Indonesia Harus Mewaspadai Kaitan Penyebaran Penyakit Lyme dan Eksperemen Senjata Biologis Laboratorium Militer Pentagon AS

Bagikan artikel ini

Dulu sempat mewabah penyakit flu burung di Indonesia, dan di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Belakangan ini muncul gejala penyakit baru. Yaitu gejala penyebaran penyakit Lyme yang disinyalir berasal dari percobaan senjata biologis yang dilakukan oleh Kementerian Pertahanan AS atau Pentagon. Yang lebih mengerikannya lagi, menurut seorang anggota Kongres AS Christ Smith, eksperiman senjata biologis oleh Pentagon itu sudah berlangsung sejak 1950-1975.

Indikasi adanya gejala penyebaran penyakit Lyme akibat adanya percobaan senjata biologis yang sedang dikembangkan Pentagon inilah, yang kemudian mendorong seorang anggota Kongres dari New Jersey, Christ Smith, untuk mengadakan investigasi secara mendalam apakah benar Pentagon telah melakukan semacam eksperimen dengan menggunakan kutu dan serangga, maupun jenis serangga lainnya, sebagai bahan untuk membuat senjata biologis antara 1950-1975.

Baca:

Lyme disease a bioweapon gone awry? Rep. Chris Smith pushes Trump to investigate

 Secara spesifik Smith menegaskan bahwa investigasi ihwal eksperimen yang dilakukan Pentagon harus diarahkan pada sebuah pertanyaan kunci: “apakah ada kutu atau serangga yang digunakan dalam percobaan tersebut dilepaskan di luar laboratorium karena kecelakaan, atau memang  akibat adanya desain eksperimen secara terencana dan sengaja.”

Usulan Smith yang kemudian disebut Amandemen Smith, akhirnya disetujui Kongres AS. Smith dalam konsiderannya mengatakan, amandemen itu terbesit berdasarkan sejumlah buku dan artikel yang menunjukkan, bahwa penelitian signifikan telah dilakukan di fasilitas pemerintah AS termasuk Fort Detrick, Maryland, dan Pulau Plum, New York, untuk mengubah kutu dan serangga lain menjadi senjata biologi.

Bahkan bukan itu saja. Smith terpanggil untuk mendesak adanya investigas dengan merujuk pada sebuah buku yang diterbitkan bulan Mei lalu, yang ditulis oleh Kris Newby, seorang penulis sains dari Universitas Stanford. Bahkan juga termasuk salah seorang mantan penderita penyakit Lyme. Buku karya Kris Newby itu selain mengangkat isu tentang asal-usul penyakit Lyme, juga menginformasikan bahwa penyakit ini telah menyasar sekitar 400 ribu orang Amerika setiap tahunnya.

(Baca Kris Newby, Bitten: The Secret History of Lyme Disease and Biological Weapon).

 Merujuk pada penemu Lyme asal Swiss, Willy Burgdorfer, mengatakan bahwa epidemi Lyme adalah eksperimen militer yang salah kaprah. Burgdorfer meninggal pada tahun 2014. Ia bekerja sebagai peneliti senjata biologi untuk militer AS.

Dalam pengakuannya, ia mengatakan ditugaskan untuk membiakkan kutu, nyamuk, dan serangga penghisap darah lainnya, sehingga menginfeksi mereka dengan patogen yang menyebabkan penyakit pada manusia.

Salah satu penggalan cerita menarik dalam buku itu, ada program untuk menghilangkan kutu yang dipersenjatai dan diterbangkan lain dari udara. Penerbangan yang tidak terinfeksi dilepaskan di area perumahan di AS untuk melacak bagaimana mereka menyebar.  Ini menunjukkan bahwa skema seperti itu bisa menjadi serba salah dan menyebabkan erupsi penyakit Lyme di AS pada 1960-an.

Sinyalemen Christ Smith maupun Kris Newby ihwal bahaya penyebaran penyakit Lyme ini, sudah selayaknya jadi fokus perhatian para stakeholders kebijakan luar negeri dan kesehatan di Indonesia. Mengingat potensi penyebarannya yang bisa meluas dan mengembang ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Kekhwatiran bahwa penyeberan penyakit Lyme bakal meluas ke negara-negara lain, khususnya Asia Tenggara, nampaknya cukup beralasan.

