Kesulitan Terbesar AS di Suriah

Bagikan artikel ini
Oleh Bill Van Auken
Menurut laporan dari Iran, yang bersama-sama dengan Rusia, merupakan pendukung utama pemerintah Suriah Presiden Bashar al-Assad, tentara Suriah telah menaklukkan 20 kilometer persegi dari total 45 kilometer persegi yang membentuk wilayah Aleppo timur.
Kemajuan pasukan pro-pemerintah sangatlah cepat, menunjukkan kemenangan di hadapan milisi yang didukung AS. Medan perang ofensif ini menyusul serangan udara yang diluncurkan selama dua minggu oleh pesawat-pesawat tempur Suriah dan Rusia.
Media pemerintah Suriah melaporkan bahwa tentara telah menguasai daerah Sakhour dan membersihkannya dari ranjau. Kontrol pemerintah atas kawasan ini secara efektif akan membagi dua wilayah yang dikuasai “pemberontak”.
Keberhasilan pemerintah telah berhasil menyelamatkan warga sipil. Puluhan ribu warga sipil yang selama ini terpenjara di dalam wilayah yang dikuasai oleh “pemberontak” akhirnya berhasil melarikan diri ke Aleppo Barat yang dikuasai pemerintah dan ke distrik Sheik Maqsud yang dikuasai oleh milisi YPG Kurdi.
The YPG telah bergabung dengan tentara Suriah dalam serangan terhadap Aleppo timur, dan hal ini memperumit intervensi AS di Suriah. Washington selama ini mendukung “pemberontak” atau milisi Muslim melawan pemerintah Assad, namun juga berupaya untuk menggunakan YPG dalam melawan ISIS di Suriah. Di saat yang sama Turki, anggota NATO, juga telah mengirimkan pasukan ke Suriah, seolah-olah untuk memerangi ISIS, tetapi sebenarnya diarahkan untuk mencegah pasukan Kurdi Suriah menguasai wilayah dekat perbatasan Turki. Akibatnya, di beberapa front, kedua pasukan yang sama-sama didukung Washington malah saling berperang melawan satu sama lain.
Warga sipil yang berhasil melarikan diri dari Aleppo timur bercerita mengenai horor yang mereka alami saat terjadinya serangan udara dari pemerintah Rusia-Suriah serta represi dan teror yang dilakukan oleh para pemberontak.  Rakyat sipil juga ditembaki para pemberontak saat mereka berusaha lari ke Aleppo barat.
Sebelum perang dimulai pada tahun 2011, Aleppo adalah kota terbesar kedua Suriah serta pusat perdagangan utama di Suriah. Aleppo barat dihuni oleh sekitar 1,5 juta orang, sementara Aleppo timur yang diduduki “pemberontak” kurang dari 200.000 jiwa. Aleppo barat selama beberapa tahun terakhir ini menjadi korban serangan mortar yang secara acak diluncurkan oleh para “pemberontak”, dan menjatuhkan korban dari masyarakat sipil.
Baik media Rusia maupun AS melaporkan pada Senin lalu (28/11) bahwa Menteri Luar Negeri AS John Kerry telah memulai gerakan baru yang bertujuan untuk mencapai gencatan senjata di Aleppo. Seperti biasa, upaya gencatan senjata dibungkus dalam retorika kemanusiaan, namun bertujuan utama untuk mencegah kekalahan total milisi pemberontak yang didukung AS, serta mencegah pemerintah Suriah melakukan konsolidasi di seluruh pusat-pusat kota Suriah.
Para pejabat pemerintahan Obama telah mengecam keras pemerintah Suriah dan sekutunya Rusia atas pengepungan Aleppo timur. Situasi saat ini adalah kebalikan dari apa yang terjadi tahun lalu ketika “pemberontak” mengepung Aleppo Barat. Pada saat itu, pejabat AS tidak menyebut-nyebut masalah kemanusiaan dan membiarkan saja rakyat sipil Aleppo jatuh ke tangan “pemberontak” yang sesungguhnya pasukan asing dari berbagai negara dan melakukan berbagai kejahatan atas nama Islam.
“Ini adalah masalah yang sulit,” kata Juru Bicara Pemerintah AS, John Kirby, saat berkomentar mengenai perkembangan terbaru di Aleppo.
Tentu saja, memang sulit bagi AS untuk mencuci wajahnya di depan opini publik, ketika sedemikian terang benderang bahwa negara ini mendukung ISIS dan Al Nusra, dua cabang Al Qaeda yang selama satu setengah dekade ini oleh AS sendiri disebut sebagai ancaman terbesar bagi AS dan dunia.
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com