Menelusur Sepak-Terjang Kaum Neocon AS (2)

Bagikan artikel ini

Ada baiknya kita memiliki gambaran yang jelas berbagai kekuatan politik dan ideologi yang mewarnai kebijakan luar negeri Amerika Serikat, dan mengapa mereka bisa sedemikian agresif dalam mengamankan kepentingannya di luar negeri.

Irving Kristol, merupakan salah seorang bapak ideologis  Partai Republik Amerika., khususnya yang berhaluan neo-konservatif. Dan melalui Kristol  inilah, kita bisa merunut silsilah panjang dan  asal-usul paham yang kelas populer dengan sebutan Neo-Konservatif.  Kisah ini bermula di kantin dCity College, New York.

Gerakan ideologis mereka untuk merebut pusat-pusat kekuasaan di Washington memang mirip gerakan fasime Adolf Hitler di Jerman semasa sebelum meletusnya perang dunia kedua. Seperti halnya fasisme yang kemudian bersikpa ekspansif dan mengancam dunia bebas, beberapa pentolan Neo-Con seperti Richard Perle, Paul Wolfowitz, Irving Kristol, dan sebagainya, mulanya menjadi bagian dari The New Deal Democrat di partai Demokrat.

Namun  karena mereka kemudian kecewa terhadap kebijakan kesejahteraan dan persamaan ras Great Society pada tahun 1960, mereka kemudian pindah ke kanan. Berpindah ke Partai Republik. Dan anehnya, di Partai Republik Mereka ini justru menemukan lahan dan tanah subur yang pas untuk menyemaikan paham Neo Konservatif. Mereka semua, akhirnya mengantarkan Irving Kristol untuk merumuskan ideoloiginya melalui Ronald Reagan ketika mantan aktoir film koboy Amerika ini mencaloknan diri sebagai presiden. Ketika Reagan menang pemilu dengan mengalahkan Jimmy Carter, maka Iriving Kristol dan teman-temanya di Neo-Con merumuskan doktrin Reagan-nisme.  Inilah awal mula momentum kaum Neo-Con untuk menguasai seluruh jaringan di pemerintahan berikut instansi-instansi penting di jajaran pemerintahan Amerika.

Pada periode ini, neoconservatism mengembangkan jargon “US exceptionalism alias Amerika sebagai bangsa terpilih” yang mempunyai misi untuk menanamkan nilai-nilai universal yang secara moral bersumber pada Amerik Serikat.

Sehingga pada perkembangannya paham Neo-Con jauh lebih liberal daripada konservatif klasik, yang menegaskan bahwa Amerika Serikat merupakan sumber rujukan utama niilai-nilai moral dan kemanusiaan yang bersifat universal, dan karenanya lebih tinggi daripada bangsa-bangsa lain di dunia.  Sehingga negara manapun di dunia yang menyimpang dari nilai-nilai universal Amerika harus diperangi dengan berbagai cara, kalau perlu dengan invasi militer seperti yang dilakukan Bush ke Afghanistan dan Irak.

Haluan  politik Neo-Con ini jauh lebih radikal daripada  Richard Nixon dan Henry Kissinger yang merupakan sayap lain yang jauh lebih moderat di partai Republik.  Karenanya tidak heran jika kemudian AS mulai mempromosikan kebijakan luar negeri yang mengandalkan kekuatan militer dan agresif,  sebagai bagian dari strategi penangkalan terhadap berbagai ancaman global yang mereka persepsikan berpotensi menghancurkan Amerika.

Bahkan kalau perlu, dengan mengabaikan seruan dari berbagai organisasi-organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Alhasil, kaum Neo-Con cenderung untuk menyatakan secara terbuka siapa mereka sebenarnya, seberapa besar pengaruh dan kekuatan mereka di Amerika, dan bagaimana strategi mereka untuk merebut pengaruh dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Sehingga banyak pihak yang kemudian terdorong untuk menulis berbagai artikel tentang kaum Neo-Con ini.

