Membaca Pagar Laut Dari Perspektif Babat Alas

Bagikan artikel ini
Kajian Kecil Meta-Geopolitik
Kendati telah menjadi trending topic berbulan-bulan, nyaris tidak ada berita yang mampu menggantikan isu pagar (ilegal) laut sepanjang 30-an Km di pesisir antara Jakarta – Tangerang, Banten. Viral. Tak habis-habis dan selalu menjadi tajuk berita, kenapa?
Banyak ulasan menarik baik repitisi topik maupun isu baru muncul entah dari pengamat, pakar dari berbagai disiplin ilmu maupun statement pejabat terkait. Di dunia media sosial jangan ditanya. Super gaduh. Contohnya, berawal hanya pagar laut misterius, kemudian merambat soal sertifikasi laut (HGB), sekarang meluas pula sampai ke “PIK” di Surabaya. Tampaknya, perairan di Sidoarjo pun dikavling-kavling. Sudah disertifikasi. Entah nanti melebar ke daerah mana lagi. Wait and see.
Belum lagi ‘benturan kecil’ antara KKP dan TNI meskipun sudah ada “executive order” dari Presiden untuk membongkar pagar ilegal demi akses nelayan melaut. Masih ada saja kementerian yang ngeyel. Namun, tiap-tiap instansi terkait akhirnya kembali satu langkah, satu suara. Syukurlah.
Dari perspektif geopolitik, laut dan/atau lautan ialah prasarana pemersatu bangsa. Simbol kedaulatan negara. Apalagi Indonesia sebagai archipelago. Dua per/tiga wilayahnya adalah laut. Secara yuridis konstitusional, Putusan MK 85/PUU-XI/2013 secara tegas melarang pemanfaatan ruang dengan status HGB di atas wilayah perairan. Putusan tersebut menegaskan bahwa laut adalah ruang publik yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan privat atau komersial.
Pertanyaan meta-geopolitik muncul, “Kenapa semua itu bisa terjadi di Bumi Pertiwi?”
Bocoran A1 dari “Utara” menyatakan, bahwa dalam rangka menuju Indonesia Emas 2045 tidaklah bersifat ujug-ujug. Tetapi, melalui proses dan tahapan, antara lain:
1. 2024 – 2029 adalah tahap babat alas. Istilah Jawa dinamai resik-resik, entah menghilangkan hal-hal buruk lagi merusak, mengurangi yang kontra produktif di satu sisi, namun pada sisi lain, menyempurnakan/memperkuat hal yang sudah baik, dan lainnya;
2. 2029 – 2034 adalah tahap kronologi. Pada tahap ini akan bermunculkan serta dimunculkan berbagai temuan dan karya anak bangsa yang menimbulkan decak kagum dunia;
3. 2035: tahap Al Amin. Indonesia dipercaya oleh dunia dengan segala dinamikanya;
4. 2045: Indonesia Emas atau Indonesia Mercusuar Dunia. Sebagai catatan khusus di sini, Indonesia Emas tidak identik dengan superpower, tak pula adidaya, atau “polisi dunia” dan lain-lain. Bukan! Namun, cenderung pada kiblat serta penerang dunia dengan paradigma, nilai-nilai, konsep dan lainnya.
Secara meta-geopolitik, pagar laut selain diibaratkan kolam ikan yang dikeringkan (“ikan”-nya terlihat semua), juga semacam kotak pandora di era babat alas. Aib-aib bermuncul satu per/satu. Tidak ada yang kebetulan di muka bumi. Pas, kata orang Jawa. Ya, pas tahap babat alas, pas hal-hal kotor muncul di depan mata. Menunggu apa lagi?
Di Bumi Periwi ini, masih banyak tamu tak diundang di antara kembang sore dan bunga-bunga sedap malam.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com