Kaukus Parlemen Papua DPR dan DPD Desak Jokowi Agar Tidak Tunduk Pada Gedung Putih

Bagikan artikel ini

Frans Maniagasi

Rapat Kaukus Parlemen Papua oleh anggota DPR dan DPD Papua dan Papua Barat di Lt 11 Ged Nusantara 1 Kompleks DPR RI Senayan, yang berlangsung hari ini Selasa (25/8/2015), Salah satu topiknya tentang masukan dan usulan mengenai rencana perpanjangan Kontrak Karya Freeport yang akan disampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo yang akan berkunjung ke AS pda Oktober 2015.

Rapat merekomendasikan bahwa dalam kunjungan Presiden ke AS nanti agar tidak dibuat kesepakatan apa pun dengan Freeport Mac Moran untuk memperpanjang Kontrak Karya Freeport sebelum tahun 2019. Untuk itu dalam perpanjangan ini dimana perlu melibatkan secara aktif Pemerintah Papua, Pemda Kabupaten Mimika dan Pemda Kabupaten yang berada diseputar wilayah operasi Freeport. Termasuk masyarakat pemilik hak ulayat dan stake holders strategis lainnya.

Presiden Joko Widodo agar tidak tunduk kepada Gedung Putih maupun pemegang saham FCX Mac Moran. Diusulkan juga agar dalam masa pembahasan KK Freeport tersebut kegiatan produksi perlu dihentikan sementara hingga tercapai kesepakatan antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Papua, Pemda Mimika, Pemda Kabupaten lainnya serta masyarakat pemilik hak ulayat dan Freeport Mac Moran.

Hal ini perlu dilakukan karena seperti sinyalemen salah satu anggota Kaukus Papua Jamaluddin yang juga anggota Komisi VII DPR RI bahwa kontribusi Freeport kepada negara dan Papua selama hampir 50 tahun beroperasi tidak memberikan nilai tambah baik dari segi pendapatan kepada Kas Negara maupun terhadap pembangunan Papua.

Justru menurut Ketua Kaukus Papua Roberth Yoppi Kardinal dari Komisi IV Freeport telah menimbulkan kerusakan lingkungan hidup baik terhadap lingkungan fisik maupun terhadap kehidupan sosial masyarakat setempat.

Kalaupun apa yang dilakukan oleh Freeport selama ini adalah “kewajiban” dia karena perusahaan ini sudah mengeksploitasi SDA yang ada dan juga telah banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

Ditambahkan juga demikian dalam masalah tenaga kerja orang Papua sejak 8 tahun terakhir dari jumlah karyawan Freeport yg 19 ribu karyawan Papua hanya 35% dan meskipun ada 7 orang anak Papua yang menjadi VP tapi mereka ini hanya menjadi dekorasi belaka pajangan saja. Jadi anggota Kaukus Parlemen Papua bersimpulan bahwa selama hampir 50 tahun beroperasi Freeport lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.

Menurut pandangan saya, di era demokratisasi saat ini maka pendekatan top down yang dipraktekan oleh rejim Soeharto dengan Orde Barunya telah menguntungkan perusahaan seperti Freeport ini. Ini adalah perusahaan pertama setelah Orde Baru berkuasa oleh karena itu selama 32 tahun perusahaan ini benar-benar telah menikmati privelese dari negara Orde Baru. Maka tepatlah apa yang sering disebut Freeport adalah negara didalam negara.

Oleh karena itu pendekatan ini mesti dirubah menjadi pendekatan yang populis. Dimana masyarakat pemilik hak ulayat dan Pemerintah lokal mesti dilibatkan secara aktif dlm proses renegosiasi KK Freeport.

Inilah salah satu dasar pemikiran yang melandasi anggota Kaukus Parlemen Papua menegaskan kepada Pemerintahan Jokowi untuk tidak gegabah dalam membahas kontrak karya dari perusahaan yang meminjam istilah pak Amien Rais disebut dengan baboon ini.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com