Jan Peterzoen Coen: “Peletak Batu Pertama” Skema Penjajahan Belanda di Indonesia.

Bagikan artikel ini
Sejarah 8 Januari: Lahirnya J.P. Coen Penakluk Jayakarta - Tirto.ID
Belanda mulai membuat rancangan secara skematik menjajah bumi nusantara, baru pada masa Jan Peterzoon Coen menjadi gubernur jenderal Belanda di Batavia (sekarang Jakarta) pada awal abad ke-17. Peterzoen Coen, pria kelahiran 1586 itu, mulai menginjak bumi nusantara pada 1607. Jadi, waktu Cornelis de Hotman melancarkan ekspedisi ke Maluku pada 1596, Peterzoen Coen masih umur 10 tahun.
Coen sebelum berlabuh di Jayakarta atau yang kelak setelah Belanda bercokol di bumi nusantara berubah menjadi Batavia, sempat belajar sekitar enam sampai tujuh tahun di Roma, Italia, dalam bidang sistem pembukuan Italia. Waktu itu sistem pembukuan Italia memang jauh lebih maju dibanding negara-negara Eropa lainnya.
Sewaktu pulang kampung ke Belanda, maka Coen kemudian diberangkatkan ke Indonesia yang waktu itu bernama Hindia Belanda  pada 1607, tepatnya ke Maluku yang waktu itu disebut pulau rempah-rempah. Namun pelayarannya yang kali pertama ke pulau Rempah-rempah Maluku itu, kurang begitu berkesan baginya, karena sekadar membawa misi dagang. Apalagi dalam misi ke Banda boleh dibilang merupakan sebuah kegagalan, karena Coen dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan terbunuhnya Laksamana Verhoef, komandan ekspedisi.
Begitupun, ketika Coen pada 1610 kembali ke Belanda membawa kenangan traumatik itu, namun pada 1612 Coen berkesempatan kembali untuk berlayar ke Hindia Belanda. Kali ini bukan sebagai anak buah, tapi pemimpin dua kapal dan pemimpin kepala armada niaga.
Begitu tiba di Batavia, yang kala itu menjabat gubernur jenderal adalah Pieter Both, maka begitu bertemu  anak muda berusia 28 tahun itu, kontan langsung terkesan dan mengangkatnya sebagai pemegang buku kepala dan direktur dagang di Banten.
Ketika Anies Tak Sudi Lihat Jan Pieterszoon Coen di Batavia | Republika Online
Nah rupanya dari sinilah melalui Peterzoen Coen untuk kali pertama, orang Belanda merancang rencana penguasaan bumi nusantara, melalui  sebuah program politik yang tertulis secara sistematis dan terencana. Judul tulisannya “Diskursus Tentang Negara Hindia.”
Tesis program politik penjajahannya cuma dua. Pertama, perdagangan Belanda dengan Timur (artinya negara mana saja di kawasan Asia dan Afrika, termasuk Indonesia), sangat penting buat kesejahteraan Belanda. Kedua, orang Belanda punya hak legal untuk meneruskan perdagangan dan bahkan memonopoli perdagangan di banyak tempat. Dari rumusan ini saja nampak jelas Coen mulai meletakkan Kerangka Dasar kolonialisme Belanda dalam jangka panjang.
Maka program politik Coen sebagai cikal bakal penjajahan Belanda di nusantara adalah sebagai berikut:
1. Memastikan kepemilikan total atas beberapa wilayah di nusantara seperti Bacan di Maluku, Ambon dan Banda, serta pelabuhjan berbenteng di Banten atau Jayakarta.
2. Bawa orang-orang Belanda ke tempat-tempat itu dan berikan kepada mereka hak atas tanah dan izin untuk berdagang di pelabuhan-pelabuhan Asia.
3. Kirim armada yang cukup kuat untuk menaklukkan Manila dan Makao, untuk menyingkirkan Portugis dan Spanyol dari Filipina dan Pantai Cina.
