ISNU Dorong Pemerintah Perkuat Posisi Geopolitik

Bagikan artikel ini

Konstelasi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak diantara benua Asia dan Australia serta di antara samudra Pasifik dan samudra Hindia, menempatkan Indonesia sebagai kawasan. Selain wilayah daratan yang mengandung kekayaan alam yang melimpah di sektor pertanian, perkebunan dan pertambangan, wilayah perairan Indonesia juga sangat strategis karena posisinya sebagai lalu lintas perdagangan dunia.

 

Laut Indonesia bukan hanya menyimpang potensi ekonomis yang luar biasa, tetapi juga penyangga ekologi, militer dan pertahanan, serta transportasi dan perdagangan internasional. Karena itu, pemerintah Indonesia harus mampu membaca potensi dan daya tawar Indonesia serta memperkuat posisinya dalam percaturan geopolitik dunia yang berubah.

Hal ini disampaikan Ali Masykur Musa, ketua umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) dalam diskusi panel ahli ISNU putaran keempat bidang geopolitik dan diplomasi luar negeri di gedung PBNU, Jl Kramat Raya 164 Jakarta (5/11). Hadir beberapa narasumber, antara lain Eddy Prasetyono (UI), Mayjend Abdul Chasib (Lemhanas), dan Majend Agus Suryabakti (BNPT).

Menurut Ali, sekurang-kurangnya ada dua faktor yang mengharuskan Indonesia menata ulang posisinya agar lebih kuat dan mantap di panggung dunia. Pertama, geopolitik dunia tengah berubah, yang ditandai oleh pergeseran pusat kekuatan ekonomi dan pertahanan dunia dari Atlantik ke Pasifik. Setelah Amerika dihantam krisis –yang hingga kini belum sepenuhnya pulih- kemudian disusul dengan gelombang panjang resesi di Eropa, Asia tampil sebagai kekuatan ekonomi yang menjanjikan. Negara-negara besar seperti Amerika kini memberi perhatian lebih kepada perkembangan di Asia Pasifik. Dalam kunjungan Presiden Obama ke Australia terkait penempatan marinir di Darwin, ia menyatakan bahwa prioritas utama pemerintah AS adalah Asia Pasifik.

Pernyataan ini diperkuat oleh Menteri Pertahanan AS adalah Asia Pasifik. Pernyataan ini diperkuat oleh Menteri Pertahanan AS, Leon Panette, yang menegaskan bahwa AS akan menempatkan 60% armada militer di Asia Pasifik dan secara bertahap akan menggeser fokus penempatan kekuatan militer dari Atlantik ke Paisfik.

Dalam konstelasi dunia yang berubah ini, negara-negara di Asia Pasifik seperti China, Jepang, India dan Indonesia memiliki posisi sangat strategis. Indonesia sendiri kini tangah mendapat sorotan dunia karena ekonominya terus bertumbuh di atas 6 persen setiap tahun dan diperkirakan akan menjadi The Next Economic Superpowers pada 2030 bersama China, India, dan Korea Selatan.

Kedua, Indonesia mempunyai potensi kelautan yang luar biasa yang penting secara geopolitik dan ekonomi. Secara geopolitik, Indonesia mempunyai alur laut kepulauan Indonsia (ALKI) yang sangat strategis karena sekitar 40% perdagangan dunia melalui selat dan perairan Nusantara. Selat Malaka yang menghubungkan pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia, misalnya meupakan jalur perairan tersibuk di dunia setelah selat Hormuz di teluk Persia.

Banyak negara yang menggantungkan APBN dan ekspor impornya dari perairan Indonesia seperti Australia, Singapura, Jepang dan China. Sekitar 80-85% APBN Australia dan Singapura bergantung pada lalu lintas transportasi di perairan Indonesia. Jepang dan China menggantungkan 80 persen pasokan energinya dari Timur Tengah melalui Selat Malaka.

Secara ekonomi, Indonesia mempunyai potensi kekuatan yang sangat besar yang belum dikembangkan secara optimal. Baru sekitar 23.42 persen dari potensi kekayaan laut yang dimanfaatkan. Pada tahun 2011, sektor kelautan dan perikanan hanya menyumbang Rp146.63 miliar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB), padahal potensi ekonominya mencapai 171 miliar dolar AS atau setara dengan Rp1.624 per tahun dan bisa dignjot hingga Rp3.000 triliun per tahun dengan teknologi yang canggih. Karena itu, menurut Ali Masykur, Indonesia harus memanfaatkan potensi kelautannya baik secara geopolitik, ekonomi dan pertahanan untuk meningkatkan pengaruh dan daya tawar Indonesia di mata dunia.

Dalam menyongsong kebangkitan Indonesia sebagai salah satu kandidat kekuatan ekonomi dunia dalam dekade ke depan, menurut Ali, pemerintah harus merombak paradigma pembangunan yang mengarusutamakan ekonomi dan pertahanan maritim sebagai tulang punggung pembangunan nasional.

Dalam kesempatan tersebut Ali Masykur juga menyatakan orientasi politik luar negeri Indonesia harus berorientasi ekonomi. Diplomat RI yang seharusnya menjadi show of window, bertindak pasif dalam soal ekonomi karena paradigmanya hanya ekonomi.

Saat ini, Indonesia menduduki peringkat16 besar ekonomi dan diperkirakan tahun 2030 bisa menduduki peringkat 5 besar dengan syarat, salah satunya keofensifan politik luar negeri.

“Indonesia bisa besar kebijakan politiknya kalau didukung diplomat yang paham geoekonomi,” paparnya.

Sementara itu Edy Prasentyono dari UI menyatakan Indonesia anomali dalam kekuatan militer. Biasanya negara yang besar secara ekonomi dan geografi, umumnya secara militer juga kuat, kecuali posisi Indonesia di Asia Tenggara. Pengalokasian anggaran belanja negara untuk kepentingan militer dalam batas yang proporsional antara 2-5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tidak menganggu secara ekonomi, bahkan bisa timbul sinergi karena kemampuan mengamankan aset negara dari pencurian asing.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com