Mengungkap Reputasi Buruk Ukraina Dalam Perdagangan Senjata dan Peralatan Militer (Bag 1)

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI).

September lalu publik sempat dikejutkan dengan adanya  informasi bahwa telah tiba impor senjata api dan amunisi yang yang diimpor oleh PT Mustika Duta Mas yang kabarnya akan didistribusikan kepada Korps Brimob Polri.

Sayangnya, fokus perhatian lebih diarahkan pada peran PT Mustika Duta Mas sebagai importir senjata maupun sepak-terjang dan apa motif Korps Brimob Polri dengan senjata api sebanyak 20 ribu tersebut. Sehingga satu fakta penting justru luput dari penggalian dan investigas lebih dalam.

Yaitu sebuah fakta menarik bahwa pengiriman impor senjata yang dilakukan oleh PT Mustika Duta Mas telah menggunakan Pesawat Charter model Antonov AN-12 TB dengan Maskapai Ukraine Air Alliance UKL 4024. Pesawat Maskapai Ukraina ini memuat senjata api dan amunisi yang diimpor PT Mustika Duta Mas tersebut.

Meskipun Indonesia Police Watch sempat mendesak Kepolisian RI mengklarifikasi pemeblian senjata api dan amunisi dari Ukraina, namun sampai saat ini baik pihak Mabes Polri maupun kantor kepresidenan belum memberikan keterangan yang cukup memuaskan.

Bagi kalangan pemangku kepentingan pertahanan khususnya yang berwenang dalam pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) nampaknya perlu berhati-hati mengingat reputasi buruk Ukraina sebagai eksportir senjata maupun peralatan perang.

Masih segar dalam ingatan kita, ketika Indonesia dan Ukraina pada 2016 lalu menjalin kerjasama pertahanan, saat itu sempat muncul   desakan dari berbagai kalangan agar Kementerian Pertahanan RI mempertimbangkan kembali usulan Ukraina agar Indonesia membeli kendaraan lapis baja 4-M buatan mereka. Sebab saat itu terungkap, Thailand dan Kroasia memiliki pengalaman tak menyenangkan saat memesan tank  T-84 Oplot dan pesawat tempur MIG-21 buatan Ukraina.

Pada Agustus 2016, Olodymyr Pakhil, Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, didampingi Deputy Director of Spetstechnoexport Vladyslav Belbas, berkunjung ke kantor Kemhan. Kedatangan keduanya menjadi isyarat dilakukannya kerja sama pertahanan antara RI-Ukraina, sekaligus menindaklanjuti kunjungan Presiden Ukraina Petro Poroshenko ke Presiden Joko Widodo beberapa hari sebelumnya.

Presiden Petro Poroshenko memimpin  secara langsung rombongan kabinet pemerintahan Ukraina ke Indonesia antara 5-7 Agustus 2016.  Pada pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Poroshenko, kedua kepala negara menandatangani perjanjian kerja sama di bidang pertahanan.

Pada Oktober 2016, Global Future Institute (GFI) menyelenggarakan diskusi terbatas membahas berbagai rencana dan langkah-langkah strategis yang sebaiknya dilakukan Kemhan, khususnya dalam hal pembelian Alutsista dari negara-negara lain, baik dari Eropa Barat. Eropa Timur maupun Republik Rakyat Cina.

Khusus terkait Ukraina, menyusul pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Ukraina, diskusi GFI sampai pada kesimpulan bahwa kerja sama militer dengan Ukraina sama sekali tidak layak dan sebaiknya tidak ditindaklanjuti ke tingkat yang lebih strategis.

Ada beberapa pertimbangan. Terutama terkait kualitas kendaraan militer seperti tank. Salah seorang peserta diskusi yang kebetulan berpengalaman menjadi rekanan Kemhan sejak era pemerintahan Soeharto hingga era Reformasi, pernah meriset  kerja sama Ukraina dengan Thailand.

