Menangkal Ancaman Cyber Space Tidak Boleh Diintegrasikan Dengan Skema Operasi Militer ala Pentagon

Bagikan artikel ini

Dengan dalih semakin meningkatnya kejahatan cyber di pelbagai belahan dunia sebagai dampak pesatnya teknologi komunikasi dan informasi (internet), pemerintah AS sedang mengintegrasikan skema Cyber Security dan Cyber Defense dengan skema operasi militer Pentagon.   

Pemerintah Amerika Serikat nampaknya sangat khawatir dengan perkembangan internet yang semakin pesat dewasa ini. Khususnya dalam hal Cyber Security. Meskipun mengakui bahwa baik perorangan, kalangan pebisnis maupun aparat pemerintah telah menggunakan jaringan informasi melalui internet untuk pengelolaan bisnis maupun kegiatan yang dilakukan pemerintah, pemerintah AS menegaskan bahwa internet telah menimbulkan ancaman baru sehingga membahayakan para pengguna internet.

Informasi yang melewati media internet pada perkembangannya dapat dimanipulasi untuk mempenetrasi privasi para pengguna internet. Demikian salah satu hasil Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara Amerika (OAS) yang diselenggarakan di Quebec, Kanada, pada 2001 lalu.

Pada perkembangannya kemudian pemerintah AS nampaknya mengembangkan adanya potensi ancaman baru lewat internet dengan mengembangkan Cyber Security dan Cyber Terorism sebagai ancaman nasional bagi Amerika Serikat maupun dunia internasional, yang mana kadar ancamannya serupa atau sama polanya dengan terorisme.

Pemerintah AS menebar kekhawatiran bahwa melalui internet dapat digunakan untuk menghancurkan pengarsipan data maupun data base sehingga melumpuhkan fungsi pemerintahan dan juga dapat mengacaukan layanan jasa telekomunikasi maupun beberapa infrastruktur yang cukup krusial.

Baca:

A COMPREHENSIVE INTER-AMERICAN CYBERSECURITY STRATEGY: A MULTIDIMENSIONAL AND MULTIDISCIPLINARY APPROACH TO CREATING A CULTURE OF CYBERSECURITY

 Kalau kita telisik sejak 2009-2014 AS memang sudah mencanangkan Cyber Security Strategy untuk menghadapi apa yang disebut ancaman Cyber Warfare. Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Dengan kata lain, Kekuatan atau kedaulatan suatu negara saat ini tidak hanya semata-mata dinilai dari seberapa besar kekuatan militer atau ekonomi yang dimilikinya, tetapi juga tergantung dari penguasaan dan pendayagunaan TIK nya.

Namun demikian, seperti penulis uraikan di awal paparan ini memang seringkali perkembangan TIK disalahgunakan untuk tindak kejahatan cyber yang bersifat destruktif baik oleh perorangan, aktor-aktor nonnegara (non state actors) maupun oleh negara (state actors).

Bukan itu saja. TIK juga seringkali digunakan sebagai alat untuk mengeksploitasi informasi guna menyebarluaskan pengaruh dan dominasinya melalui peperangan informasi (Information Warfare/ Cyber Warfare).

Maka itu, sangat masuk akal bila negara-negara adikuasa seperti AS atau Rusia, serta negara-negara berkembang termasuk Indonesia, memandang penting dan mendesak adanya Cyber Security dan Cyber Defense dalam sebuah negara.

Pertanyaanya bagi negara-negara berkembang(developing countries) seperti Indonesia, berdasarkan skema siapa Cyber Security dan Cyber Defense tersebut dirancang? Hanya sekadar untuk kepentingan strategis negara adikuasa seperti AS sajakah, atau disusun atas dasar untuk kepentingan bersama untuk menangkal kejahatan-kejahtan Cyber yang nampaknya memang semakin membahayakan bagia keamanan dan ketahanan nasional sebuah negara.

Menurut perspektif Indonesia, Cyber Security atau keamanan dunia maya merupakan proteksi perlindungan dunia maya dari sumber-sumber bahaya. Sedangkan Cyber defense atau pertahanan dunia maya merupakan segala bentuk usaha untuk mempertahankan keamanan cyber atau dunia maya. Selain berasal dari dalam negeri, ancaman cyber atau Cyber Threats juga berasal dari luar negeri. Namun, ancaman ini jarang mencapai taraf yang membutuhkan respon militer karena apapun yang akan dilakukan pemerintah dalam menanggapi ancaman cyber ini akan memiliki implikasi domestik maupun internasional.

