Membaca Filosofi Anoman Obong dan Sinta Boyong

Bagikan artikel ini
Cerpen Geopolitik tentang Kegaduhan di Tingkat Lokal dan Global (1)
Lakon ‘Anoman Obong’ di dalam cerita Ramayana, sesungguhnya bukan mitos berbasis budaya semata, atau sekadar kisah tanpa makna. Konon, Anoman Obong merupakan abstraksi filosofi dalam dinamika kehidupan anak manusia di muka bumi.
Beberapa pendapat menyatakan, bahwa isu dan peristiwa yang kini berlangsung baik di tingkat lokal/nasional maupun global sebenarnya merupakan perulangan (dan abstraksi) dari kisah Anoman Obong.
Menariknya, ada yang mengatakan bahwa usai era —Anoman Obong— ini berlalu, segenap anak manusia akan disuguhi alias memasuki suatu masa yang diistilahkan dengan lakon (era) Sinta Boyong sebagai sesi lanjutan Anoman Obong.
Nah, sesuai judul cerita pendek (cerpen) bernapas geopolitik ini, pertanyaan menarik yang muncul ialah, “Bagaimana arti dan makna filosofi dari dua era tersebut dalam implementasi geopolitik baik lokal maupun di level global?”
Sebelum melangkah jauh, terlebih dulu simak sekilas cerita dari dua (kisah) era dimaksud secara garis besar. Inilah ringkas ulasannya.
ANOMAN OBONG. Alkisah, tatkala Dewi Sinta diculik Rahwana lalu dibawa ke Alengka, Kerajaan Ayodhya pun geger. Rama bersedih. Bangsa Ayodhya berduka. Sudah dicari dengan berbagai cara, ia tak diketemukan. Sinta seperti ditelan bumi.
Rama pun menggelar sayembara mencari Sinta. Pada momen inilah, muncul Anoman yang tak dikenal. Ia ikut mendaftar sebagai peserta lomba. Ketika publik masih bertanya-tanya jati diri Anoman, dari mana asal, keturunan siapa dan seterusnya ternyata ia mampu melewati serangkaian uji kesaktian serta lolos seleksi. Anoman menjadi sosok pilih tanding dalam berbagai lomba kesaktian. Dia juaranya. Dipundaknya kini, terpikul harapan Rama dan amanah segenap rakyat Kerajaan Ayodhya untuk menemukan Sinta serta membawanya kembali ke negerinya.
Singkat cerita, dengan kesaktiannya sampailah Anoman ke Alengka dan menemukan Sinta dimana ia ditawan. Namun, para penjaga Sinta cukup banyak dan bukan kaleng-kaleng. Terjadilah pertempuran dahsyat antara Anoman dengan para penjaga. Sebenarnya Anoman bisa secara mudah mengalahkan lawan-lawannya, hanya saja ia ingin tahu siapa dalang di balik penculikan Sinta. Anoman pun berpura-pura kalah dan takhluk, lalu ditawan oleh para penjaga.
Anoman pun dihadapkan ke Raja Alengka, Rahwana, untuk dijatuhi hukuman mati. Tetapi, Anoman dibela oleh Wibisana, adik Rahwana, agar tidak dihukum mati dengan alasan Anoman cuma utusan. Hukuman pun diubah, dari hukuman mati menjadi hukuman dibakar (diobong) ekornya saja.
Singkat kata, setelah ekornya dibakar, namun atas doa Sinta — panas api menjadi sejuk. Anoman pun dengan mudah melepaskan diri dari tawanan. Dan dalam keadaan ekor terbakar, ia pun meloncat kesana-kemari di Alengka mengakibatkan Kerajaan Alengka pun ludes terbakar!
Pertanyaannya, “Apa abstraksi filosofi kejadian di atas yang kerap disebut dengan Anoman Obong?”
Pertama, kebakaran (kehancuran) Alengka akibat perilaku Rahwana yang ingin mengambil sesuatu yang bukan hak-nya. Ya. Kehancuran seseorang selalu dimulai ketika ia tak mampu mengendalikan hawa nafsunya;
Kedua, Anoman adalah sosok tak dikenal (tidak populer) dan hal ini merupakan pengejawantahan ‘Kedaulatan Tuhan’. Hal yang dianggap tak logis di alam kebendaan sebab cenderung berorientasi materi (inginnya flexing) dan kapitalistik. Nah, berbasis Kedaulatan Tuhan, pemicu peristiwa pun tidak dikira publik. Tak dinyana;
Ketiga, timbulnya kebakaran dimana-mana (Anoman meloncat ke sana, loncat sini) semata-mata karena kehendak Ilahi, anasir utama dalam Kedaulatan Tuhan. Tetapi, bila dilogikakan bahwa kejadian besar dipicu oleh kekeliruan internal atas hal-hal sepele. Sekali lagi, hal di luar nalar. Tak terduga.
Ringkas cerita, bagaimana implementasi geopolitik atas kisah Anoman Obong baik di tingkat lokal maupun global?
Tak bisa dipungkiri, bahwa krisis energi, pangan dan kini merambah ke krisis ekonomi serta politik di negara-negara Barat —krisis level global— bermula dari kebijakan internal yang keliru dalam menyikapi konflik Ukraina. Sudah jelas Uni Eropa (UE) itu tergantung atas energi dan pangan dari Rusia, contohnya, namun impor Rusia kok justru diblokade. Benar-benar kebijakan unlogical. Tidak masuk akal.
Dalam konteks kisah di atas, sanksi Barat kepada Rusia itu ibarat ‘Anoman’ yang melöncat-loncat dengan ekor terbakar, lalu UE pun terbakar. Ya. Barat dalam hal ini Amerika, Inggris dan jajaran UE akhirnya ‘terbakar’ akibat ulah mereka sendiri. Efek kebijakannya sendiri. Krisis ekonomi dan politik di depan mata.
Sedangkan di tingkat lokal, bisa kita saksikan sendiri — ‘ekor Anoman’ sudah membakar Polri via isu Duren Tiga, misalnya, atau lewat isu-isu lainnya; atau membakar Kemenkeu melalui flexing dan isu penganiayaan Mario; membakar PSSI lewat pro-kontra Timnas Israel; di BUMN cq kebakaran tujuh kilang Pertamina; membakar DPR RI terungkap dalam RDP Kemenko Polhukam plus PPATK dengan Komisi III DPR, KPK pun terbakar, dan lainnya. Ya. Publik semakin melek politik dikarenakan hal-hal sepele. Nyeplos. Bahwa pintu masuk ‘kebakaran’ justru dari kejadian (kecil) tidak terduga. Tak disangka-sangka.
Entah Kementerian mana, badan dan/atau institusi apa lagi bakal tersulut oleh ‘ekor Anoman’. Inilah yang sekarang berlangsung masive dan sistematis di publik. Kedaulatan Tuhan bekerja senyap namun pasti, ‘membakar’ borok-borok institusi.
Bagaimana narasi ‘Sinta Boyong’ setelah era (Anoman Obong) ini berlalu?
Bersambung ke (2)
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com