Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI).
Dalam jangka pendek, konsepsi Indo-Pasifik yang digulirkan Perdana Menteri Shinzo Abe pada 2007 dan Donald Trump pada 2017 lalu, adalah untuk bendung pengaruh kekuatan Cina di Asia Pasifik. Namun jangka panjang, Indo-Pasifik sangat berpotensi untuk menata ulang konstruksi geopolitik Asia-Pasifik sesuai skema kapitalisme global Washington dan London.
Persaingan global AS versus Cina di Asia Pasifik semakin menajam. Doktrin Keamanan Nasional yang dirilis Gedung Putih akhir tahun lalu, bahkan mencanangkan Cina dan Rusia sebagai musuh utama dna kekuatan revisionis untuk mengubah statusquo global. Maka itu, gagasan pembentukan Indo-Pasifik oleh Presiden Donald J Trump pada November 2017 lalu, patut dicermati lebih dalam agenda tersembunyinya. Sekadar upaya membendung Cina? Atau ada rencana strategis yang lebih jauh dari itu, yaitu menata ulang kembali konstruksi geopolitik Asia Pasifik sesuai skema kapitalisme global yang dimotori AS dan Inggris.
Sekadar gambaran awal, Wikipedia mengidentifikasi Indo-Pasifik sebagai “wilayah biogeografis yang terdiri dari perairan tropis Samudra Hindia, Samudra Pasifik barat dan tengah, dan laut yang menghubungkan keduanya di wilayah umum di Indonesia.”
(Baca https://www.matamatapolitik.com/indo-pasifik-tak-ada-yang-mengomentari-ide-brilian-trump-di-apec/ ). Untuk mendalami secara lebih konseptual, silahkan simak https://thediplomat.com/2018/01/the-origin-of-indo-pacific-as-geopolitical-construct/
Pandangan seperti itu jelas sangat mengkhawatirkan bagi kita di Indonesia, mengingat selama ini keunggulan geostrategis kita justru karena posisi silangnya di antara samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Konsepsi Indo-Pasifik Sepertinya konsepsi Indo-Pasifik untuk membendung pengaruh Cina, sekadar sasaran antara, namun dalam jangka panjang, dimaksudkan untuk menata ulang geopolitik Asia Pasifik.
Konsepsi Indo-Pasifik sepertinya bukan hanya digagas Washington, melainkan juga London, Inggris. Jejak-jejaknya dapat dibaca ketika pada 2007 Kapten Angkatan Laut India Gurpreet Khurana dari Yayasan Maritim Nasional yang didanai militer India, telah merumuskan aoa yang disebut kepentingan strategis umum India, Jepang dan AS di Samudera Hindia dan Pasifik. Menarik bukan?
Lebih menarik lagi, pada 2013, gagasan Kapten Laut India Gurpreet Khurana dibahas secara lebih mendalam melalui Dialog Strategis AS-India. Dari sini saja jelas bahwa gagasan dari Guspreet Khurana itu bukan sekadar wacana akademik, melainkan sebuah landasan penyusunan kebijakan strategis keamanan global yang dimotori Washington dan London. India, meski sudah negara merdeka, sejatinya masih terikat dengan kepentingan strategis kerajaan Inggris dalam kerangka Common Wealth atau Perhimpunan Negara-Negara Persemakmuran. Tak pelak lagi, India merupakan proxy agent Inggris dan AS untuk menyosialisasikan konsepsi Indo-Pasifik tersebut.
Hal ini semakin terbukti ketika pada 2013 itu pula Menteri Luar Negeri John Kerry menggulirkan konsep Koridor Ekonomi Indo-Pasifik dalam mengubah prospek pembangunan dan investasi serta untuk perdagangan dan transit antara ekonomi Asia Selatan dan Asia Tenggara.”
Jelas sudah. Bahwa konsepsi Indo-Pasifik dari awal mula penyiusunannya, dimaksudkan untuk membangun koneksitas antara Asia Selatan dan Asia Tenggara. Nampak jelas ini merupakan konsepsi khas Inggris yang ditrapkan sejak abad ke-19. Bahwa untuk menguasai Asia, harus membangun pancangan kaki yang menghubungkan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Maka terbentuklah mata-rantai antara Myanmar, Srilanka dan India.
Menariknya lagi, sejak 2007 itu pula, seiring dengan bergulirnya gagasan Guspreet Khurana, Perdana Menteri Shinzo Abe juga sempat menggulirkan konsepsi Indo-Pasifik ketika berkunjung ke India. Tentu saja hal ini ada kaitannya dengan konsepsi Guspreet Khurana dalam kerangka kebijakan menyatukan kepentingan strategis AS, Jepang dan India.
