Ketegangan Geopolitik Dunia Mempengaruhi Perencanaan dan Keputusan Industri Pelayaran-Pengiriman Kontainer/Tanker Shipping

Bagikan artikel ini

Ada benarnya ketika sejarawan asal Inggris, Simon Sebag Montefiore dalam bukunya yang terkenal, The World, berkata: Geopolitik Adalah Bahan Bakar Sejarah Dunia.

Menyusul pengumuman kebijakan kenaikan tarif biaya ekspor yang disampaikan Presiden AS Donald Trump, Geopolitik sepertinya akan mempengaruh pola baru dalam perdagangan dunia maupun perubahan rute perdagangan. Akibat dari adanya perselisihan antar-negara terkait batas-batas wilayah (border dispute), ketegangan antar-negara, maupun kebijakan perdagangan yang diumumkan sebuah negara adikuasa, seperti AS.

Misalnya, seiring dengan keluarnya kebijakan kenaikan tarif oleh Trump, rute atau jalur perdagangan laut lewat Laut Merah/Terusan Suez, akan dihidupkan kembali. Hal ini tentu saja akan membawa dampak yang tak terduga dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, kebijakan kenaikan tarif barang-barang impor yang diumumkan Trump, harus dibaca sebagai konsekwensi logis dari ketegangan global antara AS dan Cina yang merupakan pesaing Amerika sebagai negara adikuasa.

Dengan begitu, ketegangan geopolitik AS versus Cina pada perkembangannya tidak hanya akan mempengaruhi volume perdagangan, melainkan juga dalam hal struktur perdagangan internasional, prediksi pasar, adaptasi rantai pasokan, dan kondisi perekonomian global itu sendiri.

Misalnya, dalam Industri Pengiriman Kontainer/Tanker shipping  dan pengapalan peti kemas sejak 2024, sebenarnya sudah diprediksi akan menghadapi tantangan berat, meskipun diyakini masih tetap cukup kuat. Tentu saja waktu itu Presiden Trump belum mengumumkan kenaikan tarif bea masuk yang cukup mengejutkan itu. Namun berbagai riset dan kajian sudah memprediksi bahwa pada 2024 ada beberapa faktor yang cukup krusial bagi Industri Pengiriman Kontainer: Perlambatan Ekonomi Global, Inflasi yang tinggi, dan ketegangan geopolitik negara antar-negara-negara adikuasa, sehingga memperburuk kondisi pasar yang sebenarnya sudah cukup sulit sejak 2024 lalu.

Baca juga:

Lima Dampak Geopolitik yang Meningkat pada Logistik Kontainer Global

Di sinilah konteks dari artikel yang saya tulis kali ini.  Bahwa ketegangan geopolitik AS vs Cina, pada perkembangannya menciptakan efek berantai yang merembet ke berbagai sektor di luar bidang ekonomi dan perdagangan itu sendiri. Misalnya, dengan kebijakan Trump yang sejatinya telah membuat perubahan kebijakan perdagangan, pada gilirannya telah menyebabkan tantangan yang cukup serius terkait perencanaan dan pengambilan keputusan di bidang Industri Pelayaran.

Adanya ide untuk menghidupkan kembali jalur perdagangan maritim di Laut Merah/Terusan Suez, barang tentu harus dipandang sebagai bagian dari Strategi Adaptasi Rantai Pasokan berupa Diversifikasi Rute Pelayaran. Berarti, Industri Pengiriman Kontainer secara pro aktif berupaya menyesuaikan diri sebagai respons terhadap semakin menajamnya persaingan global AS vs Cina di pelbagai kawasan dunia, khususnya Asia Pasifik (baca: Indo-Pasifik kalau menurut versi America).

Terusan Suez, salah satu jalur pelayaran paling sibuk di dunia, akan kembali beroperasi penuh menyusul meningkatnya stabilitas di wilayah Laut Merah dan Selat Bab al-Mandab. Langkah ini diharapkan memulihkan posisinya sebagai jalur utama perdagangan global.

Ilustrasi kapal kargo. Sumber:Freepik

Ilustrasi kapal kargo. Sumber:FreepikKeputusan ini diumumkan setelah pertemuan antara Ketua Otoritas Terusan Suez (SCA), Laksamana Ossama Rabiee, dan Sekretaris Jenderal Organisasi Maritim Internasional (IMO), Arsenio Dominguez. Dalam pertemuan di Ismailia, Mesir, Rabiee menyatakan bahwa Terusan Suez siap menyambut kembali lalu lintas pelayaran global, dengan kapal-kapal dari CMA CGM mulai melintasi terusan pada 23 Januari 2025 lalu.

Dalam perspektif global AS dan beberapa negara Eropa Barat sekutu Amerika seperti Prancis dan Jerman, Terusan Suez dan Laut Merah, merupakan salah satu arteri terpenting perdagangan minyak, gas alam, biji-bijian, dan barang konsumsi antara Eropa dan Asia. Dengan terbukanya kembali rute maritim Laut Merah/Terusan Suez, perdagangan maritim melintasi Laut Merah-Teluk Aden, bisa kembali menggunakan Terusan Suez sebagai pintu gerbang antara Asia dan Eropa.

