Mengkaji Ketegangan Indonesia – Australia dari Perspektif Geopolitik (Bag-2)

Bagikan artikel ini

Penulis: M Arief Pranoto, Research Associate Global Future Institute (GFI)

Dalam aksi penyadapan telepon beberapa petinggi dan simbol-simbol negara RI, ternyata Aussie tak sendirian. Ia dibantu oleh Singapura, Korea (Selatan), New Zealand, Jepang, Inggris dll, tetapi semuanya atas kendali AS sebagai pemegang remote operasi.

Dikatakan oleh Salamudin Daeng dari Institute Global Justice (IGJ), Jakarta,  bahwa AS dan Inggris telah mematai-matai Indonesia melalui dua sayap operasi intelijen. Pertama, sayap Australia: untuk pembentukan mindset (pola pikir) dan engineering(rekayasa) politik Indonesia; kedua, sayap Singapura: untuk pengendalian ekonomi, keuangan, perbankan, perdagangan dan sumberdaya alam (SDA). Dan dalam koridor tersebut penyadapan dilakukan secara intensif, bahkan konon mampu menembus hingga ke kamar tidur Presiden Habibie, Gusdur, Mega dan SBY.

Menyimak uraian Daeng meski hanya sekilas, sebenarnya sudah bisa dilakukan mapping sederhana, artinya jika ketegangan diplomatik (politik) Indonesia – Aussie dianggap sebagai panggung pagelaran, maka peran Snowden hanya sekedar “wayang” semata, dan “dalang”-nya adalah Aussie dan Singapura dibantu beberapa negara dalam orbit Paman Sam sebagaimana disebut atas, tetapi “pemilik hajatan”-nya ialah AS dan Inggris sebagai mbah-nya kapitalis global. Inilah yang kini terjadi. Ada wayang, dalang dan pemilik hajatan. Ketiganya bersinergi secara sistemik. Wayang terserah sang dalang, sedangkan dalang tergantung pada pemilik hajat. “Hay, Pak Dalang, saya ingin lakonnya Petruk dadi Ratu, ya?”

Aussie bertugas mengubah pola berpikir anak bangsa dan rekayasa politik di republik ini, sedangkan tugas Singapura ialah mapping bagaimana penguasaan ekonomi dan pencaplokan SDA di Indonesia. Luar biasa. Maka pantas saja —menurut informasi— ketika di bawah gedung KPK, Jakarta, terdapat ruangan khusus untuk “ngantor” orang-orang Australia, entah siapa mereka dan apa yang dikerjakan. Yang janggal, kenapa justru otoritas KPK dan instansi lain yang berkompeten membisu? Tidak tahu, atau membiarkan. Jangan-jangan malah ada link up? Hipotesa penulis, berkenaan dengan kajian Daeng, kemungkinan “ngantor”-nya orang Aussie di bawah gedung KPK terkait tugas-tugas pengubahan mindset bangsa dan rekayasa politik. Salah satu rekayasa ialah membikin gaduh republik ini di tataran hilir (korupsi, HAM, dll). Tak heran ketika media VOA ISLAM.com (23/11/2013) memberitakan, justru (intelijen) Aussie beserta beberapa LSM yang memiliki link up ke donator asing menyerahkan data-data korupsi para pejabat negara kepada KPK. Darimana Aussie dkk mendapat data? Ini yang tengah berlangsung.

Mencuatnya kasus daging impor yang menjerat Ahmad Fathonah atau Olong, kuat diduga sebagai rekayasa politik Australia guna mencemarkan atau membusukkan ideologi partai politik yang tersangkut kasus dimaksud. Kendati penghancuran partai sebenarnya hanya sasaran antara belaka, oleh karena kuaat diduga ada hidden agenda yang lebih dahsyat lagi: penghancuran Islam di Indonesia? Ini cuma satu contoh. Silahkan telusuri kasus-kasus lainnya (Baca: Melacak Jejak Dosa Ahmad Fathonah dan PKS dari Perspektif Kolonialisme, di www.theglobal-review).

Hakikat permasalahan bangsa ini ada di hulu, yaitu penguasaan ekonomi dan pencaplokan SDA (lebih 90%) oleh asing yang hingga kini nyaris tanpa gugatan anak bangsa, sementara perjuangan banyak komponen masyarakat kita justru berputar-putar di hilir persoalan, seperti menyoal korupsi, HAM, kebebasan, demokrasi, intoleransi dan lain-lain.  Apakah “pembengkokkan perjuangan” ini hasil kerja para intelijen Australia sesuai tugasnya mengubah pola pikir bangsa dan rekayasa politik di Bumi Pertiwi?

Bersambung (BAG-3)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com