Kontra Skema Geopolitik dan Kesisteman atas Penjajahan Gaya Baru di Bumi Pertiwi
Sebelum mengurai kontra skema via pendekatan kesisteman dan pertarungan geopolitik atas kolonialisme di Bumi Pertiwi yang berjiwa (rohnya) imperialis kapitalisme, sepintas akan dibahas terlebih dahulu histori dan kronologi kolonialisme gaya baru.
Tatkala kolonialisme Barat yang dijiwai (roh) imperialis kapitalisme mendarat tepat di “jantung” Ibu Pertiwi melalui amandemen empat kali UUD 1945 Naskah Asli karya Pendiri Bangsa (the Founding Fathers) pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002, itulah model peperangan asimetris (asymmetric warfare) oleh asing yang tergolong sukses gemilang, kenapa? Sebab, tanpa asap mesiu — selain negara target (Indonesia) tak hanya ganti rezim —Orde Baru jatuh— tetapi juga ganti sistem plus bonus merebaknya virus stockholm syndrome, banyak warga jatuh cinta kepada kaum penjajah yang merampas kehidupannya.
Hal ini sangat berbeda dengan Revolusi Warna (1980-2010) di jajaran negara bekas Uni Soviet dan Arab Spring (2010-2011) di Jalur Sutra yang hanya berbuah ganti rezim belaka. Ya. Kelompok “reformis gadungan” yang menumpang pada Gerakan Reformasi silam (1998) relatif canggih, cerdik lagi brutal. Sekali dayung, beberapa pulau (ganti rezim, ganti sistem plus stockholm syndrome) bisa diraihnya.
Pasca amandemen, konstitusi sekarang berubah menjadi individualis, liberal dan kapitalistik serta meninggalkan Pancasila selaku Norma Hukum Tertinggi.
Secara geopolitik, akibat amandemen empat kali (1999-2002), kedaulatan rakyat dan kedaulatan ekonomi menjadi tergerus.
Tergerusnya dua kedaulatan vital di atas ditandai dengan beberapa hal:
Pertama, Kedaulatan Rakyat, misalnya:
1. Penurunan (downgrade) status MPR-RI dari Lembaga Tertinggi Negara menjadi Lembaga Tinggi Negara. Sistem MPR (meta-struktur) sebagai sistem terbaik di dunia kini tidak berfungsi lagi beserta hilangnya berbagai tugas dan kewenangan yang melekat;
2. Adanya Pasal 6A Ayat (2) UUD Produk Amandemen merupakan titik mula perampasan Kedaulatan Rakyat oleh partai politik (Parpol), dimana cuma Parpol dan gabungan Parpol yang bisa mengusulkan Calon Presiden/Wapres.
Kedua, tergerusnya Kedaulatan Ekonomi, contoh:
1. Ditambahkannya Ayat (4) di Pasal 33 UUD Naskah Asli membuat Ekonomi Pancasila yang dulu dilandasi usaha bersama, gotong royong dan kekeluargaan, seketika berubah menjadi individualis, liberal lagi kapitalistik;
2. Terbit berbagai UU dan produk turunannya yang tidak pro rakyat, khususnya Omnibus Law dan lainnya.
Itulah sekilas dua kedaulatan vital yang tergerus akibat amandemen UUD (1999-2002). Sebenarnya masih banyak lagi, seperti Pasal 6 UUD Produk Amandemen yang menghilangkan frasa “asli” bagi syarat pencalonan presiden. Bila pasal ini tidak segera dikembalikan sesuai rumusan the Founding Fathers, suatu saat nasib republik ini mirip Negara Imigran, dimana bangsa pendatang bisa menjadi presiden. Ini bukanlah rasisme atau sikap sentimen berbasis SARA, namun tentang bagaimana masa depan negara dan nasib bangsa kedepan.
Ketika merujuk “Teori Trilogi Pribumisme”-nya Prof La Ode yang berisi: 1) Pribumi Pendiri Negara; 2) Pribumi Pemilik Negara; 3) Pribumi Penguasa Negara. Maka, deskripsinya di NKRI ialah Pribumi Pendiri NKRI; Pribumi Pemilik NKRI; Pribumi Peguasa NKRI.
Lantas, bagaimana pokok-pokok pikiran dan implementasi Teori Trilogi Pribumisme di NKRI?
(Bersambung ke Bagian 4)
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments