Masih Banyak Perguruan Tinggi Yang Belum Paham Geopolitik

Bagikan artikel ini

Jelang usianya yang ke-13 Oktober mendatang, sudah saatnya mengenal lebih dekat beberapa “juru masak” di balik dapur Global Future Institute (GFI), sebuah lembaga kajian dan think-thank yang fokus pada pengkajian masalah-masalah internasional dan geopolitik. Giliran pertama kali ini, kami perkenalkan Kori Soenarko, yang mulai gabung di GFI sejak 2014, dan saat ini diberi amanah menjabat sebagai Direktur Informasi dan Komunikasi.  

Mbak Oie, begitu sapaan akrab wanita kelahiran 15 Juni 1973 ini,  menyambut dengan hangat dan akrab Nesya Aulia, mahasiswa ilmu hubungan internasional Universitas Binus yang sedang menjalani Pelatihan Kerja Lapangan di GFI, untuk mewawancarainya seputar GFI maupun kiprah dan minat khusus alumnus Universitas Prof. Dr. Mustopo (Beragama) ini. Berikut obrolan lengkapnya:

 

11 Oktober mendatang GFI genap berusia 13 tahun. Kalau boleh tahu, bagaimana perasaan mbak Oie?

Seperti juga teman-teman GFI yang lain, tentunya saya berharap GFI ke depannya bakal semakin cemerlang. Artinya, kerjasama GFI dengan berbagai insntasi pemerintah maupun swasta, termasuk perguruan tinggi bisa semakin solid dan membawa manfaat bagi keduabelah pihak. Dalam rapat pengurus lengkap yang kami adakan di Lembang, Bandung, beberapa tahun lalu, kiranya masih tetap jadi komitmen kami bersama.  mengharapkan agar GFI ke depannya bisa diikutsertakan dalam program-program beberapa kemenerian yang terkiat dengan fokus program kami seperti dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Lembaga Ketahanan Nasional, dan juga Komisi I DPR bidang luar negeri dan pertahanan.

Contoh real, mungkin satu saat berbagai instansi pemerintah maupun swasta seperti perguruan tinggi, bisa menyelenggarakan pendidikan dan latihan terkait geopolitik dan studi hubungan internasional. Dengan beberapa instansi terkait TNI/POLRI, Pak Hendrajit beberapa kali sudah diundang memberi masukan ke Kemhan, Kemlu dan Lemhannas. Sebetulnya saat ini tinggal mengembangkannya secara lebih intensif saja.

Mbak Oie tadi beberapa kali menyinggung soal kerjasama dengan perguruan tinggi. Seberapa penting sebenarnya buat kerjasama GFI-Perguruan tinggi?

Wah ini pertanyaan bagus Nesya.  Sejujurnya, sampai sekarang masih banyak perguruan tinggi belum sepenuhnya paham dengan geopolitik, apalagi geostrategi dan geoekonomi. Padahal kalau Nesya amati, ketiganya itu saling berkait satu sama lain. Sehingga menurutku perlu banget adanya pendekatan khusus antara GFI dengan  beberapa perguruan tinggi berpengaruh di Jakarta khususnya. Kalau bisa malah juga di beberapa daerah.  Pak Hendrajit beberapa kali sudah diundang ke Universitas Galuh, Ciamis, Universitas Singaperpbangsa Karawang, dan IAIN Tulungagung di Jawa Timur. Ini sudah langkah awal yang bagus.

Selain itu, menurutku GFI bisa lakukan pendekatan khusus baik melalui pihak Yayasan maupun jalur birokrasi bidang akademik pada perguruan tinggi bersangkutan,  untuk bekerjasama dengan GFI dalam penyelenggaraan pemberian materi khusus terkait geopolitik, geostrategik & geoekonomi. Lebih bagus lagi, kalau bisa dijadikan sebagai mata kuliah umum secara berkala.

Wah bagus sekali nih idenya mbak Oie. Tapi bagaimana GFI selama masa pandemi Covid-19 saat ini?

Supaya semakin cermerlang seperti harapan saya tadi, secara internal team GFI selain harus semakin kompak dan setia pada visi-misi, pada masa pandemik saat ini kita mulai memprakarsai melalui daring untuk membuat acara-acara diskusi seperti yang selama ini GFI pernah buat melalui temu darat atau offline. GFI bisa semakin cemerlang jika mulai menggagas ide terkait mencari solusi mengatasi kegelisahan masyarakat akibat adanya covid 19 yang belum kunjung reda. Tentunya dari sudut pandang GFI yang fokus pada kajian strategi hubungan internasional dan geopolitik.

Apa strategi yang dibangun untuk mengkomunikasikan kegiatan-kegiatan GFI?

Biasanya via media social seperti facebook, atau jika memerlukan link GFI yang sekiranya penting untuk di share, akan dilakukan. Tidak hanya itu, kadang juga japri  yang memiliki keterkaitan dalam suatu bidang dan biasa informasi dibagikan ke beberapa relasi kami di GFI. Baik secara kelembagaan maupun secara personal. Maklumlah, sekarang kan era digital hehehe.

