Ketika meletus perang militer antara dua negara, sudah jamak jika kedua belah pihak saling menyalahkan antar timbulnya kerusakan di berbagai sektor di luar lingkup kemiliteran itu sendiri. Misalnya pada Oktober 2022 lalu kantor berita Inggris Reuters mewartakan bahwa Kementerian Lingkungan Ukraina mengklaim kerusakan lingkungan akibat invasi Rusia ke wilayah mereka tembus US$35,3 miliar atau Rp542,3 triliun (berdasarkan hitungan kurs Rp15.270 per dolar AS).
Baca: Ukraina Sebut Kerusakan Lingkungan Akibat Invasi Rusia Tembus Rp542 T
Klaim kerugian itu didasarkan pada 2.000 kasus kerusakan lingkungan yang telah mereka catat. Dari 2.000 kasus itu kata mereka, ada kerugian akibat polusi udara yang disebabkan oleh perang di Ukraina sebesar 25 miliar euro.
Namanya agitasi dan propaganda tentu saja masih harus diverifikasi akurasi dan kebenaran datanya. Apakah memang dengan sengaja menyebabkan kerusakan lingkungan sebagaimana klaim pihak Ukraina, atau semata-mata dampak tak terhindarkan di wilayah Ukraina seturut perang militer Ukraina dan Rusia. Namun sementara itu berkembang informasi bahwa Ukraina pun berencana untuk meminta bantuan Amerika Serikat berupa senjata berbahan uranium. Pada 5 September 2023 lalu terbetik kabar bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden akan akan mengirim amunisi penembus lapis baja kontroversial yang mengandung uranium terdeplesi ke Ukraina. Hal itu terungkap dalam sebuah dokumen yang dilihat oleh Reuters dan dikonfirmasi secara terpisah oleh dua pejabat AS.
Baca: Alert! AS Mau Kirim Peluru Uranium ke Ukraina, Putin Tamat?
Meskipun sebelumnya Inggris pun sudah pernah mengirim amunisi uranium ke Ukraina awal tahun ini, namun pengiriman untuk kali pertama amunisi bermuatan uranium oleh pemerintah Amerika Serikat pada perkembangannya bukan saja akan menyebabkan kerusakan lingkungan, bahkan jauh lebih berbahaya lagi, yaitu membahayakn kehidupan warga masyarakat sipil Ukraina itu sendiri, maupun yang berada di wilayah yang berdekatan dengan Ukraina. Sebab menghirup uranium bisa menyebabkan penyakit kanker dan cacat sejak lahir.
Celakanya, bagi angkatan bersenjata Amerika Serikat bukan kali pertama menggunakan menggunakan amunisi uranium terdeplesi dalam jumlah besar. Yaitu Pada Perang Teluk Pertama pada 1990 dan Perang Teluk Dua pada 2003, dan juga saat melancarkan pengeboman AS dan NATO di negara eks Yugoslavia pada 1999. Yang lebih mengerikan lagi, mengutip laporan The Wall Street Journal pada pertengahan Juni 2023 lalu, bahwa AS sedang mempertimbangkan untuk mengirimkan peluru uranium ke Ukraina.
Maka itu menarik merujuk pada studi yang dilakukan oleh sebuah lembaga swadadaya masyarakat yaitu Arnika dan World Space berdasarkan citra satelit dari Badan Antariksa Eropa.
Baca: Outdated Industry had a bigger impact on Ukraine’s air than war
Kesimpulan temuan kedua lembaga tersebut cukup mengejutkan. Meskipun perang menghancurkan kehidupan manusia dan lingkungan, kualitas udara dalam jangka panjang justru meningkat secara paradoks. Studi ini menyimpulkan bahwa pengoperasian terus-menerus pembangkit listrik tenaga batu bara, pabrik peleburan, dan pabrik kimia yang sudah ketinggalan zaman sebelum invasi Rusia menyebabkan lebih banyak polusi dibandingkan ledakan dan kebakaran selama perang.
“Kami sama sekali tidak ingin meremehkan dampak buruk perang terhadap kehidupan warga Ukraina dan kerusakan lingkungan yang diakibatkannya,” kata Jan Labohy, kepala tim peneliti dari Luar Angkasa. “Namun, gambar penginderaan jauh Bumi menunjukkan bahwa perang mempunyai dampak lokal yang lebih besar di lokasi ledakan dan kebakaran tertentu. Sebelumnya, kita melihat lapisan polusi yang terus menerus dengan nilai yang signifikan di kawasan industri Kryvbas dan Donbas, bahkan di seluruh Eropa. Namun, sejak invasi bulan Februari, telah terjadi penurunan polusi udara secara keseluruhan secara signifikan, kemungkinan besar disebabkan oleh penutupan atau penghentian sebagian besar fasilitas industri dan perpindahan penduduk,” tambahnya .
Menurut Marcela Cernochova dari Arnika, penelitian ini menegaskan bahwa pengoperasian teknologi usang di industri berat merupakan ancaman besar bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
“Dalam rekonstruksi Ukraina pascaperang, penting untuk mengecualikan investasi pada teknologi yang tidak memenuhi standar teknis dan lingkungan Uni Eropa. Masyarakat Ukraina tidak pantas melihat industri industri menghasilkan uang dengan mengorbankan kesehatan mereka,” katanya.
Oleksiy Angurets dari LSM Ukraina Green World menyatakan bahwa menggunakan metode selain penginderaan jauh dari luar angkasa untuk menggambarkan tingkat kerusakan akibat perang adalah hal yang penting. “Meskipun polusi udara hanya dipengaruhi oleh ledakan dalam jangka waktu terbatas, kami prihatin dengan kontaminasi yang signifikan terhadap lahan pertanian dan sumber air minum. Karena perang masih berlangsung, penelitian mendetail hanya mungkin dilakukan pada tingkat terbatas,” kata pakar tersebut, yang sedang mempersiapkan analisis terhadap beberapa situs bekerja sama dengan peneliti Ceko.
“Arnika meluncurkan proyek tahun ini untuk memetakan dampak perang terhadap lingkungan Ukraina,” jelas Marcela Cernochova.
“Studi mengenai polusi udara hanyalah yang pertama dari serangkaian analisis yang harus kita lakukan. Hasil kerja kami kemudian akan membantu mengidentifikasi lokasi prioritas untuk remediasi dan melindungi kesehatan masyarakat yang masih tinggal di sana atau berencana untuk kembali setelah pembebasan,” tambahnya .
Arnika telah bekerja di Ukraina sejak tahun 2017 berkat dukungan Program Kerja Sama Transformasi Kementerian Luar Negeri Ceko dan melibatkan beberapa organisasi lokal dan pakar dalam kegiatannya. Sebuah studi yang menggunakan pemetaan polusi berbasis satelit dari situasi sebelum perang diterbitkan oleh Arnika pada tahun 2020.
Celakanya, menurut salah satu kesimpulan utama studi tersebut, bahwa pemantauan kualitas udara resmi hampir tidak ada di Ukraina. Pada dasarnya, satu-satunya sumber informasi adalah jaringan pemantauan warga (misalnya EcoCity) atau pusat regional yang sporadis (misalnya Pusat Pemantauan Lingkungan Hidup Dnipro).
Studi ini mengkaji dampak lingkungan dari aksi militer terbatas Rusia ke Ukraina. Selain dampak tragis yang nyata terhadap kehidupan manusia dan hancurnya infrastruktur negara, perang tersebut juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang signifikan. Laporan ini mengkaji polusi udara dan, berdasarkan citra satelit, membandingkan situasi sebelum perang dan sejak awal aksi militer terbatas Rusia pada tahun 2022.
Tentu saja ini merupakan kesimpulan studi yang menarik dari Arnika. Bahwa Penurunan konsentrasi NO2 yang berakibat pencemaran udara kemungkinan besar disebabkan oleh berkurangnya kegiatan ekonomi secara signifikan di kawasan tersebut dan ditutupnya atau berkurangnya secara signifikan operasional perusahaan industri besar selama berlangsungnya perang.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)