ICC Bukan Badan Peradilan Internasional Yang Independen dan Berdaulat

Bagikan artikel ini

Mahkamah Pidana Internasional atau yang popular dengan sebutan ICC Maret lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan Kepada Presiden Rusia Vladimir Putin atas dakwaan sebagai penjahat perang. Pertanyaan krusialnya adalah, seberapa netral ICC sebagai badan penegak hukum untuk mengadili yang mereka nilai sebagai penjahat perang?

Sayangnya beberapa fakta terkait kinerjanya selama ini, ICC bukanlah badan peradilan yang dapat dinilai berdaulat dan tidak berprasangka. Dalam melakukan investigasi di Afghanistan ICC menolak untuk menginvestigasi  ihwal kejahatan tentara Amerika Serikat semasa pendudukan militernya di Kabul. ICC hanya sebatas menginvestigasi kegiatan Talibanj dan ISIS saja. Sikap berat-sebelah ICC tersebut saat itu sempat mendapat kritik yang cukup keras dair dua NGO Barat seperti Amnesty International dan Human Right.

Begitu pula terhadap negara-negara berkembang dari kawasan Asia-Afrika, ICC berani sewenang-wenang melakukan investigasi yang berat sebelah karena negara-negara Afrika tersebut tidak berdaya dari segi kemampuan politik dan ekonomi melawan investigasi ICC tersebut. Oleh karena merasa tidak mendapat perlakukan hukum yang adil, beberapa negara Afrika menyatakan keluar dari ICC.

 

 

Maka dari itu keputusan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan Presiden Putin, tak pelak lagi merupakan keputusan yang sarat pertimbangan politis alih-alih semata atas dasar pertimbangan hukum yang obyektif. Ambillah misal dalam kasus Ukraian sekadar sebagai ilustrasi. Sejak 2014 lalu hingga sekarang, para pemimpin di wilayah Donetsk dan Lugansk di Ukraina, telah mengirimkan pengaduan sebanyak 8000 fakta kejahatan militer tentara Ukraina terhadap warga kedua wilayah tersebut. Namun sampai sekarang tak satupun ICC melakukan investigasi.

Maka sulit dibantah jika ada penilaian bahwa keputusan ICC mengeluarkan surat penangkapan terhadap Putin sejatinya merupakan keputusan politis atas arahan AS dan sekutu-sekutu strategisnya yang tergabugn dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Hal itu terbukti dengan terungkap adanya dana bantuan dari negara-negara Barat kepada ICC untuk menginvestigasi apa yang dilakukan Rusia di wilayah Donetsk.

 

SS Ap news Video

 

 

Berkaitan dengan hal tersebut maka sudah selayaknya bagi negara-negara seperti AS, Rusia, Cina, India, Indonesia, dan lain-lain, yang tidak ikutserta menandatangani Statuta Roma dan bukan anggota ICC, secara tegas menolak gagasan ICC sebagai pengadilan internasional untuk membatasi kedaulatan negara lain. Sebab ICC pada hakekatnya merupakan organisasi internasional yang tidak berdaulat, karena dalam pengambilan keputusannya secara total sangat dipengaruhi oleh AS dan negara-negara Eropa Barat.

Terkait dengan pandangan tersebut, menarik untuk merujuk pada sebuah artikel bagus yang ditulis oleh Ted Snider yang bertajuk Vladimir Putin vs. the International Criminal Court. Ted Snider menulis:

 

“But there are a number of questions that need to be answered and a number of hypocrisies that need to be faced in the arrest of Vladimir Putin. The first is the question of how the ICC came to consider the case. The first way ICC jurisdiction can be triggered  is bay a referral from the Security Council. That did not happen. The second way is if a country that is a member of the ICC refers as a crime that was committed on the territory to the court. Neither Ukraine nor Russia are members of the ICC.”