4. Dengan tiga poin itu, Belanda mengonsolidasikan pemusata kekuasaan dan kekuatannya di daerah-daerah koloninya.
Tentu saja beberapa poin di antaranya, merupakan rencana yang ambisius, namun Coen waktu itu merasa perlu merumuskannya demikian, siapa tahu berhasil. Kalaupun tidak, separuh saja berhasil terwujud, sudah sangat menguntungkan kepentingan kerajaan Belanda.
Rencana Coen semakin mudah untuk diupayakan, ketika pada 1618 untuk kali pertama dapat jabatan gubernur jendral Hindia Belanda yang berpusat di Batavia. Yang lebih menakjubkan lagi, pada 1623 pulang ke Belanda setelah lima tahun menjabat gubernur jenderal. Namun  empat tahun kemudian, pada 1627  Coen kembali menjabat gubernur jenderal Hindia Belanda untuk kali kedua. Orang ini di mata kerajaan Belanda pastilah orang yang dipandang istimewa atau berkepribadian unik.
Dari semua program politiknya Coen itu, konsepnya tentang perlunya membangun permukiman-permukiman bagi orang-orang Belanda di nusantara, merupakan cikal bakal melembaganya sistem penjajahan Belanda di negeri kita. Sehingga gubernur jendral Belanda selanjutnya, sudah tidak perlu repot-repot, tinggal meneruskan dan menyempurnakannya saja.
Para pemukim dari Belanda ini oleh Coen semakin diperkuat dengan mendatangkan para kolonialis dari Madagaskar, Burma/Myanmar, dan Cina. Menurut Coen, kalau mereka menolak untuk didatangkan secara sukarela, akan diculik atau dibawa secara paksa  dalam jumlah yang dianggap sudah cukup memadai.
Selain itu Coen sangat suka sekali dengan orang-orang Cina karena mereka umumnya pekerja keras dan tidak suka berperang.
Jadi kalau kita cermati, konsep Coen yang membuat idenya khas dan lain daripada yang lain, karena gagasannya berdasarkan cara pandang membangun sebuah imperium. Bukan sekadar mau merampok sumberdaya alam suatu negara belaka. Jadi ada semacam dorongan yang kuat buat membangun miniatur negara Belanda di tanah jajahannya, bukan sekadar di Indonesia, tapi di negara-negara Asia lainnya.
Ciri khas gagasannya yang kedua, dia fokus pada penguasaan geopolitik maritim, dan tidak peduli dengan daerah pedalaman. Visi geopolitiknya sangat imajinatif dan berpandangan jauh ke depan. Alur pikirnya pun sederhana. Imperium perdagangan yang kuat akan menjelma menjadi imperium politik. Maka tak berlebihan kalau saya sebut gagasan Coen ini semacam embrio gagasan pembentukan Korporasi seperti sekarang ini.
Keberhasilan Coen menguasai Pelabuhan Sunda Kelapa dari tangan Kerajaan Banten pada 1619, merupakan kejelian Coen dalam membaca nilai strategis geopolitik Sunda Kelapa. Menguasai Pelabuhan Sunda Kelapa, praktis menguasai kota Jayakarta (sekarang Jakarta).
Dalam perhitungan geopolitik Coen yang jitu, menguasai Sunda Kelapa dan penaklukkan Jayakarta, maka Belanda dengan mudah memblokade pelabuhan Banten, yang waktu itu pelabuhan terbesar di Jawa Barat. Sehingga dengan mudah Belanda mengontrol Laut Jawa.
Inilah yang menjelaskan mengapa Sultan Agung gagal menyerang Batavia, karena salah satu penyebabnya adalah karena Sultan Agung gagal menembus blokade angkatan laut Belanda, karena dengan menguasai Sunda Kelapa, Belanda praktis mengontrol Laut Jawa, sekaligus melumpuhkan Banten sebagai daerah penyangga antara Laut Jawa dan Selat Sunda.
Hendrajit, pengkaji geopolitik. 
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com