Masalah jadi krusial ketika AS di era pemerintahan Presiden Barrack Obama telah mencanangkan cyber security sebagai salah satu tantangan keamanan nasional dan ekonomi paling serius yang dihadapi Amerika Serikat serta tidak cukup siap untuk dihadapi. Bahkan setelah dilantik menjadi presiden pada 2009 lalu, Obama memerintahkan kajian menyeluruh kepada badan-badan dan lembaga terkait untuk mempertahankan informasi, komunikasi dan mengembangkan pendekatan yang komprehensif demi mengamankan infrastruktur digitalnya.

Pada taraf ini, cyber security yang dicanangkan oleh Obama sebagai ancaman nasional dan ekonomi serius bagi Amerika, sebenarnya juga berlaku bagi negara-negara lain tak terkecuali Indonesia. Sebagaimana pernah disampaikan oleh Sofyan Djalil selaku menteri komunikasi dan informasi pada 2007 lalu, mengatakan bahwa perkembangan TIK menyebabkan terciptanya lalu lintas informasi dan komunikasi bebas hambatan antar negara dan wilayah. Dengan kata lain, keberadaan TIK mampu menghilangkan berbagai hambatan geografis sehingga terjadi transformasi pola hidup manusia di berbagai bidang menuju masyarakat berbasis ilmu pengetahuan atau knowledge-based society.

Sudah barang tentu makna tersirat yang juga hendak disampaikan oleh Sofyan Djalin adalah bahwa pada perkembangannya TIK juga berpotensi menjadi sarana ancaman nasional baru bagi Indonesia. Sehingga berimbas kepada semakin canggih dan variatifnya bentuk-bentuk ancaman terhadap keamanan (national security) dan kedaulatan sebuah negara.

Data-data serta informasi-informasi rahasia yang disimpan secara digital oleh bada-badan intelijen atau sandi negara maupun kementerian-kementerian strategis, dapat dengan mudah dicuri, dimatamatai, dihancurkan atau diubah oleh pihak lain. Serangan-serangan secara digital juga akan meluas serta terang-terangan jika keamanan cyber tidak dibenahi secara baik dan terorganisasi.

Namun demikian, ada kekhwatiran yang cukup kuat di berbagai kalangan pemangku kepentingan cyber di Indonesia, termasuk kami di Global Future Institute, bahwa pemerintah AS sedang berusaha mencari celah dan peluang sebagai negara adikuasa satu-satunya yang menguasa dan mendomonasi Cyber Space di dunia internasional. Apalagi saat ini teknologi komunikasi dan informasi AS memang yang paling canggih saat ini. Atas dasar untuk mewujudkan misinya itu, pemerintah AS menggalang gerakan internasional untuk menguasai dan mendominasi Cyber Space melalui US- UN Group of Government Experts.

Baca: CIA espionage orders for the 2012 French presidential election

Dengan semakin meningkatnya aneka ragam kejahatan cyber atau Cyber Crime, pemerintah AS nampaknya bermasud mencari legitimasi maraknya kejahatan cyber maupun perang cyber aneka untuk memaksakan agenda strategisnya dengan dalih untuk melakukan preliminary strike.

Ketika pemerintah AS sejak Obama pada 2008 yang kemudian sekarang diteruskan oleh Presiden Donald Trump, berkembang kekhawatiran preliminary strike yang dijadikan dalih dan alasan pemerintah AS untuk menangkal ancaman serangan cyber, kemudian menjadikannya sebagai alasan untuk mengintegrasikan skema Cyber Security dan Defense Securty dengan skema operasi militer Pentagon. Bahkan sangat besar kemungkinan terintegrasi juga ke dalam Cyber Space Espionage atau spionase dengan menggunakan sarana Cyber Space.

Skema Cyber Security dan Defense Security AS inilah yang nampaknya dirancang untuk terintegrasi dengan skema serangan militer/military strike, dan saat ini sedang digodok dan diolah oleh  US-UN Group of Government Experts.

Menyadari hal tersebut, menarik skema yang diajukan oleh pemerintah Rusia melalui Rusia-Open-Ended Working Group on Cyber Security.

Baca: A surprising turn of events: UN creates two working groups on cyberspace

Berbeda dengan AS, Rusia melalui Rusia-Open-Ended Working Group on Cyber Security berpandangan bahwa ancaman melalui Cyber Space memang harus ditangkal, namun tidak boleh terintegrasi dalam skema military strike/serangan militer.

Maka dari itu, Indonesia yang menganut politik luar negeri bebas dan aktif dan tetap diilhami oleh salah satu butir Dasa Sila Bandung 1955 menentang penjajahan dalam segala bentuk dan manifestasinya, harus menggalang kerjasama internasional untuk bersatu membuat Undang-Undang untuk menangkal ancaman cyber atas dasar cyber security yang berlaku untuk semua negara atas dasar keadilan dan kesetaraan.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute

 

 

 

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com