Kedaulatan Negara Mulai Lenyap

Bagikan artikel ini

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai kedaulatan negara Indonesia saat ini mulai lenyap karena diisi oleh kepentingan-kepentingan asing.

 

“Penyebab lenyapnya kedaulatan negara karena proses reformasi dikontrol oleh kepentingan asing,” kata Salamuddin dalam “Musyawarah Akbar Demi Kedaulatan Bangsa” di Kantor PP Muhammadiyah, Jakarta.

Ia mengatakan, semua amandemen UUD 1945 hingga pembuatan UU sampai terbentuknya OJK karena kepentingan asing.

“Semua untuk menjalankan kepentingan mereka. Semua UU yang lahir di era reformasi bertentangan dengan konstitusi. Sistem negara kita sekarang hilang dan dikuasai oleh mafia yang berkuasa,” katanya.

Ia menjelaskan, ada sekitar 16 ribu izin tambang, 42 juta hektare perkebunan dikuasai oleh mafia karena mereka membeli izin-izinnya.

“Maka jatuhlah kedaulatan pada pengertian sebenarnya. Tanah kita bukan punya kita lagi, sebagian besar dikuasai asing. Sekitar 85 persen migas, 99 persen pertambangan dikuasai asing. 95 persen perbankan kita juga dikuasai asing. Kita hanya diberi sisa-sisa,” tuturnya.

Oleh karena itu, masyarakat Indonesia harus menentukan sikap secara tegas, dimana diarahkan pada sumpah pemuda dan kembali ke Pancasila dan UUD 1945 yang asli.

“Ideologi kita Pancasila, landasan struktural kita UUD 1945. Tanpa itu, kita tidak bisa mengembalikan kedaulatan. Kalau kita biarkan UU dibawa oleh sistem asing, maka kedaulatan Indonesia tak akan terwujud,” katanya.

Sementara itu, Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Azyumardi Azra berpendapat kedaulatan rakyat saat ini sudah tidak sejalan dengan konstitusi karena hilangnya kedaulatan rakyat terutama dalam bidang ekonomi, sumber daya alam dan politik.

“Indonesia disebut-sebut sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia. Meski, demokrasi menjadi pilihan yang terbaik, namun bila dilihat proses politik dan demokrasinya masih ada kecenderungan miskin kedaulatan rakyat,” kata Azyumardi.

Saat ini, lanjut dia, partisipasi masyarakat terhadap pemilihan umum, baik kepala daerah maupun presiden masih terjadi pasang dan surut, bahkan ada massa yang mengambang.

Kendati demikian, kedaulatan sesungguhnya telah hilang di kalangan politisi yang ada di partai politik.

Hal itu disebabkan oleh politisi yang berada di kalangan parpol terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Rakyat hanya dijadikan kuda tunggangan untuk mencapai kekuasaannya. Itulah yang memunculkan demokrasi kita yang menghasilkan harga-harga yang sampai ke rakyat lebih mahal,” kata mantan Rektor UIN Jakarta itu.

Ia menilai, tindakan politisi parpol itu merupakan tindakan yang mengabaikan kepentingan rakyat dan kedaulatan rakyat.

“Proses-proses politik yang terjadi justru tidak ada hubungannya dengan rakyat, meski ketika mereka mendapatkan kekuasaannya tersebut dari rakyat, namun tak ada tindakan yang mengarah kepada kedaulatan rakyat,” tuturnya.

Inilah hasil dari produk-produk dan proses-proses kolutif yang menghasilkan kartel, dimana memiliki tujuan hanya pada kepentingan politiknya masing-masing, ucapnya.

Dalam waktu yang tersisa ini dan menjelang Pemilu 2014, civil society hendaknya saling mendorong pendidikan politik yang lebih baik dan menjadi punishment bagi parpol yang mementingkan politiknya daripada kepentingan kedaulatan rakyat.

“Tidak ada parpol di Indonesia ini yang tidak terlibat dalam KKN. Ke depan, kita perlu konsolidasi ke rakyat, memilih calon-calon yang punya rekam jejak dan memiliki integritas. Kita tidak memberikan suaranya kepada caleg, capres maupun cawapres yang tidak memiliki intergritas. Ini tantangan kita, pemilu 2014 bisa kita jadikan momentum untuk mengembalikan kedaulatan rakyat,” papar Azyumardi Azra. (TGR/IRIB Indonesia)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com