Tapi ketika kebijakan mereka dirasakan telah menimbulkan kekacauan dan merugikan masyarakat luas, mereka dengan tanpa rasa bersalah menyangkal ulah mereka. Bahkan menuding siapa saja yang menyerang kaum Neo-Con, akan dikembangkan isu seolah-olah bagian dari gerakan anti anti-Semit alias anti Yahudi. Padahal, kaum Neo-Con ini jelas-jelas merupakan kaum Zionis sejati. Karena watak ekslusifnya dan fanatismenya pada suatu paham yang mereka anut, sehingga tidak memberi ruang bagi kelompo0k-kelonmpok lain untuk berkembang. Alhasil, bisa jadi karena watak ekslusif dari kelompok Neo-Kon, igerakan mereka ini pada perkembangannya bersifat rahasia, dan terselubung. Sehingga gerakan kaumNeo-Con untuk merebut pengaruh pada suatu lembaga atau instansi, melalui cara penetrasi dan kemudian mengambil-alih posisi-posisi kunci di lembaga, partai, birokrasi pemerintahan, dan bahkan badan-badan intelijen.

Patrick Buchanan menggambarkan, pada tahun 1980-an, semua kaum neocons meleburkan diri kepada semua institusi sayap kanan, dan kemudian “membajak” semua yang ada di situ dan mengubahnya menjadi lebih militan dan monolitik dibandingkan institusi kiri manapun, termasuk Hudson Instituttion  (tempat perlindungan selama pemerintahan Bush).

Bahkan kemudian Dewan Hubungan Luar Neger (Council of Foreign Relations), yang merupakan think-thank untuk menggodok semua kebijakan luar negeri Amerika, dan dikenal anti  neocons, sekarang tak luput dari pengaruh kaum Neo-Con

Lebih jauh dari itu, Council of Foreign Relations sekarang telah menjadi tempat penampungan dua neocon: sejarawan militer Max Boot dan Elliott Abrams, mantan pejabat di era Reagan dan George W. Bush yang dihukum karena berbohong kepada Kongres.

Dan hebatnya lagi, mereka ini selalu kebal dari tuntutan petangungjawaban publik manakala gagasan yang mereka usulkan pada perkembangannya kemudian menuai bencana dan malapetaka. Seperti kasus invasi militer AS ke Irak yang memakan korban jutaan warga sipil di Irak.

“Bahkan ibarat kata, ika Anda benar-benar mengacau di kantor dan hal-hal yang telah Anda anjurkan di media cetak telah gagal dan menuai bencana, tidak pernah ada konsekuensi nyata, baik profesional atau politis. Anda kembali ke AEI dan Standard Weekly dan terus melakukan agitasi (hasutan) atau muncul di acara talk show, seolah-olah tidak ada yang salah sama sekali”, ucap seorang pakar politik Amerika yang kritis terhadap kebijakan kaum Neo-Con.

Beberapa neocons—Robert Kagan, Randy Scheunemann, Gary Schmitt—memainkan peran penting dalam kampanye kepresidenan John McCain. Komentator neocons generasi kedua dan ketiga, termasuk Bret Stephens dari The Wall Street Journal, Frederick Kagan dan Danielle Pletka dari AEI, dan Jamie Fly dan Dan Senor Kebijakan Luar Negeri Initiative (produksi lain dari Bill Kristol), membuat diri mereka sendiri dikenal dan didengar di  seantero Amerika.

Tokoh-tokoh neocons utama kemudian mulai termakan usia seperti Kissinger, Scowcroft, Colin Powell, James Baker, dan Richard Haass.

Itupun kemudian mereka tampaknya, lebih tertarik mendalami masalah keagamaan, namun tetap tidak melupakan regenerasi. “Idealisme dan patriotsme mungkin lebih menarik bagi para pemikir muda daripada sebuah kalkulasi.” Ujar Justin Vaïsse, seorang senior di Brookings Institution.

Tetapi ketika Anda melihat spektrum pemikiran kaum neocons, mereka sebenarnya cukup radikal dan fanatik. Rush Limbaughs atau misalnya Sean Hannitys—mereka benar-benar mendukung kebijakan luar negeri yang agresif. ”

Tidak pernah ada berani mengkritik mereka. Jika pun ada, maka dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan berbau persekongkolan. (sa/newsweek)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com