Kepentingan Jepang dalam skema Indo-Pasifik ini, jelas dimaksudkan untuk membendung pengaruh Cina di Asia Pasifik. Sebab Jepang menyadari betul adanya gagasan membendung pengaruh Cina melalui konsepsi Indo-Pasifik tersebut.
Namun penggagas sesungguhnya di balik konsepsi Indo-Pasifik adalah AS dan Inggris. Hal itu semakin terbukti ketika gagasan yang digodok sejak 2007 lalu, sembilan tahun 10 tahun kemudian diaktualisasikan kembali oleh Donald Trump saat mulai menjabat presiden AS.
Pada Juni 2017 lalu misalnya. Dalam sebuah pernyataan bersama setelah sebuah pertemuan di Gedung Putih, Perdana Menteri India Narendra dan Donald Trump mengatakan bahwa “sebagai penanggung jawab wilayah Indo-Pasifik” mereka menyetujui sebuah kemitraan erat AS-India sebagai “pusat perdamaian dan stabilitas di wilayah ini.”
Selintas tak ada yang istimewa dari pernyataan kedua kepala pemerintahan tersebut, sebab isinya terkesan normative. Namun kalau kita cermati, ketika menggunakan frase “sebagai penanggung jawab wilayah Indo-Pasifik” sebagai kerangka kemitraan AS-India, nampak jelas adanya indikasi AS dan sekutunya untuk mengondisikan terciptanya suatu konstruksi geopolitik baru di Asia Pasifik. Lebih daripada sekadar membendung pengaruh Cina di Asia Pasifik. Meskipun disamarkan dengan kalimat-kalimat muluk seperti memperluas dan memperdalam kemitraan strategis, termasuk “memerangi ancaman teroris, mempromosikan stabilitas di wilayah Indo-Pasifik, meningkatkan perdagangan bebas dan adil, dan memperkuat hubungan energi.”
Nampak jelas konsepsi Indo-Pasifik dijadikan kerangka acuan untuk membangun kemitraan dengan sebuah orientasi geopolitik baru yang sesuai skema AS dan Inggris.
Apalagi ketika Menteri Luar Negeri AS kala itu Rex Tillerson ketika berkunjung ke Korea Selatan menggambarkan Samudera Hindia dan Pasifik sebagai “arena strategis tunggal” dan menggambarkan India dan AS sebagai “pembatas” wilayah “Indo-Pasifik.” Apa maksudnya ini? Bisa dipastikan AS dan sekutu-sekutu blok Baratnya sudah punya skema dan gambaran apa yang dimaksud dengan rumusan di atas.
Menyadari skema dan rencana strategis di balik konsepsi Indo-Pasifik tersebut, maka sosialisasi konsepsi Indo-Pasifik yang digulirkan Trump akhir tahun 2017 lalu, bukan sekadar manuver ekonomi dan perdagangan belaka. Lebih jauh dari itu, manuver ekonomi-perdagangan atas dasar skema Indo Pasifik, paralel dengan manuver militer AS di Asia Pasifik melalui kerangka US PACIFIC COM(US PASCOM).
Dengan dilandasi tujuan membangun ikatan yang lebih solid antara AS, Jepang, India, dan Australia, maka manuver militer pun semakin ditingkatkan intensitas dan eskalasi kehadirannya. Hal ini terungkap melalui kajian dari David Dodwell bahwa melalui konsepsi Indo-Pasifikm ini pula, akan diarahkan untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama militer di antara keempat negara tersebut. Dengan dalih untuk menjadi “penyeimbang kekuatan” terhadap Cina yang semakin agresif dan ambisius menjalankan program One Belt One Road (OBOR).
Maka jelaslah sudah bahwa selain harus diwaspadai sebagai perilaku geopolitik AS dan Inggris, konsepsi Indo-Pasifik pada perkembangannya juga akan menciptakan peningkatan eskalasi kekuatan militer di Asia Pasifik. Mengingat begitu kuatnya penekanan pada peningkatan kekuatan militer maupun pengembangan strategi militernya. Dengan dalih untuk membendung pengaruh Cina di Asia Pasifik.
Pada kenyataannya konsepsi Indo-Pasifik dalam jangka pendek memang ditujukan untuk membendung pengaruh dan kekuatan Cina di Asia Pasifik. Termasuk beberapa model kemitraan antara Cina dan negara-negara berkembang di Asia Pasifik seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), dan sebagainya.
Lebih daripada itu, para stakeholders kebijakan luar negeri RI, sudah seharusnya mengecam keras upaya AS dan sekutu-sekutunya, terutama Inggris, untuk memperluas kekuatan militernya di Asia Pasifik. Baik dari segi jumlah personel pasukan maupun posisi kemiliterannya seperti dengan meningkatkan kehadiran militer dan peralatan strategis kemiliterannya di Korea Selatan. Dengan dalih bahwa eskalasi konflik di Semenanjung Korea semakin meningkat dari hari ke hari.