Kenapa Luhut Berbohong Soal Penandatanganan Ijin Freeport oleh Archandra?

Bagikan artikel ini
Nunik Iswardhani, Wartawan Senior
Benar-benar membingungkan. Begitulah yang terasa kalau kita menelusuri permasalahan Freeport. Misalnya ketika Luhut Binsar Panjaitan mengelak dari tanggungjawab bahwa ijin ekspor konsentrat oleh Freeport telah diperpanjang oleh ArchandraTahar ketika menjabat menteri ESDM.
Menurut Luhut, ijin tersebut telah diberikan Sudirman Said saat masih menjabat menteri ESDM, namun yang menandatangani adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba). Dan Luhut minta agar media tidak bereaksi secara berlebihan.
Seperti biasa, tidak ada bantahan dari pihak Sudirman maupun Archandra. Keduanya diam, dan para pihak yang mau mengutik-utik soal ijin tersebut lantas kehilangan amunisi.
Tapi ketika saya browsing berita terkait, memang ada keterangan Dirjen Minerba bahwa ijin ekspor Freeport sudah diberikan pada tanggal 9 agustus lalu, karena dokumen-dokumen Freeport dianggap sudah memenuhi syarat. Tentu kita tahu bahwa pada tanggal 9 Agustus tersebut yang menjabat menteri adalah Archandra.
Jika ditilik lebih jauh, soal kebijakan terhadap Freeport ini memang tidak mungkin dibebankan pada pundak seorang menteri, karena terbukti daya tawar pihak Freeport tinggi sekali. Freeport selalu berhasil mementahkan ketentuan-ketentuan yang harus diikuti sesuai amanat UU dan rasa keadilan publik.
Mulai dari pengakuan status merugi, harga saham anjlok, sehingga freeport bisa mengelak dari kewajiban pajak, juga nilai tawaran saham untuk divestasi yang sangat tinggi sehingga sulit dipenuhi pemerintah RI.
UU Minerba yang disahkan tahun 2009 bisa dikatakan sangat progresif, namun masih ada celah untuk membuat freeport bermain.
Dalam UU tersebut dikatakan bahwa perusahaan tambang kontrak karya (KK) pada tahun kelima setelah UU disahkan (yaitu 2014) sudah harus memiliki smelter, di mana konsentrat diolah sehingga ekspor mineral tidak lagi dalam bentuk konsentrat.
Parahnya rezim SBY adalah selama 5 tahun periode kedua pemerintahan hanya berkutat pada isu perpanjangan ijin kontrak Freeport hingga 2040.
Baru belakangan terkuak bahwa SBY sebelum lengser telah meneken peraturan baru tentang permohonan perpanjangan kontrak tambang bagi Freeport, yaitu bisa diajukan sebelum 2021 (saat kontrak habis).
Sementara Presiden Jokowi saat baru menjabat diingatkan bahwa sesuai amanat UU, Freeport harus membangun smelter dan tidak boleh ekspor konsentrat. Di awal masa jabatan Jokowi, ekspor konsentrat oleh Freeport sempat dihentikan namun kemudian ada suara-suara bahwa penerimaan negara dari pajak ekspor Freeport nilainya lumayan signifikan, dan perlu diperhatikan angka pengangguran jika ekspor konsentrat dihentikan.
Setelah riuh rendah pemberitaan di media, akhirnya Jokowi via Sudirman Said memberi jalan keluar yang lunak yaitu dijinkannya ekspor konsentrat Freeport hingga masa 3 tahun (Januari 2017) yang ijinnya harus diperbarui setiap 6 bulan, tergantung pada progres pembangunan smelter di Gresik.
Ijin ekspor konsentrat oleh Jokowi diberikan Juli 2015 dan berakhir Januari 2016. Sesuai ketentuan, setelah 11 januari 2017 Freeport tidak boleh lagi mengekspor konsentrat dan mulai mengoperasikan smelter di Gresik.
Tapi selama tahun 2015 yang terjadi adalah tarik ulur soal pajak ekspor konsentrat Freeport yang tadinya pajaknya 7,5 persen, berkat negosiasi Freeport kemudian pajak ekspor turun jadi 5 persen.
