Kisruh DPT, Fenomena Lazim

Bagikan artikel ini

Rio Wattimena Pengamat Sosial Tinggal di Ambon

Masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) menjadi salah satu permasalahan klasik yang mewarnai pemilihan umum kepala daerah dan Pilpres. Menjelang 2014, permasalahan ini kembali mencuat ke masyarakat. Pasalnya jumlah calon pemilih Pemilu 2014 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sesuai dengan temuan beberapa partai politik. Jumlah yang diumumkan oleh KPU adalah sekitar 186 juta dan masih ada 10,4 juta DPT bermasalah. KPU kemudian memverifikasi lagi bahwa sekitar 3,2 juta nama pemilih tidak bermasalah. Sedangkan PDI Perjuangan mengklaim menemukan sebanyak 10,8 juta daftar pemilih tetap bermasalah.

Untuk membahas masalah tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melaksanakan pertemuan dengan pemimpin lembaga tinggi Negara. Pertemuan dilaksanakan pada 13 November 2013 di istana negara dan dihadiri Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Sidarto Danusubroto, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman, Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo, Ketua Komisi Yudisial Sumarman Marzuki dan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Sementara pimpinan lembaga negara dan anggota kabinet yang hadir adalah Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menteri Koordinator bidang Kesra Agung Laksono dan Menteri Koordinator bidang Polhukam Djoko Suyanto.

Saat membuka pertemuan tersebut, Presiden SBY secara eksplisit membantah tuduhan bahwa pemerintah sengaja membuat daftar pemilih tetap (DPT) nasional untuk pemilu legislatif 2014 bermasalah. “Muncul kecurigaan pemerintah sengaja membuat DPT bermasalah. Saya pernah baca di media cetak jangan-jangan ini upaya untuk melanggengkan kekuasaan yang ada,” tutur SBY.

Presiden menangkis isu bahwa jumlah calon pemilih sengaja diutak-atik. Menurutnya  ada peran kepala daerah yang berasal dari berbagai parpol dalam penyusunan daftar pemilih sehingga tidak logis jika ada isu bahwa penyusunan DPT diarahkan untuk keuntungan salah satu partai.

“Kalau kita logis, kalau pemerintah dianggap mau ciptakan masalah, pemerintah menurut undang-undang mempunyai tugas, kewajiban dalam proses penyusunan dan penetapan DPT meskipun lebih banyak dilakukan oleh KPU. Ada tugas Mendagri, Menteri Luar Negeri, setelah itu para gubernur, bupati dan walikota. Dengan demikian, kalau kita pahami anatomi politik kita, para gubernur, bupati dan walikota juga berasal dari semua parpol yang ada di negeri kita ” tandas Presiden.

Presiden juga mengatakan bahwa dirinya enggan untuk menanggapi, atau mendikte KPU karena segala sesuatunya sudah diatur UUD 1945 dan Undang-Undang. Hal ini untuk mencegah misinterpretasi rakyat bahwa Presiden mengintervensi KPU.

Senada dengan Presiden SBY, Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) yang saat ini menjabat Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan menilai bahwa DPT yang masih bermasalah perlu dicarikan solusi bersama. Untuk Pemilu 2014 mendatang, Taufik mengatakan bahwa seluruh stakeholder harus berkonsentrasi untuk mencari pemimpin nasional. Isu-isu miring yag berkaitan dengan DPT perlu disampingkan karena pada 2014 tidak akan ada lagi urusan kepentingan oposisi dan incumbent.

“Ini masalah semua stakeholder. 2014 kan secara tidak langsung sudah tidak ada incumbent. Yang terpenting, bagaimana semua pihak mencari solusi agar Pemilu 2014 sukses tanpa berujung gugatan,” kata Taufik.

Taufik juga menilai bahwa selain mengkritisi KPU, semua pihak perlu memberikan apresiasi dengan apa yang telah dicapai KPU hingga saat ini. Taufik menambahkan, baru kali ini KPU secara berkala memberikan laporan daftar DPT kepada peserta pemilu (parpol).

“Sebelumnya tidak pernah ada KPU memberikan draf secara konsisten. Ini patut diapresiasi, tidak hanya kepada KPU melainkan apresiasi kepada seluruh penyelenggara. Terlepas belum tuntasnya DPT 10,4 juta, namun di sisi lain KPU telah secara konsisten memberikan draf kepada seluruh Parpol,” ungkapnya.

Jika melihat kondisi geografis, aspek demografi serta sarana prasarana di daerah, permasalahan DPT ini sebenarnya bisa dimaklumi. Penduduk Indonesia yang tersebar di ribuan pulau-pulau kecil menyulitkan proses pencatatan. Dalam berbagai kasus, data penduduk yang berada di wilayah-wilayah terpencil tidak tercatat dengan baik. Kalaupun tercatat di level desa atau kecamatan, data tersebut belum tentu tercatat di pusat karena keterbatasan teknologi informasi dan transportasi. Selain itu database antar lembaga belum terintegrasi secara online sehingga memungkinkan perbedaan data antar lembaga.

Ada berbagai faktor yang berdampak munculnya DPT bermasalah. Karenanya, masalah ini memang tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada KPU. Pengawasan terhadap pemilu merupakan kewajiban dan kewenangan seluruh pemangku kepentingan, termasuk parpol. Kisruh soal jumlah DPT ini sekaligus menjadi sinyalemen bahwa parpol ikut terlibat untuk menjamin hak politik masyarakat. Artinya masyarakat tidak perlu khawatir bahwa hak suaranya akan diselewengkan. Selama KPU tetap bersikap terbuka terhadap parpol peserta pemilu, parpol dapat mengawasi mekanisme persiapan pemilu secara transparan. Sikap terbuka dari KPU diharapkan mampu menghapus kecurigaan masyarakat terhadap pemerintah dan juga kecurigaan di kalangan paprpol. Semoga permasalahan terkait DPT dapat dibenahi dan diantisipasi sebelum pelaksanaan pemilu 2014. Jika tidak, isu DPT bermasalah bisa saja dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk mendelegitimasi hasil pemilu 2014 nanti. Konsekuensinya anggaran yang seharusnya dimaksimalkan untuk pembangunan fisik harus dialokasikan untuk membayar ongkos politik yang lebih besar.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com