Isu SARA, Rakyat Dibuat Seolah “Melek Politik

Bagikan artikel ini

Ardik Karman, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat UMB

Proses pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun ini menyedot seluruh perhatian rakyat Indonesia, oleh karena nya seluruh masyrakat Indonesia seolah-olah terlibat dalam prosesnya, bahkan seluruh lapisan sosial masyarakat dari berbagai macam prosfesi seolah paham politik. Hampir disetiap sudut negeri ini, mulai dari ibu rumah tangga, pedagang kaki lima, PNS, anak sekolah, mahasiswa, dan seluruh kalangan  dimasyarakat membicarakan proses pemilihan presiden bahkan karena fanatisme yang buta serta ketidakpahaman esensi dari politik itu sendiri,  terjadilah pertengkaran dan pertikaian antar sesama mereka hanya karena perdebatan hebat-hebatan kandidat yang berkompetensi didalam proses pilpres ini, padahal terkadang mereka sama-sama hanya mengetahui sedikit dari profil dan  rekam jejak di masa lalu kandidat yang sedang kompetensi, itu pun mereka mengetahuinya lewat pembentukan dan penggiringan opini oleh media yang objektifitasnya yang terkadang kita patut pertanyakan.

Proses pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden memang telah usai hingga batas rekapitulasi ditingkat TPS bahkan ada beberapa daerah telah selesai ditigkat PPK. Namun proses Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara demokratis dengan azas Langsung, Umum, dan Bebas dan Rahasia (LUBER) ini masih menyisakan banyak masalah, bahkan masalah tersebut tidak berakhir hingga pasca pencoblosan dan menunggu pengumuman hasil pemenang dari kompetensi ini.

Kampanye Hitam (Black Campaing) mengenai isu  Suku, Agama, dan Ras (SARA)sudah menjadi konsumsi masyarakat sehari-hari mulai dari awal proses pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan yang membuat miris lagi adalah proses penyampaian informasi menjelek-jelekkan SARA tersebut dilakukan secara terangan-terangan lewat berbagai media oleh oknum-oknum yang terkadang membuat kita bergumam “entah memang ini di instruksikan oleh atasannya” demi menarik simpatik hati rakyat untuk memilih kandidat yang diusung oleh masing-masing institusi pengusung dengan cara menjelek-jelekkan lawan politiknya.

Jika kita melihat pada kasuistik selama proses kampanye, tidak terhitung lagi kampanye hitam mengenai isu SARA yang dihidangkan kepada rakyat, seperti kasus kandidat Jawa dan non Jawa, kandidat dari Suku Timur dan Barat, kelompok Agama Islam dan non Islam, suku pribumi dan non pribumi, dan lain sebagainya yang semuanya itu tidak mereka sadari bahwa mereka tidak lagi patuh pada nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika yang senantiasa melekat pada jati diri Bangsa ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka juga tidak sadar, mereka hampir memecah belahkan persatuan  dan  kesatuan  negara ini, mereka  juga tidak sadar  bahwa mereka hampir saja tidak mengakui bahwa negara adalah negara yang kaya dengan memiliki keaneka ragaman adat istiadat, suku, agama, dan ras yang semuanya itu adalah kekayaan negara kita yang tidak  dimiliki oleh negara lain mana pun didunia ini, dengan pribadi masyarakat yang memegang erat toleransi dan menjunjung tinggi sikap kesetiakawan dan  nilai-nilai tenggang rasa.

Tidak sampai disitu, proses saling jelekkan dan menyebar luaskan isu SARA juga masih berlanjut hingga pasca pemungutan suara, dalam rentang waktu menunggu hasil Real Count KPU ini pun isu SARA semakin gencar diberitakan, jika kita membuka Sosial Media hari ini, hampir setiap detik kita di suguhkan dengan informasi-informasi yang sama sekali tidak menjadikan kita sebagai orang yang cerdas secara politik, karena referensi yang dimunculkan adalah informasi tentang kejelekan kelompok ataupun individu tertentu yang mereka anggap sebagai lawan, yang seharusnya informasi tersebut tidak perlu dihadirkan di sosial media, karena secara tidak sadar apa yang diinformasi kan oleh pengguna akun di sosial media merupakan konsumsi informasi orang seluruh dunia, artinya bahwa kita sendiri yang telah menjelek-jelekan kelompok ataupun individu yang nanti akan menjadi pemimpin dinegara kita ini nanti dihadapan negara lain diseluruh dunia.

Padahal jika kita berfikir dengan jernih, mereka yang hari ini sedang berkompetensi untuk menjadi pemimpin di negara ini adalah putra-putri terbaik bangsa ini yang telah melalui berbagai proses dan seleksi hingga mereka bisa mencapai kompotensi itu. Kedepannya, dimulai dari hari ini, STOP saling fitnah, saling jelekkan antar kelompok dan golongan, saling hujat antar suku dan agama, beranggapan bahwa kelompok kami lah yang terbaik, kelompok kami lah yang pantas memimpin, karena sejatinya bangsa ini ada karena keragaman dan pengakuan perbedaan yang kita miliki. Kemudian juga kita hari ini bukan saja memilih Presiden dan Wakil Presiden tetapi lebih daripada itu kita memilih pemimpin bangsa ini lima tahun yang akan datang.

Mencari pemimpin bukanlah hal yang mudah, pemimpin yang didapat dari cara-cara baik saja, belum tentu akan menghasilkan pemimpin yang baik, apalagi pemimpin yang dilahirkan dengan cara-cara yang tidak baik, maka akan sangat besar peluang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden untuk tahun yang akan datang apabila selalu seperti ini dan para loyalis kandidat selalu menganggap calonya lah yang paling benar maka semua itu  akan sia-sia dan hanya akan menghasilkan penguasa-penguasa baru yang zalim dan penindas rakyat.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com