Alasannya Freeport sudah menaruh uang komitmen di escrow account senilai 115 juta dollar AS dan progres pembangunan smelter sudah 11 persen.
Di lain pihak, duet menteri Sudirman Said yang mantan anggota tim pemberantasan mafia migas dan Menko Maritim Rizal Ramli yang mantan aktifis, justru berlangsung kontra produktif. Rizal ingin kontrak tambang Freeport ditinjau ulang, atau kalau perlu dinasionaliaasi, sedangkan Sudirman memilih untuk berunding demi citra iklim usaha yang ramah investasi asing.
Pada pertengahan 2015 mulai mencuat isu tentang Sudirman yang memberi lampu hijau lewat surat kepada James Moffet (Ceo Freeport International) bahwa ijin ekspor konsentrat pasti akan diperpanjang jika dipenuhi syaratnya. Rizal Ramli melontarkan isu ini ke publik dan publik pun heboh.
Banyak yang mengira bahwa Sudirman menjanjikan akan memperpanjang kontrak tambang Freeport, bukannya ijin ekspor konsentrat padahal yang dimaksud adalah yang terakhir. Seolah masih kurang ramai, menjelang perpanjangan ijin pada januari 2016 Sudirman membongkar adanya rekaman dari Makruf Syamsudin (Ceo Freeport Indonesia) percakapan antara Setya Novanto dan Muhammad Riza Chalid soal Freeport. Ramailah orang membahas skandal yang terkenal dengan sebutan “papa minta saham” tersebut.
Selama gonjang-ganjing pemberitaan tersebut, Jokowi dan Luhut tidak banyak berkomentar, hanya sesekali ada perang statement di media antara Rizal dan Sudirman.
Namun, setelah kehebohan dengan intensitas tinggi, akhirnya pada Februari 2016 toh ijin ekspor konsentrat Freeport diperpanjang lagi saat itu energi publik sudah habis terkuras untuk mengutuk atau ada juga yang membela Setya Novanto.
Pada Februari 2014 itu Freeport hendak ditekan oleh Sudirman agar menyerahkan uang jaminan pembangunan smelter senilai 530 juta dollar. Namun negosiator Freeport akhirnya yang menang, di mana ijin ekspor diperoleh tanpa harus membayar uang senilai 530 juta dollar tersebut, plus volume ekspor juga dinaikkan. Alasan Freeport, pembangunan smelter yang terkatung-katung akan dimulai dengan peletakan groundbreaking pada pertengahan 2016.
Apa yang terjadi? Ternyata pada Juli 2016 Freeport memastikan bahwa groundbreaking batal. Artinya di lahan pembangunan smelter hanya ada tanah kosong melompong seperti kondisi pada tahun 2015 awal.
Alasan Freeport karena pemerintah tidak mau mencairkan dana 20 juta dollar dari escrow account untuk keperluan pembangunan.
Sementara menurut dirjen minerba dana tersebut hanya akan dikeluarkan kalau ada pembangunan fisik smelter kalau tidak maka dana tersebut hangus tidak dapat ditarik Freeport. Jadi tidak jelas ini, mana duluan ayam atau telor. Waktu berjalan, Jokowi terkesan menunda-menunda reshuffle kabinet santer dibicarakan bahwa baik Sudirman maupun Rizal akan didepak.
Akhirnya kita tahu bahwa reshuffle dilakukan sangat mendadak dan Archandra Tahar sebagai menteri ESDM yang baru dikabarkan memberi ijin ekspor konsentrat pada tanggal 9 Agustus, sesaat sebelum badai isu kewarganegaraan menerpa hingga ia diberhentikan pada 13 Agustus.
Kalau kita lihat polanya, maka setiap ada momentum kebijakan yang menekan Freeport untuk menaati ketentuan pemerintah RI, pasti ada kehebohan. Kehebohan tersebut kemudian seolah menutupi fakta bahwa ijin ekspor konsentrat baru akhirnya diberikan, walaupun freeport jelas-jelas tidak memenuhi syarat. Seperti kali ini, lagi-lagi pemerintah dikadali karena groundbreaking smelter batal dan tidak ada progress tapi malahan volume ekspor yang baru malah meningkat drastis.