 Oke mbak Oie, sekarang boleh ya nanya yang agak pribadi sedikit. Setelah mbak lulus kuliah, apa kegiatan mbak?

Sekitar tiga bulan sebelum wisuda, sudah mendapatkan pekerjaan sekitar tahun 1995 di salah satu bank swasta dan berjalan selama enam tahun sampai mendapatkan pengalaman leadership dan organisasi yang dipupuk selama bekerja, seperti bagaimana menghadapi customer hingga akhirnya resign pada 2001 ketika anak berusia satu tahun. Passion saya dari dulu sepertinya di bidang marketing dan public relations(ia sembari tersenyum).

Bisa sampai gabung ke GFI, bagaimana ceritanya mbak?

Pada 2014 lalu, diajak oleh teman untuk menghadiri seminar GFI yang berlokasi di Wisma Daria dan akhirnya entah kenapa saya jadi lebih semangat. Tertarik karena narasumber yang jelas dan kelihatan netral, pembahasannya juga pure tentang geopolitik! Ditambah saya pribadi juga tidak suka berita hoax atau yang mengada-ada. Ditambang lagi bobot materi dalam seminar-seminar yang diselenggarakan juga oke banget. Selain itu seminarnya juga tidak bertele-tele dan seminar berlangsung sekitar dua jam. Namun output-nya selalu jelas dan tepat sasaran.

Sejak saat itu, kalau ada seminar GFI saya juga sering diundang. Bahkan hubungan saya dengan pengurus di GFI sudah seperti ada chemistry nya tersendiri. Nah dari awal yang semula hanya ikut kegiatan-kegiatan formal GFI, karena merasa chemistry dengan kawan-kawan di GFI, maka pelan tapi pasti saya semakin terlibat di internal GFI-nya itu sendiri.

Misalnya pada 2017 lalu, saya sempat dipercaya teman-teman menjadi ketua panitia seminar tentang Korea Utara dan Dampaknya di Kawasan Asia Tenggara. Waktu itu kan, lagi ramai manuver Presiden Korea Utara Kim-jong-un meluncurkan rudal antarbenua yang bikin kebakaran jenggot Amerika Serikat.

Apa yang membuat mbak terkesan atau tertarik dengan GFI?

GFI yang saya suka mencoba untuk menjadi lembaga yang netral dalam memberi opini ke ruang publik, itu yang membuat saya pribadi merasa nyaman. Sesuai dengan prinsip dalam menganalisa dan mengulas perkembangan dan isu global maupun nasional. Selain itu,  karena awal mula minat dan passion saya di bidang marketing, keahlian dalam negosiasi dan bagaimana meyakinkan orang, rupanya menarik minat mas Hendrajit untuk ikut bergabung dalam GFI untuk menangani bidang informasi dan komunikasi.

Sebenarnya GFI sebagai corporate culture ini seperti apa sih gambarannya. Misalnya hubungan yan terjalin antara pimpinan dan staf?

 Alasan saya hingga kini masih bertahan dan membuat saya pribadi tertarik sama GFI itu karena kekompakan yang dirasakan di GFI, meskipun antara pendiri dan staff dapat menerima masukan juga, baik hal-hal yang strategis sampai ke masukan yang lebih teknis seperti  kritik dan saran mengenai logo GFI yang lama,  atau bahkan hanya sekadar mendengar komplain kecil. (ia mengucap sembari tertawa).

Oh ya soal corporate culture yang kamu tanya tadi ya. Hmm mungkin sekadar contoh gini ya. Misal ada pertemuan antara para pimpinan GFI dengan tamu,a tau meeting terbatas dengan relasi GFI.  Secara sadar para staf yang lebih junior di depan tamu atau client, bersikap format dan hormat satu sama lain.Baik itu saat pertemuan resmi seperti seminar atau rapat dengan mitra. Masing-masing tahu posisi bagaimana sikap terhadap senior seperti apa, tetapi jika tamu sudah selesai ya sudah, kembali seperti semula yang asik bercanda dan suasana jadi infrormal lagi. Nggak ada istilah atasan dan bawahan. Apalagi bos dan anak buah. (sembari ia tertawa).

Pak Hendrajit masih bertahan dan bisa dikatakan hampir seumuran GFI sebagai Direktur Eksekutif,  bagaimana itu bisa terjadi ya mbak?

Menurut saya sih itu hebat! Berarti Mas Hendrajit memang  tahu betul apa yang akan harus ditanamkan dalam GFI sekaligus bagaimana hal itu harus dipupuk. Saat ini saya senang sudah banyak banyak orang yang tahu dan mengenal mengenai GFI. Buat saya itu tanda  adanya konsistensi dari Mas Hendrajit. Salut untuk ha-hal seperti itu karena memiliki passion dan sudah ketemu chemistry di GFI ini sendiri.

Pertanyaan terakhir mbak. Dengar-dengar hobi fotografi ya? 

Wah itu hobi lama.  Sejak SMP sudah suka senang motret-motret, dan pastinya senang juga dipotret-potret ya  (sembari senyum lebar).  Karena alm papaku juga hobi fotografi, bahkan dulu alm papa punya toko kamera jaman tahun 70an.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com