Krisis Ukraina yang Menyadarkan Geopolitik bagi Indonesia

Bagikan artikel ini

Senin 7 April 2014, Global Future Institute (GFI) meluncurkan edisi kelima jurnal berkalanya, The Global Review Quarterly dengan mengangkat tema: Gagalnya Revolusi Warna di Ukraina. Dilanjutkan diskusi terbatas yang diikuti beberapa elemen strategis baik dari jajaran birokrasi pemerintahan, perguruan tinggi, organisasi massa, kamar dagang dan industri (KADIN), maupun dari kalangan mahasiswa.

Dalam pengantar diskusi, Direktur Eksekutif GFI Hendrajit menggarisbawahi dua hal penting. Pertama,  Indonesia sebagai bagian integral dari berbagai elemen strategis bangsa, mutlak perlu menyimak dan mengkaji berbagai faktor dan dinamika politik yang berkembang, seperti kondisi di Ukraina.

Kedua, dengan menarik hikmah dan pelajaran dari kasus Ukraina, khususnya dengan tumbangnya Presiden Viktor Yanukovich sebagai akibat dari konspirasi antara AS-Uni Eropa dan partai-partai oposisi di Ukraina, maka betapa pentingnya bagi suatu negara untuk memahami dan mengenali nilai strategis wilayah geopolitiknya. Sebab jika tidak, lanjut Hendrajit, maka sejatinya kita sedang membuka pintu yang seluasnya kepada berbagai kepentingan asing, untuk membangun dan menanamkan lingkup pengaruhnya di bumi nusantara.

Pandangan Hendrajit serta merta diperkuat Dr Santos Winarso Dwiyogo, Kepala Divisi Hubungan Bilateral Hubungan Internasional Kantor Sekretariat Wakil Presiden RI, yang diundang secara khusus oleh GFI sebagai pembicara. Menurut Dr Santos, sebagai bukti betapa pentingnya sebuah negara memahami nilai strategis wilayah geopolitiknya, hal itu telah dibuktikan secara nyata oleh Rusia, dalam mengantisipasi campur tangan AS dan Uni Eropa dalam penggulingan Presiden Yanukovich.

“Kalau dulu teori-teori geopolitik yang  bertumpu pada McKinder, Alfred Mahan dan Nickolas Spike dimanfaatkan oleh Amerika dan Inggris untuk mengepung Rusia dan melemahkan Jerman yang ketika itu merupakan musuh dari AS dan Inggris, maka sekarang justru sebaliknya. Rusia lah yang justru memanfaatkan teori-teori geopolitik para pakar tersebut untuk memperkuat kepentingan strategis negara beruang merah tersebut.”

Dengan kata lain Dr Santos hendak menegaskan bahwa teori-teori geopolitik Mckinder dan Mahan yang menekankan betapa pentingnya menguasai Heartland (Timur Tengah dan Asia Tengah) agar bisa menguasai dunia, sekarang Rusia telah menerapkan teori geopolitik tersebut untuk membendung pengaruh AS dan Uni Eropa di kedua kawasan tersebut.

“Kita lihat bagaimana Rusia dan Cina, sejak 2001 lalu, membuat persekutuan strategis Shanghai Cooperation Organization (SCO) yang pada hakekatnya ditujukan untuk membendung pengaruh AS di kawasan Asia Tengah,” katanya.

Pentingnya membangun kesadaran dan wawasan geopolitik, menurut Entjeng Shobirin, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang hadir sbagai peserta aktif dalam acara itu, memandang kasus Ukraina ini agar menjadi bahan pelajaran berharga bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia.

“Menurut saya dengan mengkaji dan mendalami kasus Ukraina, pemerintah dan berbagai elemen masyarakat Indonesia sudah saatnya menyadari betapa pentingnya memperjelas orientasi kebijakan politik luar negeri RI yang bebas dan aktif, sehingga kejelasan politik luar negeri yang bertumpu pada kesadaran dan wawasan geopolitik kita, pada perkembangannya akan memperjelas peta permasalahan yang dihadapi oleh kita sebagai bangsa baik kini maupun kelak,” ungkap Shobirin.

Dr Wirawan, anggota Komite Rusia di Kamar Dagang dan Industri (KADIN), menggarisbawahi tiga hal penting.Pertama, bersepakat dengan pandangan pada forum diskusi bahwa kemampuan Rusia dalam menghadapi dan menyikapi perkembangan di Ukraina pasca kejatuhan Yanukovich dengan menggerakkan pasukannya ke Crimea, telah mempertunjukkan kepada dunia internasional betapa Rusia sangat memahami dan mengenali kekuatan wilayah geopolitiknya maupun tujuan-tujuan tersembunyi dari negara-negara rivalnya seperti AS dan Uni Eropa, untuk menguasai dan membangun lingkup pengaruhnya di Ukraina.

“Keputusan Presiden Vladimir Putin untuk menguasai Crimea yang wilayahnya berada dalam kedaulatan Ukraina, membuktikan kemampuan Rusia membaca dan mengenali nilai strategis wilayah geopolitik Crimea terkait kepentingan strategis Rusia dalam melawan skenario pengepungan AS dan Uni Eropa melalui Ukraina,” kata Wirawan. (UG/GFI)

Sumber: Majalah Indo Petro, halaman 50

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com