Baca:

Global shipping: navigating the waves of geopolitics

Sebelumnya, akibat ketegangan geopolitik di Timur Tengah, utamanya konflik militer Palestina-Israel di Gaza, maupun aksi militer Houthi di Yaman, Sehingga beberapa perusahaan pelayaran besar telah menghindari Laut Merah dengan mengirim kapal-kapal mereka mengelilingi Afrika dan Tanjung Harapan. Akibatnya, pengalihan rute tersebut berakibat penambahan waktu perjalanan sehingga mengalami keterlambatan selama seminggu atau dua minggu dibanding saat lewat jalur Laut Merah dan Terusan Suez.

Hal itu jelas sangat merugikan bagi Industri Pelayaran. Sebab Kecepatan berlayar merupakan faktor  penting bagi perusahaan pelayaran. Maka itu, keputusan untuk memulihkan kembali rute dagang lewat Laut Merah/Terusan Suez, bisa dibaca sebagai bagian dari strategi diversifikasi rute pelayaran, untuk menghindari wilayah konflik atau mengembangkan hubungan perdagangan dengan negara-negara baru untuk mengurangi risiko konsentrasi pasar. Strategi ini penting untuk menjaga stabilitas dan ketahanan rantai pasokan di tengah ketidakpastian global.

Apa yang akan terjadi jika dioperasikannya kembali jalur Laut Merah/Terusan Suez?

  • Dimulainya kembali operasi akan menjadi proses bertahap (‘masa transisi’), dimulai dengan kembalinya kapal-kapal curah dan tanker yang lebih kecil, sementara kapal-kapal pengangkut peti kemas berukuran sangat besar kemungkinan akan menjadi yang terakhir kembali.
  • Hal ini juga akan menimbulkan gangguan, karena pelabuhan-pelabuhan Eropa akan menjadi padat dan pelayaran dari Asia akan terhenti, yang berarti stabilisasi sistem akan memakan waktu berbulan-bulan. Tarif Trump juga dapat menciptakan gelombang baru.
  • Jarak tempuh tonase akan menunjukkan kontraksi segera setelah ‘jalan pintas’ dilanjutkan, tetapi kemungkinan besar hal ini akan paling umum terjadi pada tahun 2026.

Lepas daripada itu, Industri Pelayaran, utamanya industri pengiriman, tetap menjadi salah satu sektor yang paling rentan terhadap risiko ketegangan geopolitik dunia. Penyebabnya, adanya beberapa hambatan pada rute perdagangan utama, perannya dalam rantai pasokan global, dan kemampuannya yang terbatas untuk mengatur hasil produksi yang efektif dalam jangka pendek.

Maka itu, meski sudah diumumkan akan beroperasinya kembali rute dagang lewat Laut Merah/Terusan Suez, namun ara pemain raksasa pelayaran global masih khawatir soal situasi di Terusan Suez. Pasalnya, belum ada tanda-tanda gencatan senjata antara Israel dan Palestina. Selain itu,serangan militan Houthi Yaman masih dianggap sebagai ancaman serius.

Dengan kata lain, meski sudah ada gencatan senjata antara Palestina dan Israel, mereka belum yakin bahwa kontak senjata akan dengan serta merta berhenti. Frontline Management, operator armada tanker minyak, menilai setiap kemungkinan gencatan senjata masih terlalu rapuh untuk memberi jaminan keamanan awak kapalnya.

Namun terlepas dari adanya kekhawatiran itu, berkat implementasi kesepakatan gencatan senjata di Gaza pada 19 Januari tahun ini, stabilitas kembali terlihat di wilayah Laut Merah, seiring pula dengan berhentinya serangan Houthi terhadap kapal-kapal yang melewati Laut Merah.

Satu lagi aspek yang penting disorot adalah, Pengaruh Kebijakan Perdagangan Berbasis Geopolitik terhadap Ekonomi Global. Kasus kebijakan kenaikan tarif yang diumumkan Trump, membuktikan hal itu.

Pertimbangan geopolitik yang dalam perumusan kebijakan perdagangan memiliki potensi untuk memengaruhi ekonomi global secara luas. Kebijakan proteksionis, tarif, sanksi, dan pembatasan perdagangan yang didorong oleh pertimbangan geopolitik dapat mengganggu aliran barang dan jasa lintas batas negara, memicu inflasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan bahkan memicu resesi global. Oleh karena itu, penting untuk memahami interaksi kompleks antara geopolitik dan perdagangan dalam konteks ekonomi global saat ini.

Dengan demikian, kembali ke isu sentral tulisan ini, ketika geopolitik mempengaruhi Industri Pelayaran, utamanya Industri Pengiriman Tanker/Tanker Shipping. Maka Industri logistik kontainer perlu terus memantau secara cermat perkembangan geopolitik, menganalisis dampaknya terhadap perdagangan dan rantai pasokan, dan menyesuaikan strategi bisnis mereka dengan cepat dan efektif untuk memastikan kelancaran operasi dan stabilitas rantai pasokan global. Kerja sama internasional dan dialog antar negara juga krusial untuk meredakan ketegangan geopolitik dan menciptakan lingkungan perdagangan yang lebih stabil dan dapat diprediksi.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com