Pada tahun 2022 lalu, beberapa bulan setelah Rusia melancarkan operasi militer terbatas terhadap Ukraina, sontak Presiden Taiwan memanggil beberapa pejabat senior pemerintahannya di Taipei. Salah satu agenda yang dibahas: bagaimana ceritanya Ukraina negeri sekecil itu mampu mengimbangi kekuatan militer Rusia yang jauh lebih digdaya? Menjawab pertanyaan Presiden Tsai Ing-wen, maka para pejabat senior pemerintahan memberikan laporan setebal 77 halaman yang disajikan lewat Power-Point. Jawabanya hanya satu kata: Drone.
Sebagaimana presentasi yang disampaikan kepada Presiden Tsai Ing-wen, sejak awal perang dengan Rusia, Ukraina sebenarnya tidak memiliki keunggulan dalam supremasi angkatan udaranya. Namuns secara cerdik menggunakan pesawat nir-awak drone. Nampaknya, di balik pertanyaan mengenai bagaimana Ukraina bisa mengimbangi kedigdayaan militer Rusia, Presiden Tsai Ing-wen sedang menyiasati kemungkinan skenario terburuk untuk mengimbangi keunggulan militer angkatan bersenjata Cina apabila sewaktu-waktu Cina daratan melancarkan aksi militer ke Taiwan. Seperti halnya Rusia melancarkan ofensif tehadap Ukraina.
Hasilnya mulai berbuah setahun kemudian. Pada Maret 2023, aiwan memamerkan model baru pesawat nirawak militer produksi dalam negerinya pada hari Selasa, dengan mengatakan bahwa pesawat nirawak tersebut adalah kunci bagi kapasitas “perang asimetris” untuk membuat pasukannya lebih tangkas jika mereka harus menghadapi militer China yang jauh lebih besar.
Baca: Belajar dari Ukraina, Taiwan memamerkan drone-nya sebagai kunci ‘perang asimetris’
Jelas sudah, seturut meletusnya perang Ukraina-Rusia, pemerintah Taiwan menilai betapa vitalnya pesawat nirawak militer untuk digunakan di medan tempur. Sejak pertemuan Presiden Tsai Ing-wen dengan para pejabat senior pemerintahannya, diputuskan untuk memproduksi pesawat-pesawat drone sebanyak 3000 pesawat drone nirawak. Dengan begitu, pesawat menjadi bagian integral dari Strategi Pertahanan Taiwan. Maka, otoritas pertahanan nasjon al Taiwan bekerjasama dengan beberapa perusahaan Taiwan segera membentuk “tim nasional” guna mengembangkan pesawat tanpa awak militer.
Terinspirasi dari perang Ukraina, Taiwan berencana untuk mengembagkan teknologi drone untuk perang.Salah satu perusahaan di bidang industri strategis pertahanan Taiwan yang direkrut pemerintah adalah, Thunder Tiger Group, yang selama ini bergerak dalam pembuatan radion-controlled aircraft yang khusus sebagai pesawat komersial. Namun dengan dilibatkan dalam tim nasional pengembangan pesawat nirawak, tentunya diharapkan mampu memproduksi pesawat nirawak drone untuk digunakan sebagai pesawat tempur militer.
Taiwan dengan belajar dari Ukraina mengimbangi keunggulan militer Rusia, memutuskan untuk memusatkan diri pada pengembangan pesawat tempur dan pengintai, serta sistem antipesawat tak berawak. Begitu keterangan dari Kementerian Pertahanan Taiwan.
Jenis pesawat drone yang dipamerkan pada Maret 2023 lalu adalah pesawat nirawak pengintai Albatross II, dan pesawat nirawak tempur yang beroperasi dengan satelit sistem penentuan posisi global.
Selain itu, drone yang dipamerkan adalah drone serang dengan amunisi berkeliaran yang dapat meluncur menuju target sebelum jatuh dengan cepat dan meledak saat terjadi benturan.
Begitulah. Perang Rusia-Ukraina nampaknya menjadi sumber inspirasi bagi Taiwan betapa vitalnya pennggunaan peswat nirawak drone. Sehingga Presiden Tsai Ing-wen memutuskan untuk mengembangkan dan membangun pesawat-pesawat drone dalam skala besar, yaitu 3000 pesawat nirawak sebagai pesawat tempur militer, dan bagian integral dari Strategi Pertahanan Taiwan.
Dalam membaca manuver militer dan pertahanan Taiwan, perlu ditelaah dalam perspektif yang lebih luas. Bahwa dalam persekutuannya dengan AS sejak 1949, berarti Taiwan juga terikat dalam persekutuan militer dengan Australia, Jepang dan Korea Selatan. Yang mana tujuan strategis persekutuan militer bersama di Asia Pasifik tersebut, tiada lain adalah untuk mempertahankan dominasi AS di kawasan Asia Pasifik. Terutama di Asia Timur dan Asia Tenggara.
Pada sisi lain, Cina sejak bangkit dari keterpurukan dan menjadi negara adikuasa baru dalam bidang ekonomi di Asia, telah bertekad untuk mengambil-alih kembali Taiwan sebagai bagian dari kedaulatan nasional Republik Rakyat Cina, seraya menyingkirkan AS sebagai kekuatan hegemoni di kawasan Asia Pasifik.
Segi menarik dari persaingan militer Cina dan Taiwan tersebut, persaingan peralatan militer canggih kedua negara, tak terhindarkan lagi. Dan melibatkan kalangan peneliti dan pakar teknologi pertahanan baik dari militer maupun sipil, dari ragam bidang seperti: Artificial Intelligence, senjata-senjata otomatis (autonomous weapons), semi-konduktor, pesawat-pesawat jenis hipersonik,komputer quantum (quantum computing) dan perang siber (cyberwarfare).
Meski ini merupakan masih sebatas fenomena di bidang pengembangan persenjataan militer, namun hal ini mencerminkan ketegangan politik dan keamanan yang cukup gawat di kawasan Asia Pasifik, terutama Asia Timur. Betapa tidak. Seperti disampaikan oleh Partai Komunis Cina, Taiwan merupakan bagian integral dari kedaulatan nasional Cina. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan menggunakan kekuatan militer agar Taiwan yang dikenal juga dengan Pulau Formosa, sepenuhnya berada dalam kendali kontrol pemerintahan Cina di Beijing.
Ilustrasi/NetSebaliknya, Presiden Joe Biden, menegaskan bahwa angkatan bersenjata AS akan mengerahkan pasukan militernya untuk mempertahankan Taiwan.
Berarti, kawasan Asia Pasifik dalam setahun dua tahun ke depan, berada dalam situasi dan kondisi yang tidak stabil baik dari segi politik maupun keamanan.
Apalagi terbetik kabar, badan intelijen AS dan Taiwan, secara diam-diam juga membantu Taiwan membentuk Pasukan Khusus/Special Forces yang juga diperlengkapi dengan kapal-kapal laut jenis drone nirawak, untuk menghadapi kekuatan angkatan laut Cina. Aksi militer dan intelijen AS-Ukraina di Taiwan itu, pada perkembangannya akan meningkatkan ketegangann dan eskalasi konflik di Asia Pasifik, utamanya di Asia Timur dan Asia Tenggara.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)