Beberapa data yang berhasil dihimpun tim riset Global Future Insitute, pada 1984 ada 1500 kasus berkaitan dengan penyakit ini. Bahkan pada 2017, diperkirakan meningkat menjadi 59000.

Artinya, penyebaran penyakit Lyme bukan saja di wilayah kedaulatan AS, melainkan bisa juga meluas ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Penyakit Lyme memiliki beragam gejala yang muncul secara bertahap. Berikut ini adalah pembagian gejala penyakit Lyme berdasarkan stadium atau tingkat perkembangan penyakit:

  • Stadium 1. Penyakit Lyme stadium 1 ditandai dengan munculnya ruam yang berbentuk seperti gambar target panahan. Ruam ini merupakan pertanda bahwa bakteri berkembang biak di dalam pembuluh darah. Corak ruam yang terbentuk umumnya adalah kemerahan di daerah bekas gigitan kutu, dengan dikelilingi daerah kulit normal dan dikelilingi lagi oleh daerah kemerahan di bagian luarnya. Ruam jenis ini dikenal dengan nama erythema migrans. Meskipun erythema migrans khas untuk penyakit Lyme, pada beberapa kasus, ruam ini bisa jadi tidak muncul. Ruam erythema migrans biasanya muncul sekitar 1-2 minggu setelah penderita digigit kutu.
  • Stadium 2. Penyakit Lyme stadium 2 biasanya terjadi beberapa minggu setelah digigit kutu. Pada stadium 2, bakteri Borrelia sudah menyebar ke seluruh tubuh yang ditandai dengan gejala-gejala mirip flu. Penyakit Lyme stadium 2 juga dapat menimbulkan komplikasi seperti meningitis, gangguan saraf, atau penyakit jantung. Gejala yang menandai penyakit Lyme stadium 2, antara lain adalah:
    • Demam.
    • Menggigil.
    • Sakit kepala.
    • Nyeri otot.
    • Pembesaran kelenjar getah bening.
    • Kelelahan.
    • Sakit tenggorokan.
    • Gangguan penglihatan.
  • Stadium 3. Penyakit Lyme stadium 3 biasanya terjadi jika penderita tidak diobati pada stadium 1 atau 2. Stadium 3 dapat terjadi beberapa minggu, bulan, atau bahkan tahun setelah gigitan kutu. Gejala penyakit Lyme stadium 3, antara lain adalah:
    • Artritis pada salah satu atau lebih dari satu sendi, terutama sendi besar seperti lutut.
    • Mati rasa pada tungkai dan lengan.
    • Aritmia.
    • Gangguan ingatan jangka pendek.
    • Gangguan mental.
    • Sulit diajak berkomunikasi.
    • Sakit kepala berat.
    • Sulit berkonsentrasi.
    • Ensefalopati.

Penyakit Lyme disebabkan oleh bakteri Borrelia sp. Terdapat empat spesies bakteri yang dapat menyebabkan penyakit Lyme pada manusia, yaitu Borrelia burgderfori, Borrelia mayonii, Borrelia afzelii, dan Borrelia garinii. Bakteri Borrelia ditularkan melalui perantara kutu, sering kali melalui kutu genus Ixodes sp. Atau pada beberapa kasus, melalui kutu Ambylomma sp. Kutu jenis Ixodes merupakan kutu yang memiliki kemampuan mengisap darah sebagai makanan, baik darah manusia maupun darah hewan. Bakteri Borrelia biasanya ditularkan oleh kutu Ixodes

Maka itu, sudah saatnya para pemangku kepentingan kebijakan Politik dan Keamanan, selain lebih meningkatkan kewaspadaan nasionalnya, juga mulai mempertimbangkan perlunya Indonesian dan negara-negara ASEAN, mencanangkan kawasan Asia Tenggara sebagai Zona Bebas dari Laboratorium Berfungsi Ganda seperti NAMRU-2 AS.

Karena sudah dapat dipastikan, keberadaan laboratorium ala NAMRU-2 AS yang secara tersamar ditujukan sebagai eksperimen menggunakan kutu atau jenis serangga lainnya, bukan saja ancaman nasional di bidang kesehatan, melainkan juga bagi pertahanan nasional Indonesia.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com