Mandulnya Geopolitik Barat di Laut Cina Selatan

Bagikan artikel ini

Suhu geopolitik di Laut Cina Selatan (selanjutnya disingkat: LCS) kian hari semakin memanas meski belum pada titik didih optimal. Para pihak yang bertikai khususnya Amerika (AS) dan Cina, contohnya, selain telah menyalakan perang diplomatik, melakukan provokasi, juga sudah saling lempar apa yang disebut dengan istilah shock and awe. Saling menebar kejutan dan gertak sebagai awal sebuah peperangan. Itu sudah jamak dalam dunia geopolitik. Dan barangkali tinggal menunggu trigger saja, atau siapa kelak memicu duluan, maka peperangan terbuka antara AS versus Cina pun jadi keniscayaan.

Jika kelak memang meletus di LCS, agaknya prediksi itu sejalan dengan analisa Samuel P Huntington dalam Clash of Civilization and the Remaking of World Order, serta sesuai pula dengan isyarat PW Singer melalui Ghost Fleet, dimana posisi Indonesia —dalam sci-fi peperangan nanti— dinarasikan sudah bubar, lenyap dari muka bumi. Inilah prolog catatan.

Akan tetapi, tulisan ini tak mengarah ke sana baik dalam hal kesiapan perang maupun upaya provokasi para pihak, shock and awe, dan seterusnya. Catatan ini hanya menyoroti perilaku geopolitik AS yang terlihat tak lagi lazim. Kenapa? Karena biasanya ia begitu agresif, sangat represif serta cepat bereaksi di panggung geopolitik global tatkala “ruang hegemoni”-nya disentuh atau tersentuh. Apalagi diganggu.

Ya. Dalam perspektif hegemoni AS, siapapun entah state actor ataupun non-state actor jika kiprah mereka telah menyentuh ruang hegemoni AS maka mutlak dilemahkan, dihambat, kalau perlu dihancurkan baik secara hard power maupun smart power. Itulah kredo hegemoni AS.

Tapi di panggung LCS kali ini, AS terlihat “mandul”. Ya, mandul. Ada hasrat bereaksi tetapi ragu-ragu bahkan boleh dibilang loyo. Tidak ada tenaga. Entah kenapa.

Masih ingat ketika koalisi militer (NATO) pimpinan AS menyerbu Irak dan Libya hingga luluh lantak; apa sebabnya? Tentu selain minyak, hanya gegara Saddam Hussein dan Moamar Ghadafi hendak mengubah alat transaksi minyak serta cadangan devisanya dari US Dollar ke Euro (Irak) dan Dirham (Libya). Padahal Saddam dan Ghadafi baru berkehendak saja —belum terlaksana— AS langsung bereaksi keras dan agresif menyerbu. Anarkisme global dipertontonkan oleh Barat di depan mata dunia namun publik global diam membisu. Tidak siapapun negara berani protes.

Tetapi tatkala Cina bermanuver lewat teori ruang atau lebensraum bermodel One Belt One Road (OBOR) atau kini disebut Belt and Road Initiative (BRI), kemudian menantang duel melalui trade war, bahkan bersama beberapa negara lain telah berani mencampak US Dollar dalam setiap transaksi ekspor-impor, dan paling aktual Cina telah menerbitkan crypto currency (uang digital) berlogo Bank Central Tiongkok dan terkesan hendak menggeser peran US Dollar secara perlahan. Pertanyaan menggelitik muncul, “Kenapa Paman Sam tidak bereaksi atas manuver Cina?”

Padahal secara hegemoni, langkah Cina bukan cuma sekedar “menyentuh” namun sudah memasuki bahkan hampir mengobrak-abrik ruang hegemoni AS.

Di satu sisi, sebenarnya AS tidak tinggal diam. Secara (geo) strategi, ia sudah bergerak melalui smart power, misalnya, upaya perlucutan nuklir Korea Utara —meski gagal— atau melalui Asia Spring kendati hanya Hongkong yang gaduh, sedang aksi di negara lainnya tidak signifikan. Makanya gebyar sentimen anti Cina terlihat marak di berbagai negara. Ya, selain kuat diduga hal itu merupakan manuver smart power Barat cq AS sebagaimana Arab Spring di Jalur Sutra dahulu, tampaknya isu sentimen itu juga dipicu oleh perilaku agresif Cina dalam meluaskan ruang hidup melalui skema OBOR atau BRI bermodus investasi berpola Turnkey Project Management (TPM). Sementata di sisi lain, selain faktor miliaran dolar surat utang AS dipegang Cina, sepertinya ia menunggu reaksi (perlawanan) dari kelompok negara di kawasan LCS terutama yang terdampak oleh “Nine Dash Line“-Cina, kemungkinan ia bakal menumpang pada gejolak kawasan atas nama dan/atau demi keamanan dan stabilitas kawasan.

Smart power lain ialah mengajak para sekutu guna menjadikan Cina sebagai common enemy (musuh bersama) melalui stigma “virus Cina” dan upaya melakukan penyelidikan asal dan seluk beluk coronavirus 2019 (Covid-19).

Jika boleh berasumsi sumir, seandainya Covid-19 merupakan shock and awe ala Cina terhadap Barat maka akurasinya tepat di jantung lawan karena mengakibatkan kelumpuhan berbagai sektor di AS dan sekutu, misalnya, beberapa kapal induknya lego jangkar karena ribuan tentara dan awak kapal terpapar coronavirus. Sementara di internal negara sendiri mulai timbul pro-kontra soal lockdown. Ekonomi pun melambat. Di negara bagian sudah ada yang tidak sejalan dengan kebijakan pusat.

Uniknya, WHO justru berpihak kepada Cina termasuk non-state actor semacam Bill Gates, Michail Bloomberg, dan seterusnya. Maka ibarat kerakap tumbuh di batu, itulah gambaran langkah Paman Sam di bawah kepemimpinan Donald Trump. Covid-19 telah melumpuhkan sektor-sektor strategis, memecah-belah kaum kapitalisme liberal (non-state actor dan state actor) bahkan membuat mereka pada posisi saling berhadapan.

Itulah beberapa faktor sekaligus lingkungan strategis yang kuat mempengaruhi perilaku geopolitik Barat sehingga kiprah Paman Sam cenderung “mandul” terutama dalam menghadapi Cina.

Pun seandainya kelak AS memilih fasisme (aksi militer) sebagai jalan terakhir, Cina pasti kelabakan dan belum tentu mampu menang perang melawan AS. Mengapa? Jumlah pasukan dan peralatan mungkin beda-beda tipis. Tetapi minimnya pengalaman perang bagi Cina akan mengendala terutama jika terjadi peperangan di perairan. Beberapa negara kawasan akan cenderung pro AS karena faktor sengketa Nine Dash Line, juga posisi dan strategi Cina baik di Paracel maupun di Kepulauan Spartly sebenarnya rawan blokade karena faktor geoposisi di antara dua Laut Cina (Selatan dan Timur).

Sesuai judul di atas, inilah gambaran sekilas perilaku geopolitik AS dan ilustrasi kecil jika meletus friksi militer di Laut Cina Selatan.

Terima kasih.

M Arief Pranoto, Direktur Program Studi Geopolitik dan Kawasan Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com