting katak”-nya Nizar dan James Corbett Nayouf, kontributor Centre for Research on Globalization, Kanada, ditulis begini:
“Kamis lalu, beberapa pasukan Amerika Serikat (AS) yang meninggalkan basis udara Ain al-Assad di Irak, tidak kembali ke AS atau Jerman, namun dipindahkan ke Jordan pada malam hari” (Global Research, 12 Desember 2011).
Posting katak tersebut, diperkuat pula hasil wawacara Nizar dengan seorang karyawan yang berbasis di London. Ia mengatakan:
“Setidaknya satu pesawat AS yang membawa personel militer mendarat di Pangkalan Udara Pangeran Hassan, terletak sekitar 100 km ke arah timur kota Al-Mafraq” (Global Research, 12 Desember 2011).
Kenyataannya, gelombang penarikan pasukan AS dan sekutu memang tengah berlangsung tahap demi tahap di Irak dan Afghanistan. Inikah mengecoh langit menyeberangi lautan? Itu data-data yang bisa dicatat. Masalah valid, akurat atau tidak, mutlak harus diuji terlebih dahulu. Artinya nyambung atau tidak tentang sejarah serta informasi konspirasi Al Mafraq terkait berbagai peristiwa yang telah, sedang dan diperkirakan bakal terjadi. Tak bisa tidak.
Situasi terakhir “musim semi Arab” di negerinya al-Assad memang semakin panas. Ternyata sangsi untuk Suriah melalui resolusi pun gagal terbit, ketika Cina dan Rusia kembali menggunakan hak vetonya di sidang PBB. Lalu merapatnya kapal perang Rusia memasuki laut Suriah merupakan indikasi kuat, bahkan dianggap sebagai isyarat Moskow siap melindungi sekutu dekatnya dari unsur luar (asing) yang akan campur tangan di internal Suriah. Hipotesa pun bertebar, salah satunya adalah kegagalan NATO dan sekutu melakukan “intervensi fisik” via jalur perairan —oleh sebab kapal induk AS, USS George H Bush pun sebenarnya telah standby pula di perairan sama— maka harus segera diubah strategi, atau jika tidak bakal ada perang terbuka antara para adidaya mengambil lokasi di Suriah sebagai proxy war (lapangan tempur).
Ya. Sepertinya Paman Sam hendak memaksakan roadmap-nya di lintasan Jalur Sutra (Timur Tengah dan Afrika Utara) sebagaimana paparan Clark, mantan Komandan NATO doeloe (baca: Peta Serangan ke Iran, Bagian Penaklukan Dunia oleh Amerika, di www.theglobal-review.com). Apaboleh buat, barangkali sudah tidak ada alternatif lain. Grand design penaklukan dunia oleh Pentagon telah terbuka. Kepak dan denyut rencana sering terlihat serta dirasakan oleh publik secara nyata. Tak ada pilihan lain, pantang bila kuku-kuku elang “superpower” ditarik kembali.
Tanda-tandanya jelas. Tatkala beberapa pejabat terkait mengatakan bahwa rezim Assad bakal tumbang dalam beberapa minggu kedepan. Maka merujuk uraian di muka, pernyataan tadi mengisyaratkan bahwa “Konspirasi Al Mafraq” ialah titik awal tergelarnya perang darat antara AS cs versus Pemerintah Suriah. Inilah yang akan terjadi esok. Dan sesuai janji Bashar al Assad jika Suriah diserang, akan membombardir Israel dengan berbagai senjata dan roket-roket yang telah ia persiapkan lama. Ya, Holocaust atau pembataian-pembataian jilid II bagi Israel tinggal menunggu waktu!
*) Analisa ini dirangkum dari berbagai sumber, terutama web di Global Future Institute, Jakarta dan Central for Research on Globalization, Kanada.