Kerja sama antara Indonesia dan Ukraina di bidang kemanusiaan sebenarnya sudah terjalin cukup erat setidaknya sejak 2015. Sebagaimana dirilis oleh kedutaan besar Ukraina di Jakarta melalui situsnya pada 12 Maret 2015 lalu, Atas permintaan dari Kedutaan Besar Ukraina di Republik Indonesia, maka perusahaan farmasi Indonesia, “Sanbe Farma” dan “Novell Pharmaceutical Laboratories” menyumbangkan 500 ribu UA Hryvna dalam bentuk obat-obatan kepada Kepala Klinik Rumah Sakit Militer Kementerian Pertahanan Ukraina.
Baca: Bantuan Kemanusiaan Dari Indonesia Untuk Ukraina
Selanjutnya kedutaan besar Ukraina di Jakarta mengatakan, Kontribusi bantuan kemanusiaan Indonesia dalam masa-masa sulit bagi Ukraina seperti sekarang ini telah membuktikan hubungan persahabatan kedua negara. Terlepas dari kenyataan bahwa Ukraina dan Indonesia terpisah jauh secara geografis, mereka disatukan oleh keinginan untuk hidup dalam aturan yang berdasarkan hukum masyarakat demokratis.
Begitu pula pada 25 March 2022, dalam pertemuan antara Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin dengan Ketua Presidium MER-C, Sarbini Abdul Murad, Sarbini mengungkapkan tujuan kunjungan MER-C adalah murni dalam kerangka kemanusiaan, tidak berkaitan dengan politik.
Sebagai NGO yang berfokus pada kemanusiaan dan perdamaian serta telah memiliki pengalaman di berbagai wilayah perang dan konflik baik di dalam maupun di luar negeri, MER-C mempunyai tanggung jawab moral untuk turut mengambil peran dalam rangka mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar. Selain itu, pertemuan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi langsung dari tangan pertama mengenai situasi dan permasalahan kemanusiaan yang ada.
Melalui pertemuan Sarbini dan Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin, dua dari tiga pesan duta besar Hamianin memang sesuai dengan garis kebijakan luar negeri RI yang tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara sahabat. Misalnya Ukraina meminta Indonesia untuk mempertimbangkan pengiriman tenaga medis dan obat-obatan secepatnya ke Ukraina untuk menolong para korban. Kedua, Ukraina meminta agar menyampaikan kepada Pemerintah Indonesia untuk merespon bantuan kemanusiaan bagi Ukraina.
Baca:
Dubes Ukraina untuk Indonesia Sampaikan Tiga Hal Ini Kepada MER-C
Namun poin pesan ketiga dari Duta Besar Ukraina sepertinya harus dicermati secara kritis dan cermat. Dalam pesan ketiga, Duta Besar Vasyl Hamianin berharap agar MER-C membantu menyampaikan kepada pemerintah Indonesia untuk dapat bersuara dalam rangka menghentikan segera perang berskala besar tersebut.
Sepintas memang sebuah harapan yang sangat wajar untuk mendorong Indonesia secara pro aktif berperan menjadi penengah atau juru damai antara Rusia dan Ukraina. Dan sebetulnya sudah sempat dilakukan juga melalui prakarsa mantan Joko Widodo saat masih menjabat presiden. Namun frase kata yang digunakan yaitu “pemerintah Indonesia untuk dapat bersuara dalam rangka menghentikan segera perang berskala besar,” sepertinya mengandung seruan dan desakan agar Indonesia mengambil sikap terlebih dahulu apakah berpihak kepada Rusia atau kepada Ukraina.
Jika Indonesia pada perkembangannya kemudian condong berpihak kepada Ukraina, maka harapan agar Indonesia tampil memainkan peran sebagai juru damai Rusia-Ukraina yang netral dan dipercaya oleh kedua negara yang saling bermusuhan tersebut (Ukraina-Rusia), rasa-rasanya sulit untuk diwujudkan.
Yang paling terkini, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta berkolaborasi dengan Kedutaan Besar (Kedubes) Ukraina dan Kedubes Kanada menggelar Ukrainan Art Exhibition atau Pameran Seni Ukraina di UPT Perpustakaan perguruan tinggi tersebut pada 27 September sampai 19 Oktober 2024.
