Koalisi Parpol

Bagikan artikel ini

Andrepena, aktivis yang tergabung dalam Kajian Nusantara Bersatu

Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer,  sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai, sedangkan oposisi koalisi adalah sebuah oposisi yang tersusun dari koalisi beberapa partai. Yang dimaksud dengan partai oposisi adalah partai yang memiliki fungsi sebagai partai pengkoreksi kebijakan pemerintah bilamana kebijakan tersebut sangat tidak menguntungkan dan memberatkan rakyat,terutama rakyat  kecil. Sedangkan yag dimaksud dengan partai Koalisi, ialah partai yang selalu mendukung (terkadang juga tidak) kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Koalisi dibentuk dan dipimpin oleh partai pemenang Pemilu (Partai Pemerintah), yang merangkul partai yang tidak lolos pemilihan, untuk bergabung di Pemerintahan. Tujuannya agar Pemerintah mendapatkan persetujuan Parlemen untuk setiap kebijakan yang dikeluarkan, dengan dibentuknya koalisi. Apabila Koalisi menguasai Parlemen, otomatis kebijakan yang akan dikeluarkan Pemerintah, akan dengan mudah mendapat persetujuan Parlemen.

Namun dalam sejarah pemerintahan Indonesia yang menganut multi partai seperti saat ini, meskipun sistem pemerintahan kita adalah presidentil, untuk dapat membangun suatu pemerintahan yang kuat dan stabil tetap memerlukan koalisi antara partai politik. Sehingga dapat dikatakan meskipun sistem pemerintahan Indonesia adalah presidentil, namun dalam prakteknya  sudah bersifat parlementer.
Koalisi Partai Politik di Era Reformasi

Setelah terjadi gelombang aksi protes mahasiswa dan masyarakat Indonesia terhadap Presiden Soeharto, akhirnya pada  Mei 1998 kekuasaan orde baru dapat dijatuhkan dan lahirlah era reformasi. Dalam era reformasi mulai bangkit kembali faham kepartaian dan koalisi kepartaian dimana pada waktu itu orang berlomba-lomba untuk mendirikan partai sebagai saluran aspirasi dan perjuangan politiknya. Dalam era reformasi bisa dibagi dalam tiga periode pemilu yaitu pemilu 1999, 2004, dan 2009 yang mana dalam tiga Pemilu tersebut telah terjadi pengadopsian faham kepartaian dan koalisi kepartaian.
Pemilu 1999

Setelah dilakukan seleksi sebagai syarat untuk bisa berpartisipasi dalam pemilu, hanya ada 48 partai politik yang lolos menjadi peserta pemilu 1999, dan akhirnya PDI-P yang di pimpin oleh Megawati Soekarno Putri menjadi pemenang pemilu dengan memperoleh 35.689.07335.689.073 suara dan 153 kursi DPR. Meskipun sebagai pemenang pemilu, PDI-P tidak bisa mengantarkan Megawati sebagai presiden karena harus bersaing dengan partai-partai lain terutama yang membentuk koalisi Poros Tengah yang terdiri dari parta-partai islam seperti PAN, PPP, PKB, PK dan PBB menjadi alternatif solusi untuk menjembatani dua kubu yang bersaing yaitu kubu PDI-P dan Partai Golkar. Dan ditengah perseteruan politik yang cukup tajam tersebut akhirnya terpilihlah KH. Abdurrahman Wahid yang didukung oleh koalisi Poros Tengah menjadi presiden keempat mengungguli Megawati yang didukung oleh PDI-P yang notabene adalah partai pemenang pemilu.
Pemilu 2004

Dalam Pemilu 2004 pemilihan legislatif dilakukan dengan cara proporsional terbatas dengan memilih gambar sehingga penentuan calon anggota DPR berdasarkan nomor urut yang telah ditentukan oleh partai. Sedangkan dalam pemilihan Presiden dilakukan secara langsung bukan lagi melalui MPR sesuai dengan UUD 1945 Pasal Pasal 6A Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden,  UUD 1945 Pasal 6A Ayat 2  menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.  Inilah yang bisa jadi kesimpulan kalau sistem koalisi partai mulai diadopsi dalam sistem presidensial Indonesia.
Pemilu 2009

Dalam Pemilu ini telah dilakukan perubahan terhadap undang-undang Pemilu yaitu Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. dan Undang-undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pemilu ini juga masih menerapkan electoral treshold 2,5% kursi DPR, dan menggunakan parleimentary treshold dimana partai-partai politik jika tidak memenuhi 2,5% kursi DPR maka suaranya hangus dan tidak bisa mengikuti pemilu berikutnya kecuali bergabung dengan partai lain atau mengubah nama. Pada pelaksanaan pemilu 2009 terjadi Partai Demokrat yang sebelumnya di Pemilu 2004 hanya menempati peringkat lima, pada pemilu 2009 menempati peringkat pertama dengan memperoleh suara 20,85%. Pasangan SBY-Budiono yang memenaka Pilpres kemudian membentuk kolaisi dengan menggandeng sejumlah partai sedangaknPDI Perjuanan dan Gerindra menjadi partai oposisi.
Wacana Koalisi Pemilu 2014

Menjelang pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April 2014 mendatang, sejumlah partai politik mulai merancang untuk melakukan koalisi guna memenuhi target presidential thershold (PT) sebagaimana diamanatkan undang-undang Pemilu yang masih berlaku. Mengacu pada hasil survey yang sudah dirilis oleh berbagai lembaga survey, kemungkinan besar tidak akan ada partai politik yang tidak melakukan koalisi dengan partai politik lainnya. Hal itu berarti dalam pemerintahan mendatang koalisi antara partai politik masih tetap ada, sedangkan koalisi oposisi  sejauh ini belum  terlihat.