Pada perjanjian kerja sama pertahanan tersebut, Ukraina diwajibkan memasok 49 unit Tank T-84 Oplot. Kenyataannya, Ukraina hanya sanggup memasok 10 unit. Artinya, Ukraina dinyatakan gagal memenuhi kewajiban memasok 39 unit sisanya. Alhasil, pemerintah Thailand pun memutuskan menolak mengikutsertakan Ukraina dalam berbagai tender pembelian peralatan militer Thailand.

Sementara terkait kewajiban memasok 39 unit T-84 Oplot,  Ukraina menggantinya dengan tank buatan Amerika Serikat yang sudah lama dan buruk kualitasnya. Pemerintah Thailand pun tidak puas dengan penggunaan 200 unit Tank GIR 3-EI yang tidak bagus kualitasnya.

Lantas bagaimana dengan produk pesawat tempur seperti MIG-21 buatan Ukraina?

Ukraina pada 2015 ternyata pernah mengekspor pesawat MIG-21 tersebut ke Kroasia, negara tetangga  yang berada di kawasan Eropa Timur. Menariknya, pada Maret 2016, polisi militer Kroasia mendapati adanya tindak korupsi terkait perbaikan pesawat yang diekspor dari Ukraina tersebut.

Fakta menarik terungkap, dari 12 pesawat MIG-21 yang dibeli pemerintah Kroasia, sebanyak sembilan di antaranya rusak. Dengan kata lain, pesawat yang dalam keadaan relatif baik hanya tiga unit.

Hasil penyelidikan dan pengusutan yang dilakukan Polisi Militer Kroasia menunjukkan, sebanyak lima unit dari 12 pesawat tempur yang dibeli Kroasia dari Ukraina tersebut, ternyata dulunya milik Yaman.

Bahkan lima pesawat tersebut merupakan hasil rakitan negara-negara lain seperti Bulgaria. Pihak Bulgaria dikabarkan pernah melaporkan kepada North Atlantic Treaty Organization (NATO-Pakta Pertahanan Atlantik Utara) bahwa MIG-21 pada dasarnya tidak layak. Hal yang lebih mencengangkan, ternyata nota registrasi pesawat yang dijual Ukraina ke Kroasia adalah palsu.

Nampaknya, krisis ekonomi yang melanda Ukraina, serta dihentikannya kerja sama Ukraina-Rusia dalam bidang industri militer telah menghancurkan kualitas industri militer Ukraina.

Namun, ini baru sebagian dari cerita, terkait reputasi buruk dan kredibilitas Ukraina sebagai pemasok peralatan militer maupun persenjataan.

Hal lain yang tak kelah penting untuk kita sorot adalah reputasi Ukraina untuk menjual senjata di beberapa negara yang sedang mengalami eskalasi konflik yang tajam, penuh pergolakan dan instabilitas politik, serta pelanggaran hak-hak asasi manusia.

Sehingga beberapa negara tersebut mengalami kesulitan untuk membeli peralatan militer maupun persenjataan dari negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Yang mana AS dan negara-negara Uni Eropa selalu mengajukan syarat-syarat politik jika bermaksud menjual senjata dan peralatan militernya ke negara-negara sedang berkembang.

Dalam situasi seperti itulah, Ukraina dengan senang hati memanfaatkan momentum itu memainkan peran sebagai eskportir dan pemasok senjata dan peralatan militer untuk mengisi kekosongan pasar persenjataan dan peralatan perang di negara-negara yang sedang bergolak tersebut.

Afrika, adalah sebuah contoh kasus menarik bagaimana Ukraina memainkan perannya sebagai eksportir dan pemasok senjata ke kawasan Afrika Timur. Modus operandi yang dilakukan, kiranya patut untuk kita ungkap di sini.

Sebuah bocoran yang berasal dari Organized Crime Corruption Reporting Project (OCCRP), memgungkap bahwa beberapa kendaraan lapis baja senilai 4.1 juta dolar AS telah dibeli dari Polandia, sebuah negara di kawasan Eropa Timur.