Jadi menurut Ted Snider ada dua pelanggaran procedural terkait surat penangkapan Putin. Pertama tidak merujuk pada keputusan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedua, baik Ukraina maupun Rusia sama-sama bukan anggota ICC.

 

Baca:

Vladimir Putin vs. the International Criminal Court

 

Selain itu, Ted Snider menegaskan bahwa juridiksi kewenangan ICC bukan untuk mengadili tindak kejahatan memprakarsai agresi militer, melainkan hanya mengadili kejahatan kemanusiaan dan genosida atau crimes against humanity or genocide.

Maka itu menarik ketika Snider mengutip pernyataan mantan diplomat India M.K. Bhadrakumar bahwa pemerintah Inggris  telah menekan para hakim ICC agar mengeluarkan keputusan penangkapan terhadap Presiden Putin. Sayangnya Bhadrakumar tidak menjelaskan sumber informasinya. Namun bagaimanapun juga ini merupakan indikasi yang cukup mengkhawatirkan.

Satu lagi fakta yang cukup penting disorot adalah sikap mendua Presiden AS Joe Biden ketika menanggapi keputusan ICC tersebut. “Well, saya kira itu tindakan yang benar. Namun masalahnya adalah, keberadaan ICC tidak mendapat pengakuan internasional bahkan dari AS sekalipun. Namun ini merupakan poin yang cukup kuat.”

Sikap AS sebagaimana disampaikan Joe Biden memang cukup aneh. AS membenarkan tindakan ICC namun tidak mengakui eksistensi internasional ICC. Membingungkan bukan? Namun saya teringat ucapan William Blum dalam bukunya bertajuk America’s Deadliest Export Democracy, The Truth About US Foreign Policy and Everything Else. Bahwa sesungguhnya itu memang mencerminkan watak kebijakan luar negeri AS yang sesungguhnya. Bukan kemunafikan. Ada dalih hukumnya atau tidak bukan masalah utama. Yang penting tujuan politisnya tercapai. Begitu jalan berpikir sederhana dari William Blum yang di AS dikenal sebagai pakar non-arus utama dalam kajian kebijakan luar negeri Amerika.

Bukan itu saja. Seperti secara jeli dilihat oleh Ted Snider, pada satu sisi AS mendukung langkah ICC mengeluarkan surat penangkapan kepada Putin. Namun pada saat yang sama juga melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar tindakan hukum yang diperlakukan pada Putin atau para pemimpin yang dipandang musuh oleh Barat, pada perkembangannya akan dikenakan juga pada para pemimpin Amerika yang dipandang melakukan tindak kejahatan perang melancarkan agresi militer kepada negara lain.

Sebuah berita yang dilansir oleh harian The New York Times mewartakan bahwa Pentagon (kementerian pertahanan AS) telah memblokir administrasi pemerintahan Presiden Biden untuk berbagi informasi intelijen dengan ICC di Den Haag, Belanda, terkait dengan yang mereka tuduh sebagai tindak kekerasan dan pelanggaran HAM tentara Rusia di Ukraina. Mengapa pihak militer AS menolamj membantu ICC untuk menghukum Putin padahal Biden bilang tindakan ICC terhadap Putin sudah dipandang benar?

Berdasarkan berbagai pendangan beberapa mantan pejabat senior pemerintahan di Washington yang diolah oleh reporter The New York Times, tentara AS nampaknya tahu betul bahwa mereka juga telah melakukan tindak kejahatan perang di pelbagai negara, sehingga para pemimpin militer AS di Pentagon menolak membantu ICC menginvestigasi Putin dan para pemimpin Rusia lainnya. Sebab mereka juga takut bahwa satu saat nanti ICC juga akan melakukan tindakan hukum terhadap para pemimpin AS. Washingtin sepertinya khawatir keputusan ICC terhadap Putin akan menciptakan preseden sehingga membuka jalan untuk melancarkan tindakan hukum serupa kepada para pemimpin AS.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute.

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com