Selain untuk memenuhi PT, koalisi juga diperlukan untuk mendukung pemerintahan yang terbentuk, terutama dalam  pengambilan  keputusan yang strategis yang memerlukan persetujuan DPR agar roda pemerintahan tetap berjalan lancar dan stabil. Masyarakat tentu berharap agar langkah yang akan dijalankan oleh partai-partai politik untuk berkoalisi, semuanya mengarah kepada terciptanya iklim demokrasi yang sehat dan pemerintahan yang legitimate. Namun demikian rencana koalisi tersebut, nampaknya baru akan terealiser setelah publik mengetahui dengan pasti hasil pemilihan anggota DPR periode 2014-2019 yang akan dilaksanakan pada 9 April 2014 mendatang. Jika koalisi kuat dan solid, maka pemeringtahan yang berkuasa akan mudah dalam membuat setiap kebijakan yang memerlukan persetujuan DPR, sehingga siapapun yang nanti menjadi presiden dapat menjalankan pemerintahan dengan tenang.

Yang menarik adalah sampai saat ini beberapa partai politik yang diperkirakan unggul dalam Pemilu Legislatif,  baru menyodorkan calon presiden dan belum menetapakn pasangan calon wakil presiden. PDI Perjuangan telah menetapkan Joko Widodo, dan  Partai Golkar sudah menetapkan Abu Rizal Bakri, sedangkan Partai Gerindra menetapkan Prabowo Subianto, kecuasli   Partai Hanura merupakan satu-satunya Parpol yang sudah menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Hanya saja semua peluang itu akan sangat tergantung pada hasil Pemilu legilslatif. Parpol yang sudah menetapkan calon presiden diperkiarakan akan berkoalisi dengan parpol lain agar dapat mengajukan pasangan calon prwesiden dan wakil presiden untuk maju dalam pemilihan presiden.

Berdasarkan informasi yang beredar melalui berbagai media, ada beberapa Parpol yang kemungkinan besar tidak dapat melakukan koalisi karena adanya perbedaanpandangan  diantara elite parpol tersebut. Koalisi antara kubu Prabowo Subianto dari Gerindra dengan Jokowi dari PDI Perjuangan, hampir pasti sudah tidak mungkin terjadi  karena adanya perseteruan politik yang keras antara Prabowo dengan Megawati terkait perjanjian Batu Tulis. Demikian juga antara PDI Perjuangan  dengan kubu Partai Demokrat yang dipimpin SBY, yang bermasalah di mata Megawati Soekarnoputri. Dari sekarang sudah bisa dilihat jika sulit terjadi koalisi antara Prabowo Subianto dengan Jokowi, juga antara Jokowi dengan kubu SBY. Sementara di kalangan partai menengah, yang saat ini mulai terlihat adalah gestur PPP yang mungkin akan berkoalisi dengan Gerindra. Kehadiran Ketua Umum  DPP PPP, Suryadharmna Ali pada acara kampanye umum Partai Gerindra di Gelora Bung Karno adalah salah satu buktinya. Namun demikian, kedua kubu Parpol tersebut belum membuat kesepakatan tertulis karena masih menunggu hasil Pileg 9 April 2014. Jika perolehan suara kedua Parpol itu belum memenuhi PT, kemungkinan koalisi harus dilakukan dengan mengajak partai politik lainnya.  Mengajak  parpol lain bergabung dalam koalisi, memerlukan pengorbanan tersendiri karena bisanya Parpol pendukung akan memintah jatah pada kementerian yang akan dibentuk jika koalisi tersebut memenangkan Pemilu presiden.

Tidak ada aturan bahwa partai yang akan berkoalisi harus memiliki kesamaan  politik, dalam koalisi pemerintahan SBY jilid II,  koalisi dilakukan multi partai. Namun koalisi seperti itu cukup rawan, karena terkait kebijakan pemerintah yang memerlukan persetujuan DPR banyak anggota koalisi yang membalelo. Mereka memilih berseberangan dengan pemerintah dengan alasan harus memenuhi keinginan rakyat banyak yang menolak kebijakan pemerintah tersebut, seperti rencana kenaikan BBM atau tarif listrik. Terkait dengan wacana koalisi, terdapat beberapa ide yaitu, anatara sesama partai nasionalis, antara sesama partai islam atau kombinasi antara nasionalis dan islam.

Yang perlu diperhatian adalah koalisi antara sesama parpol jangan karena kepentingan sesaat, tetapi koalisi harus karena kesamaan basis politik.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com