Mengapa Meributkan Soal ”Mimpi” Redenominasi?

Bagikan artikel ini

Rachmat Adhani

Belum jelas bagaimana kebijakan dan prosedur pemberlakuannya, Bank Indonesia sudah buru-buru mengumumkan langkah redenominasi rupiah supaya mata uang kita kelihatan lebih ”gagah” di mata investor asing. Akhirnya semua kalangan ikut ribut.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo bahkan menegaskan bahwa redenominasi rupiah masih dalam sebatas wacana atau kajian Bank Indonesia dan belum menjadi keputusan resmi. “BI belum mengonsultasikan itu ke pemerintah, jadi pemerintah belum bisa menanggapi secara khusus,” ujarnya.

Tapi mari kita tanyakan Gubernur BI Darmin Nasution dulu, apa sebenarnya maksud dari redenominasi ini. Menurut Darmin, redenominasi adalah penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Redenominasi berbeda dengan pemotongan uang atau sanering yang umumnya dilakukan saat negara dalam situasi tidak stabil.

Saat ini, perekonomian Indonesia sedang dalam kondisi baik dengan inflasi yang terkendali. Oleh karena itu, menurut dia, sekarang adalah momen yang tepat untuk melakukan redenominasi. Tapi alih-alih menjelaskan mengapa diperlukan redenominasi, Darmin malah berkelit dan mengatakan: “saya ingin menyampaikan mengapa perlu ada redenominasi dan perlunya, tapi tidak sekarang, mungkin beberapa tahun lagi. Karena prosesnya butuh waktu lama,” katanya. Sebuah statemen yang tidak jelas.

Hakikat Redenominasi

Ketimbang harus menunggu jawaban komplit beberapa tahun lagi karena BI masih melakukan studi, mari kita jawab sendiri pertanyaan apa perlunya redenominasi mata uang. Menurut teori, redenominasi diartikan menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang suatu negara menjadi pecahan lebih kecil dengan cara menghilangkan nol tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut, misalnya Rp1.000 menjadi Rp1.

Praktek redenominasi ini telah lazim dilakukan di banyak negara. Studi yang dilakukan Mosley (2005) mencatat sekitar 60 negara yang melakukan redenominasi dalam periode 1960-1994. Redenominasi tersebut dilakukan dengan menghilangkan sejumlah digit tertentu dari mata uang, sehingga akan menyebabkan perubahan tampilan angka pecahan suatu mata uang menjadi lebih sederhana.

Redenominasi mata uang tidak mengakibatkan penurunan nilai relatif uang terhadap barang dan jasa karena harga barang juga disesuaikan dengan denominasi yang baru tersebut. Misal, dengan redenominasi uang rupiah dari Rp1.000 menjadi Rp1, maka harga suatu barang yang sebelum redenominasi sebesar Rp1.000 akan berubah juga menjadi Rp1 setelah redenominasi, sehingga secara riil nilai uang tidak akan berubah.

Redenominasi berbeda dengan sanering yang pernah dilakukan Indonesia tahun 1959. Pada saat itu, nilai uang kertas diturunkan dari Rp 1.000,- menjadi Rp100,- dan dari Rp500,- menjadi Rp 50,-. Kebijakan ini ditujukan untuk mengurangi jumlah uang beredar akibat melonjaknya harga-harga barang dan jasa. Sanering jelas menyebabkan turunnya nilai relatif uang terhadap harga barang dan jasa, sehingga menjadi suatu kebijakan yang tidak populer di mata masyarakat.

Berbeda dengan sanering, redenominasi yang dilaksanakan dengan baik tidak akan merugikan masyarakat karena tidak menyebabkan penurunan nilai uang atau tidak berpengaruh terhadap harga barang dan jasa.

Perlu Persiapan Matang

Beberapa alasan diperlukannya redenominasi adalah: Pertama, pecahan uang yang terlalu besar akan menimbulkan ketidak efisienan dan kenyamanan dalam melakukan transaksi. Dengan pecahan yang terlalu besar, diperlukan waktu yang banyak untuk mencatat, menghitung dan membawa uang untuk melakukan transaksi sehingga ketidakefisienan dalam transaksi ekonomi.