Namun Polandia, sebagai salah satu negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), terikat oleh peraturan ekspor persenjataan ke luar negeri secara ketat. Maka, kendaraan lapis baja tersebut sebagian dikirim ke Ukraina. Yang mana melalui Ukraina, kemudian diekspor ke Afrika Timur melalui Uni Emirat Arab.

Dengan kata lain, bisa diibaratkan Ukraina sepertinya memainkan peran sebagai pencuci uang kotor yang melewati beberapa nomor rekening bank, sehingga tidak bisa terlacak asal usu, rute perjalanan dan tujuan sesungguhnya dari pemasokan senjata atau peralatan militer tersebut (an extensive Weapons Laundering Scheme).

Melalui dokumen yang berasal dari OCCRP itu, terungkap bahwa Para Pejabat Berwenang Ukraina bekerjasama dengan beberapa perusahaan perdagangan senjata, telah memainkan peran kunci dalam menyalurkan Soviet style Arms dari Eropa ke Afrika dan Timur Tengah.

Dokumen tersebut merujuk pada sebuah perusahaan Ukraina bernama Techimpex, yang bergerak dalam penjualan, reparasi, maupun perbaikan peralatan militer. Dan sebuah perusahaan bahan peledak asal Inggris, S-Profit. Dengan kata lain, Ukraina menjadi perusahaan cover(samaran) dari S-Profit, dalam mengekspor bahan peledak dan amunisi ke Sudan dan Sudan Selatan, Padahal, negara-negara Eropa Barat yang tergabung dalam Uni Eropa telah memberlakukan embargo kepada Sudan dan Sudan Selatan.

Begitulah. Antara 2014 hingga 2016, Techimpex telah bekerjasama dengan beberapa eksportir Ukraina, termasuk Ukrinmash, dan negara-negara regulator ekspor senjata yang disebut State Service of Export Control (SSEC), untuk melakukan perdagangan senjata secara illegal.

Satu lagi catatan penting. Techimpex ternyata tercatat telah melakukan 26 kerjasama pemasokan senjata senilai 29,5 juta dolar AS antara 2015 dan 2016. Yang kesemuanya itu dilakan dalam kerangka the Weapons Laundering Scheme. Skema pencucian senjata yang hampir sama dengan skema pencucian uang alias Money Laundering.

Mungkin ada baiknya modus operandinya kita gambarkan sekilas dalam paparan ini. Techimpex pada 2016 mendapat permintaan dari SSEC, untuk mengimpor suku cadang kendaraan lapis baja produksi sebuah perusahaan Polandia, Artinya, di atas permukaan, Polandia mengekspor suku cadang kendaraan lapis baja ke perusahaan Techimpex Ukraina, sebagai tujuan akhir. Atau Final Recipient.

Namun kenyataannya, pasokan suku cadang kendaraan lapis baja tersebut hanya transit saja di Ukraina. Techimpex kemudian menjual kepada Ukrinmash, perusahaan milik negara yang bergerak dalam ekspor senjata, dan Ukrspecexport. Ukrinmash kemudian memotong sekitar 9 sampai 17 persen sebagai komisi, kemudian mengekspor kepada pemesannya dari Afrika.

Dengan demikian, terkesan Ukraina merupakan sumber persenjataan dan pemasok senjata kepada Afrika.Sehingga berhasil menutup asal-usul dan sumber pemasokan senjata yang sesungguhnya. Yaitu Polandia, yang notabene merupakan pemasok dan produsen suku cadang kendaraan lapis baja, dan tergabung dalam negara-negara NATO.

Lebih spektakuler lagi, Techimpex tidak saja berurusan dengan Polandia sebagai broker tersamar perdagangan senjata. Melainkan juga melibatkan  beberapa negara Eropa Timur seperti: Slovakia, Moldova, Bulgaria, Hongaria, Rumania, dan Bosnia and Herzegovina.

Adapun yang dari kawasan non Eropa, yang disasar sebagai pasar persenjataan adalah Afrika, Timur Tengah, dan Asia: Eutophia, Korea, Chad, Uganda, dan Uni Emirat Arab.

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com