Kenapa Luhut berbohong soal penandatanganan ijin Freeport oleh Archandra? Tentu saja untuk menghindari tuntutan para aktivis tambang agar ijin ekspor yang diberikan saat Archandra menjabat tersebut dibatalkan, karena tidak sah. Ke depan, kita harap-harap cemas kira-kira Strategi apalagi yang akan dilakukan pemerintah untuk menghindari tekanan publik soal Freeport.
Karena 12 Kanuari 2017 itu kurang dari 6 bulan lagi dan pembangunan smelter boleh dikatakan gagal, maka tekanan seperti apa yang akan dilakukan kepada Freeport si pembangkang?
Ada skenario lain yang dikuatirkan yaitu revisi UU Minerba tahun 2009 tersebut yang ditargetkan Jokowi dan Luhut harus selesai dibahas DPR akhir tahun 2016.
Ada kekuatiran bahwa pemerintah melempar bola panas ke DPR dengan usulan agar kewajiban membangun smelter dihapus dari UU. Dan bahwa ijin memperbarui kontrak yang tadinya setingkat peraturan menteri ditingkatkan jadi UU sehingga sebelum 2019 Jokowi sudah bisa memberi kepastian hukum bagi Freeport bahwa kontrak tambangnya aman hingga 2040.
Kalau ini terjadi maka Jokowi akan dinilai tidak progresif, dan dianggap pro asing tapi partai-partai di DPR bisa saja bersepakat untuk meloloskan UU sehingga kesalahan tidak hanya di pundak Jokowi semata jika UU Minerba diubah semangat “ruh”-nya.
Jadi, seandainya Archandra tetap menjabat sebagai menteri ESDM,, maka bisa diramalkan ia akan menghadapi sebuah kegegeran baru menyambut keharusan dihentikannya ijin ekspor konsentrat oleh Freeport.
Tentang Archandra sendiri, saya percaya bahwa dia adalah menteri ESDM paling profesional yang pernah ada. Jokowi dan Luhut tampaknya mengharapkan Archandra mengawasi dan mengeksekusi proyek Masela hingga selesai, agar Jokowi dan Luhut leluasa memikirkan hal lain.
Blok Masela memang menjanjikan untuk mendukung program listrik 35 rb watt dan Archandra menguasai teknologi serta struktur pembiayaan yang ideal untuk proyek tersebut .”Saya tanya ke Rizal Ramli, katanya perlu 22 milyar . .tapi Archandra bilang hanya perlu 15 milyar dollar disertai penjelasan tentang struktur biayanya …Jadi kenapa tidak?” kata Luhut ..Itu sebabnya ia membela Archandra di berbagai kesempatan.
Archandra memang aset. Dia tahu persis teknologi terbaru bidang migas yang dipakai di AS sehingga harga minyak dan gas jadi murah.
Contohnya shale gas oil. Sebagai doktor lulusan Texas A&M University, Archandra punya kapasitas yang cukup untuk membuka perusahaan konsultan di AS. Kliennya antara lain. British Petroleum dan Exxon (ada yang bilang kantor Archandra hanya kecil dan karyawannya sedikit, tapi lihatlah proyek apa yang ditangani dan siapa kliennya ..karena untuk pekerjaan konsultan seperti Archandra kantor besar dan karyawan banyak tidaklah diperlukan).
Maka tidak heran jika Pertamina adalah pihak yang paling diuntungkan jika Archandra jadi menteri, sebab dia akan mendorong Pertamina maju dan menggunakan teknologi-teknologi terbarukan. Juga Archandra tahu apakah cost recovery yang ditagih perusahaan kontraktor asing ke pemerintah itu nilainya digelembungkan atau tidak.
Tapi nasib sepertinya membuat Archandra harus di luar sistem, dan ada kemungkinan gerombolan papa minta saham memperoleh celah untuk masuk.
Jika Archandra akhirnya hanya jadi konsultan ahli bagi pemerintah RI, mungkin itu lebih baik bagi dia. Karena itu berarti dia bisa menagih ongkos kerja yang jauh lebih tinggi dari gaji menteri, seperti gaji yang diterimanya ketika berkarir di AS.
Dan yang terpenting, Archandra mungkin akan selamat dari gunjang-ganjing baru pada Januari 2017, seperti yang selalu terjadi tiap kali Freeport harus memenuhi ketentuan UU dan UUD RI.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com