Kedua, redenominasi dapat digunakan untuk mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan kawasan dalam memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Ketiga, nilai nominal uang yang terlalu besar mencerminkan bahwa suatu negara mengalami inflasi yang tinggi pada masa lalu atau kondisi fundamental ekonominya kurang baik.

Sejalan dengan semakin membaiknya fundamental ekonomi Indonesia, maka dengan redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing sejalan dengan fundamental ekonomi yang semakin kuat sehingga memberikan kebanggaan untuk memegang uang Rupiah.

Beberapa faktor kunci keberhasilan program redenominasi, berdasarkan studi BI, antara lain: (i) Adanya kebutuhan seluruh lapisan masyarakat terhadap penyederhanaan jumlah digit mata uang. (ii) Pemilihan waktu pelaksanaan yang tepat terkait kondisi fundamental perekonomian cukup kuat antara lain terkait dengan dengan membaiknya perekonomian dan tren inflasi yang menurun.

Dalam kaitan ini, program redenominasi perlu didahului prakondisi program stabilisasi perekonomian yang cukup berhasil dan tata kelola yang baik. Sebelum redenominasi Pemerintah mempersiapkan program stabilisasi perekonomian khususnya menurunkan inflasi selama beberapa tahun sebelum dilakukan redenominasi. Pada saat yang bersamaan otoritas fiskal terus berusaha mempertahankan kebijakan yang disiplin dan ketat seperti memperkecil budget defisit (cenderung tidak ekspansif).

(iii) Tersedianya landasan hukum yang cukup kuat yang mengatur penghapusan digit mata uang. (iv) Dukungan yang penuh dari seluruh lapisan masyarakat termasuk pemerintah, otoritas terkait, pelaku bisnis serta masyarakat umum sangat diperlukan untuk keberhasilan program redenominasi. (v) Sosialisasi kepada publik dan edukasi yang intensif. Kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dilakukan secara intensif, bertahap, dan terencana oleh bank sentral dan pemerintah untuk memberikan informasi yang cukup kepada publik terkait dengan redenominasi.

Strategi yang perlu ditempuh adalah mempersiapkan program redenominasi dengan baik sehingga redenominasi dapat dilaksanakan dengan lancar. Hal ini sejalan dengan kajian yang telah dilakukan yang menunjukkan bahwa dengan persiapan yang matang maka peluang untuk keberhasilan redenominasi menjadi lebih besar. Untuk itu, program redenominasi akan dilakukan dengan beberapa tahapan.

Pemerintah dan Rakyat Harus Kompak

Secara garis besar, pelaksanaan redenominasi Rupiah dibagi dalam 4 (empat) tahapan besar, yaitu tahap penyiapan, tahap pemantapan, tahap implementasi dan transisi, serta tahap phasing out. Agar tahapan ini berjalan lancar, kegiatan ini akan dikoordinasikan dengan Pemerintah dan perlu mendapat dukungan dari seluruh lapisan masyarakat.

Pengalaman dari beberapa negara yang berhasil melaksanakan redenominasi seperti Turki dan Romania menunjukkan bahwa redenominasi memberikan manfaat bagi perekonomian kedua negara tersebut.

Setelah dilakukan redenominasi di tahun 2005, perekonomian Turki misalnya terus mengalami perbaikan. Keberhasilan Turki dalam mempertahankan momentum perbaikan ekonomi terletak pada 4 pilar pokok yaitu (1) peningkatan kepercayaan masyarakat/dunia usaha terhadap implementasi program stabilisasi, (2) upaya mempertahankan disiplin fiskal, (3) pelaksanaan reformasi struktural, serta (4) pengendalian laju inflasi secara berkelanjutan.

Jadi, sudah jelas manfaatnya. Meskipun pemerintah belum memberikan respon, namun sinyalnya sepertinya juga positif. Tinggal diserahkan kepada masyarakat Indonesia, apakah redenominasi merupakan kebutuhan yang dampaknya bakal dirasakan baik bagi semua lapisan? Kita tunggu saja, tanpa perlu ribut apalagi panik.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com