Prakiraan Kecil Filsafat Geopolitik
Seandainya kiprah dan kinerja pemerintahan baru nanti sekadar copy paste alias “11-12” dari pemerintahan sebelumnya, maka umur kekuasaannya bakal tak lama. Bisa cuma satu periode (2024-2029), mungkin, syukur-syukur bisa full dalam periode. Atau, justru malah tidak sampai satu periode. Ini asumsi nakal. Mari uji nyali untuk pembuktian.
Pertanyaan menarik mencuat “Mana mungkin bisa meraih Indonesia Emas 2045 tanpa ada perubahan sistem politik (konstitusi) sebagai landasan utama; dapatkah tercapai Indonesia Emas dengan sistem UUD NRI 1945 Hasil Amandemen?”
Selama MPR hanya Lembaga Tinggi Negara setingkat BPK, MK, DPD dan lainnya; selama Pasal 33 Ayat (4) dan Ayat (5) UUD 1945 tidak dianulir (dihapus) —hanya contoh kecil— barangkali, Indonesia Emas cuma mimpi di siang bohong. Jangan-jangan justru bergeser menjadi Indonesia Cemas, atau Indonesia Lemas!
Ya, jika rezim baru ingin menjadi ‘tonggak perubahan’ menuju Indonesia Emas, maka langkah awal mutlak harus mengubah konstitusi terlebih dulu, apa itu? Yakni kembali ke UUD 1945 karya agung the Founding Fathers dengan teknis adendum. Artinya, UUD dikembalikan dulu sesuai naskah asli. Kalaupun ada penyempunaan karena faktor lingkungan strategis, maka materi perubahan diletak dalam adendum atau tambahan/lampiran. Tidak dengan cara mengotak-atik naskah asli.
Jangan seperti amandemen empat kali pada kurun 1999-2002 silam yang mengobrak-abrik pasal-pasal UUD hingga 97% (Prof Kaelan, UGM). Itu bukan amandemen (perubahan), itu sudah mengganti konstitusi. Identik membubarkan negara, membentuk negara baru.
Terkait uji nyali di awal catatan kecil ini, mari kita tarik kronologi mundur dari 2045 hingga sekarang.
Katakanlah, pada 2035 kelak —10 tahun sebelumnya Indonesia Emas— Indonesia mutlak harus merebut predikat “al Amin” (dipercaya) terlebih dulu. Menjadi bangsa handal, Indonesia yang dipercaya oleh berbagai entitas, bangsa dan negara-negara lain di dunia.
Sudah barang tentu, kepercayaan global kepada Indonesia kelak bukannya ujug-ujug atau berlangsung di ruang hampa. Sebelumnya, Indonesia harus ‘berkarya’ alias banyak temuan spektakuler yang dihasilkan justru dari tangan-tangan anak bangsa sendiri di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya, dalam hal teknis pertanian, atau produksi pupuk murah, pengolahan tambang rakyat, efektivitas energy security, automotif, kesehatan dan lain-lain.
Jadi, era sebelum dipercaya dunia (al Amin) namanya Era Kronologis (2029 – 2034). Pada era itulah temuan-temuan bermunculan secara simultan dengan intensitas berbeda, lalu membuat decak kagum dunia. Mereka geleng-geleng kepala, dan mengakui bahwa Indonesia memang layak menjadi Mercusuar Dunia.
Perlu dicamkan, mercusuar dunia itu bukanlah adidaya, atau superpower, bukan! Sekali lagi, bukan! Makna mercusuar ialah ‘penerang dunia’. Begitu singkatnya. Jangan keliru tafsir.
Dan pada 20 Oktober 2024 mendatang —pelantikan Presiden Terpilih— mau tak mau, suka atau tidak suka, Indonesia memasuki era atau titik yang disebut dengan istilah “Era Babat Alas” (baca: Era Babat Alas 2024-2029 dan Tujuh Prakiraan Kegaduhan). Entah apa yang akan terjadi di era tersebut. Yang jelas entek-entek’an, kata sebuah lagu. Namanya juga babat alas, mengawali dari nol atau menebas segala sesuatu yang merintangi jalan dalam rangka menuju maqom dan maqam (posisi) NKRI yang lebih baik.
Berbasis filsafat geopolitik, inilah tahap kronologi era kedepan. Tak lama lagi. Antara lain:
1. Era Babat Alas (2024-2029);
2. Era Kronologis (2029-2034);
3. Al Amin (2035); dan
4. Era Mercusuar Dunia (2045).
Mengakhir prakiraan kecil ini, sayup di kejauhan, terdengar suara orang mengaji QS Al Baqarah 259 yang bunyi tafsirnya begini:
“Atau, seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh menutupi (reruntuhan) atap-atapnya. Dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah kehancurannya?” Lalu, Allah mematikannya selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (kembali). Dia (Allah) bertanya, “Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.” Allah berfirman, “Sebenarnya engkau telah tinggal selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, (tetapi) lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang-belulang) dan Kami akan menjadikanmu sebagai tanda (kekuasaan Kami) bagi manusia. Lihatlah tulang-belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging (sehingga hidup kembali).” Maka, ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Aku mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Subhanallah. Mahabenar Dia dengan segala firmannya.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments