Saskia Yuli, aktivis tinggal di Cilincing, Jakarta Utara
Pemberitaan tentang Panglima TNI, Jenderal Moeldoko kembali hangat diberitakan media Singapura. Setelah sebelumnya ramai memberitakan tentang polemik permintaan maaf sang Jenderal atas penamaan KRI Usman Harun, kali ini Moeldoko santer diberitakan karena jam tangan mewah yang dikenakannya.
Media Singapura, mothership.sg, mengupas soal koleksi jam tangan mahal milik Jenderal Moeldoko, dikatakan bahwa harga jam tersebut belasan ribu dollar US. Beberapa jam tangan milik Moeldoko, antara lain IWC Pilot’s Watch Chronograph Top Gun Miramar yang seharga USD$ 12,700. Kemudian, Audemars Piguet Royal Oak Offshore Jarno Trulli Chronograph seharga USD$. 38,300, dan juga Audemars Piguet Millenary seharga USD$ 43.000. Media Singapura itu melihat jam tangan Moeldoko berdasarkan foto-foto pertemuan sang jenderal dengan sejumlah pejabat. Mabes TNI kemudian menepis pemberitaan itu dengan menyebut jam tangan sang jenderal produk China dan harganya tak seberapa.
Semestinya pihak Mabes TNI melalui Kapuspen tidak hanya sekedar mengeluarkan bantahan atas pemberitaan media Singapura tersebut dengan mengatakan jam Moeldoko buatan China yang harganya tidak seberapa. Di Indonesia saja banyak pihak yang dengan mudah mengetahui berapa harga sepatu Ratu Atut, berapa harga tas milik Ibu Ani Yudojono, atau berapa harga baju milik Miranda Gultom dan sebagainya hanya dengan melihat foto saja. Karena itu dengan mudah pula orang Singapura dapat mengetahui berapa harga jam tangan mewah milik Moedoko, apalagi jika mereka sebelumnya melakukan investigasi. Pasti semua bantahan tersebut akan terjawab, dan bila bantahan tersebut salah malahan bisa memperparah situasi pemberitaan.
Pihak Mabes TNI seharus mempertanyakan apa alasan media Singapura dibalik berbagai pemberitaan tersebut, bisa jadi media Singapura kesal dengan sikap Moeldoko yang menolak menghadiri dalam acara Singapore Airshow yang berlangsung 11-16 Februari 2014. Pembatalan itu gara-gara militer Singapura membatalkan undangan terhadap 100 perwira TNI dalam acara tersebut. Pembatalan undangan 100 perwiranya sebagai bentuk ketidakpuasan Singapura atas pemberian nama kapal tempur TNI Angkatan Laut KRI Usman Harun lalu melakukan tindakan sepihak, untuk tidak menghadirkan 100 orang perwira kesana.
Ketegangan antara Indonesia dan Singapura kembali mencuat, Singapura mengaku kecewa setelah dua prajurit memakai baju marinis dengan badge ‘Usman’ dan ‘Harun’ di acara Jakarta International Defence Dialogue (JIDD). JIDD 2014 adalah forum yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama antara negara-negara di wilayah Indo – Pasifik. Forum itu dihadiri sekitar 500 delegasi, termasuk pejabat militer dan pejabat pemerintahan dari 46 negara. Acara ini diadakan sebagai bagian dari ulang tahun Universitas Pertahanan Indonesia. Kementerian Luar Negeri Singapura mengaku kecewa dengan insiden itu dan menarik delegasi militer mereka dari acara tersebut, seperti dikutip dari laman Todayonline edisi Jumat 21 Maret 2014. Diberitakan sebelumnya, Singapura menganggap Sersan Dua Usman dan Kopral Harun Said tak lebih dari teroris yang membom negaranya tahun 1965. Menurut Kemlui Singapura, pejabat kami di Kedutaan Jakarta sudah berbicara dengan perwakilan Kementerian Luar Negeri RI dan TNI mengenai kekecewaan kami atas insiden di sebuah acara internasional itu, di mana Singapura diundang sebagai tamu.
Atau bisa jadi akibat pemberitaan Channel News Asia yang berjudul “Indonesian Armed Forces Chief Expresses Regret Over Naming of Warship”, sehingga Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) langsung menyambut baik permohonan maaf Panglima TNI. Karena pemberitaan tersebut Menteri Pertahanan Singapura, Ng Eng Hen mengatakan bahwa Angkatan Bersenjata Singapura (SAF) akan kembali menjalin hubungan kerjasama dan aktivitas militer dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dikatakannya saya menyambut baik permintaan maaf yang disampaikan Jenderal Moeldoko sebagai gerakan konstruktif untuk memperbaiki hubungan pertahanan di antara kedua negara. Untuk itu SAF akan menghidupkan lagi aktivitas kerjasama bilateral dengan TNI. Hal itu untuk memperkuat rasa saling pengertian dan persahabatan yang telah dibangun kedua negara selama lebih dari puluhan tahun. Namun ternyata pihak TNI membantah pemberitaan tersebut dengan mengatakan bahwa Koresponden Channel News Asia salah menafsirkan pernyataannya saat wawancara di Jakarta beberapa waktu lalu. Bantahan Mabes TNI itu, tentu saja dianggap mempermalukan Kementerian Pertahanan Singapura dan media Singapura juga dapat dianggap berbohong.
Atau jangan-jangan ada kepentingan politik dibalik pemberitaan tersebut. Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP PDIP, Maruarar Sirait mengungkapkan bahwa nama Moeldoko disebut cocok menjadi calon wakil presiden mendampingi Joko Widodo dalam pertarungan Pilpres mendatang. Tokoh potensial lainnya sebagai pendamping Jokowi diantaranya Ketua KPK, Abraham Samad, mantan Wakil, Presiden Jusuf Kalla, mantan KASAD, Ryamizard Ryacudu, mantan Ketua MK, Mahfud MD, Ketua Umum DPP PAN, Hatta Rajasa, dan Ketua Muslimat NU, Khofifah Indar Parawangsa. Apalagi disebutkan bahwa elektabilitas Moedoko cederung meningkat. Meski Jenderal Moeldoko masih menjabat sebagai Panglima TNI yang mempunyai tugas dan tanggungjawab terhadap TNI, tetapi apapun sifatnya jika negara membutuhkan seorang prajurit, jiwa militernya pasti terpanggil untuk terjun ke medan bakti. Pakar komunikasi politik UI, Prof . Tjipta Lesmana pun menilai bahwa sosok militer berpeluang untuk mendampingi calon presiden dari PDIP, Joko Widodo. Menurutnya yang paling berpeluang mendampingi Jokowi adalah Panglima TNI, Jenderal Moeldoko. Karena benci dengan Moeldoko, ada kemungkinan media Singapura melakukan pembunuhan karakter terhadap yang bersangkutan yang akan diajukan sebagai calon wakil presiden.
Blunder media dan respon pemerintah Singapura terhadap Panglima TNI itu tidak perlu kita tanggapi secara berlebihan, cukup saja bilang kalau kita ngga papa. Kalimat ini merupakan sindiran yang artinya makanya jangan merasa hebat, jago mendikte akhirnya malu sendiri. Singapura itu sepertinya sedang gelisah pada jati diri dan eksistensinya yang selalu merasa terancam terutama pada dua jirannya Indonesia dan Malaysia. Kegelisahan Singapura boleh jadi karena militer Indonesia mulai menggeliat, ekonomi tumbuh pasti, dalam sebutan PDB ekonomi kita menjulang di 15 besar dunia, jauh mengungguli Singapura dan negara ASEAN lainnya. Mereka membayangkan Indonesia 10 s/d 20 tahun ke depan, militernya jadi macan, ekonominya jadi beruang, rakyatnya makin sejahtera dalam bingkai nasionalis yang kuat. Tiga indikator ini yang membuat negeri itu galau meski pun kesejahteraan mereka masih tetap menjulang tak tertandingi di kalangan ASEAN. Info lainnya adalah kehadiran Batalyon Marinir di Batam ternyata menambah was-was negeri itu.
Kita tidak tahu sebenarnya apakah salah satu permasalahan yang disebutkan diatas atau bahkan seluruhnya yang menyebabkan media Singapura mengarahkan sasaran tembak kepada Panglima TNI. Yang pasti sebagai bangsa yang berdaulat Indonesia berhak menentukan apapun tanpa perlu mempertimbangkan perasan orang lain. Dukungan dan pembelaan terhadap penamaan KRI Usman Harun datang dari berbagai elemen bangsa, jika kita terus bersatu hati seperti itu, bangsa ini kedepan akan berhasil masuk dalam kelompok negara maju. Rakyat Indonesia mengaharapkan hal itu terwujud kelak.