Malaysia Ditekan Barat Untuk Tata Ulang Pengelolaan Minyak di Sabah

Bagikan artikel ini

M Arief Pranoto, Research Associate Global Future Institute (GFI)

Tulisan ini merupakan tanggapan atas artikel Hendrajit berjudul “Bocoran Snowden, Momentum Indonesia-Malaysia Galang Kerjasama Strategis ala BRICS di Asia Tenggara”: Jika mencermati bocoran Edward Snowden, kenapa Malaysia juga menjadi “target” Paman Sam, bukankah ia termasuk negara persemakmuran bekas jajahan Inggris dan sekutu Amerika Serikat (AS) di Asia Tenggara? Jawabannya sederhana: “if you would understand world geopolitic today, follow the oil”. Itulah kajian Deep Stoat yang masih relevan hingga kini, terutama jika digunakan untuk mengurai kemana langkah superpower berujung.

Masih ingat konflik Sabah kemarin? Itulah Negara Bagian Malaysia yang kesannya seperti ujug-ujug diserbu Sultan Kiram III, dengan dalih (isue) rakyatnya menginginkan romantisme desa Tandua, Lahad Datu kembali menjadi wilayah Kesultanan Sulu. Tidak tangung-tanggung, penyerbuan langsung dipimpin oleh putra mahkota Sulu, Raja Muda Agbimuddin Kiram.

Dalam motivasi konflik atau perang apapun, isue yang diusung Sultan Kiram terlihat lucu, janggal dan boleh dikatakan ‘mengada-ada’. Inilah yang tersurat. Maka mengkaji konflik dimaksud terasa agak “rancu”. Dalam artian, jika Taliban, gerilyawan Vietnam (1975), atau arek-arek Surabaya (1945) dahulu bertempur demi menegakkan kedaulatan negara dari cengkraman kolonialisme asing, maka perilaku tentara Sulu dari aspek (motivasi) geopolitik terbilang langka. Bukankah Sulu bagian kedaulatan Philipina, kenapa Pemerintah Aquino tidak bisa berbuat banyak? Dari mana Kesultanan Sulu mendapat budget operasi militer, sedangkan menurut Pemerintah Filipina, dia sangat miskin, ujar Mahathir dikutip The Star, Sabtu (16/3/2013), dll.

Sultan Sulu mengklaim dirinya mendapat “dukungan diplomatik” dari asing. Konon ada satu negara Barat membantu dalam menyelesaikan sengketa Sabah. Entah negara mana, hingga kini belum terkuak. Akan tetapi bila merujuk kajian Deep Stoat tadi, mengendus hipotesa atas motivasi serbuan tentara Sulu di atas, niscaya terkait erat dengan produksi minyak di Sabah. Kemungkinan besar, ada “titipan skenario” pihak asing yang meremot pasukan Sulu dari kejauhan terkait pengelolaan minyak. Pihak manakah itu? Mari kita perdalam handout ini.

Media Free Malaysia Today memberitakan, Sabah memiliki cadangan minyak 1,5 miliar barrel di tahun 2011, sedang cadangan gas alam tercatat 11 triliun kubik. Diketemukannya beberapa sumber minyak dan gas (migas) baru di Sabah, semakin menambah cadangan migas Malaysia. Kekayaan minyak Sabah dikelola Petronas, perusahaan minyak yang didirikan tahun 1974 dan dimiliki oleh pemerintah federal. Dalam sebuah perjanjian yang ditanda tangani pada tahun 1975, Sabah menerima royalti sebesar 5% dari nilai kotor produksi minyak. Di tahun 2011 saja, Petronas meraup keuntungan atas penjualan minyak Sabah senilai RM 15 miliar atau sekitar Rp 47 triliun. Menggiurkan!

Menguak keremangan kasus di Sabah, tampaknya statement Tony Cartalucci bisa dijadikan titik pembuka. Tony adalah research associate dari Central Research for Globalization (CRG), Kanada, pimpinan Prof Michel Cossudovsky. Ia menemukan indikasi, bahwa kekerasan di Sabah terkait dengan kampanye Wall Street guna menginstal Anwar Ibrahim sebagai Pemimpin Malaysia (Head of Malaysia).