Baca: UIN Sunan Kalijaga Kolaborasi dengan Kedubes Ukraina Gelar Pameran Kemanusiaan
Pameran Seni Ukraina, adalah salah satu cara untuk membangun solidaritas dan menumbuhkan empati di kalangan pengunjung, sehingga mereka dapat merasakan penderitaan yang dialami orang-orang yang diperlakukan semena-mena. Pameran tersebut menampilkan karya-karya seni dari Pictoric, sebuah kelompok seniman Ukraina yang berdedikasi mengumpulkan dan menciptakan karya-karya seni yang menggambarkan keadaan perang.
Sampai di sini, kolaborasi kemanusiaan/humanitarian collaboration antara Indonesia dan Ukraina, memang masih didasari oleh semangat menegakkan kemanusiaan dan keadilan. Namun ada sebuah catatan penting yang harus dicermati melalui pidato sambutan Duta Besar Ukraina di Indonesia, Vasyl Hamianin, ketika membuka pameran. Dalam sambutannya Duta Besar Hamianin menyoroti paradoks kebebasan sebagai nilai universal yang sering kali tidak mendapat dukungan setara. Pihaknya mempertanyakan mengapa perjuangan mempertahankan kebebasan sering terasa terisolasi.
Menurut Hamianin, hanya seni yang mampu mengungkap emosi mendalam, seperti penderitaan dan rasa kehilangan tempat tinggal yang dialami jutaan warga Ukraina. Sampai di sini, menurut saya ada pesan politis terselubung untuk menggalang event seni-budaya yang sejatinya sarat semangat kemanusiaan agar kolaborasi kemanusiaan antara Ukraina dengan negara-negara sahabat, berpihak mendukung pendirian politik luar negeri Ukraina.
Berbicara mengenai kemanusiaan, ada baiknya kita menelisik kembali dasar falsafah dan ideologi nasional bangsa Indonesia, Pancasila. Pancasila, dalam cara pandang Presiden Indonesia pertama, Sukarno, Pancasila bukanlah jalan tengah, melainkan jalan ketiga. ang memuat nilai-nilai pemersatu terhadap dua ideologi yang berseteru.
Watak pemersatu dalam Pancasila itulah sebenarnya ruh nasionalisme Indonesia. Meski beragam suku, etnik dan agama, Indonesia tetap utuh bersatu dalam satu negara. Dalam perspektif ideologis, Pancasila itu ialah manifestasi nasionalisme Indonesia. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, secara eksplisit dimaktubkan dalam Pancasila. Sila ini mengandung nilai nasionalisme. Bagaimana aktualisasi nilai nasionalisme ini dalam laku diplomasi Indonesia?
Dalam pandangan Bung Karno, nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sari internasionalisme. Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar dalam bumi nasionalisme.
Secara praktis artinya nasionalisme Indonesia diletakkan dalam bingkai ‘sosial kemanusiaan’. Maka, dikenallah ia dengan istilah ‘sosio-nasionalisme’: nasionalisme berdimensi kemanusiaan, sebuah kewajiban moral seperti dititahkan sila kedua, yaitu kemanusiaan yang beradab, dan sila ketiga Pancasila, Persatuan Indonesia.
Maka dalam bingkai ini pula lah sebaiknya pemerintah Indonesia merespons konflik bersenjata Ukraina-Rusia, jika memang benar-benar bermaksud memainkan peran strategis dan pro aktif sebagai mediator atau juru damai antara Ukraina dan Rusia.
Dengan itu, pemerintah Indonesia cukup peka untuk memilah mana kolaborasi berbasis kemanusiaan yang murni untuk bantuan kemanusiaan, dan mana yang hanya menggunakan isu kemanusiaan atau keadilan sebagai sarana terselubung melancakan propaganda menyudutkan Rusia, sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam konflik berskala besar tersebut.
Sebab meskipun fakta memperlihatkan bahwa Rusia memang melancarkan aksi militer terhadap Ukraina, ada sumber penyebab yang mendahului aksi militer tersebut, yang tidak bisa sepenuhnya merupakan kesalahan Rusia. Misalnya, adanya sikap provokatif AS dan negara-negara yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), untuk mengajak Ukraina bergabung dalam NATO. Sehingga Rusia terusik mengingat wilayah geografis Ukraina berbatasan langsung dengan wilayah kedaulatan nasional Rusia. Sehingga Rusia memandang aksi militer tersebut sebagai langkah self defence atau bela diri.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)