Anwar Ibrahim, kata Tony, merupakan sosok oposisi di Malaysia dari Partai Islam Malaysia (PAS), dimana sebagian waktunya dihabiskan untuk melayani kepentingan Barat. Anwar adalah Ketua Komite Pembangunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), Konsultan Bank Dunia (WB), pengajar di Johns Hopkins University, panelis di Neo-Con Lined di National Endowment for Democracy (NED) dan NED Donation Ceremony. NED. Data lainnya, NED pula yang mendanai gerakan BERSIH, yaitu gerakan massa jalanan (semacam Arab Spring) yang diciptakan oleh, untuk dan dalam rangka pelayanan ambisi politik Anwar Ibrahim.

Tak bisa dipungkiri, gerakan BERSIH dekade 2012-an kemarin sempat membikin geger Kuala Lumpur karena mengerahkan ratusan ribu massa, bahkan ada yang menilai gerakan tersebut merupakan embrio Asia Spring (Musim Semi Asia), reinkarnasi Arab Spring yang dianggap “gagal” di Jalur Sutera. Ya. Musim Semi Arab dioperatori oleh Central Applied Non Violence Action and Strategies (CANVAS), anak organisasi NED, LSM-nya Pentagon yang didanai oleh Kongres AS dalam rangka mendukung: “kebebasan di seluruh dunia.” Dan di Malaysia, sepertinya NED meremot Anwar Ibrahim dari kejauhan.

Sesuai isyarat Global Future Institute (GFI), Jakarta, bahwa pergeseran geopolitik(geopolitical shift) global bergerak dari Jalur Sutera menuju Laut Cina Selatan dengan isue baru bertajuk “sengketa perbatasan”. Bukan lagi isue genocida ketika Paman Sam dan NATO membombardir Libya, tidak pula isue senjata kimia sebagaimana Barat menekan Syria, atau bukan lagi masalah nuklir guna mengucikan Iran, dll.

Dalam pola asymmetric warfare, pasca isue ditebar ke publik niscaya bakal muncul “tema”, kemudian ditancapkan “skema” kolonial oleh Barat. Ini sudah jamak dalam peperangan asimetris. Penyerangan tentara Sulu ke Sabah sejatinya adalah tema gerakan kolonial dengan mengkedepankan (wayang) Sultan Kiram III dan pasukannya. Tak boleh tidak, tampaknya ini selaras dengan tuduhan PM Najib kepada Anwar Ibrahim karena “mengundang” tentara Kesultanan Sulu masuk ke wilayah Sabah. Meskipun Anwar membantah tuduhan tersebut, tetapi tidak akan ada asap tanpa ada api. Dimanapun statement seorang PM bukanlah asal njeplakatau tiba-tida tanpa dasar, niscaya Malaysia sudah mengantongi informasi terkait “undangan” Anwar terhadap Kesultanan Sulu agar menduduki Lahad Datu. Pertanyaan muncul: adakah “skema” yang hendak ditancapkan oleh Barat di Sabah?

Mencermati fakta-fakta di atas, maka prakiraan tujuan (skema kolonial) pendudukan Sabah oleh tentara Kesultanan Sulu, dimungkinkan selain tata ulang dan renegosiasi atas konsesi serta pengelolaan migas di Sabah, oleh karena selama ini dimonopoli oleh Petronas, Malaysia, juga kepentingan atas pengendalian geopolitik dan geostrategi oleh Barat —lokasinya berdekatan— dengan pertimbangan bertambah memanasnya suhu politik serta aura perang di Laut Cina Selatan dan sekitarnya.

Maka menjawab pertanyaan di awal catatan ini, kenapa Malaysia juga disadap oleh Paman Sam sesuai isyarat Snowden? Jawabannya bisa ditebak: “terkait materi kontra skema yang hendak dipersiapkan Malaysia dalam hal (tekanan) tata ulang oleh Barat atas pengelolaan minyak di Sabah oleh Petronas”.

Terimakasih

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com