Merawat Energi Al Maidah 51 untuk Kebangkitan Jati Diri Bangsa Indonesia

Bagikan artikel ini
Abubakar Bamuzaham, Peminat Geopolitik dan Pelaku Usaha. Tinggal di Solo. Jawa Tengah
Tentunya bukan sebuah kebetulan semata bila terpelesetnya lidah seorang pemimpin yang pada akhirnya bisa menyatukan energi bangsa yang dihadiri oleh semua unsur lapisan anak bangsa dan tak memandang suku, agama dan dan golongan itu hadir di monas di mumentum 212.
Melalui uraian ini kami ingin mengajak memahami lebih luas dari cara pandang sistem geopolitik dalam mengkaji makna ayat Al Maidah 51 bagi negeri ini agar kita tidak terjebak ke dalam skema penjajahan modern (perang asimetris).
Secara spesifik, geopolitik merupakan metode analisis kebijakan luar negeri yang berupaya memahami, menjelaskan, dan memperkirakan dampak sebuah kebijakan yang kita tempuh dan pengaruhnya terhadap perilaku politik internasional dalam variabel geografi.
Bila kita membaca surah Al Maidah 51 dari sisi cara pandang geopolitik maka dengan bahasanya yang lugas khas Al Quran, ayat ini seolah sedang membedah secara langsung tentang apa yang sesugguhnya yang sedang terjadi di wilayah hulu bukan lagi di wilayah hilir, yaitu skema besar sebuah perang Asimetris yang tengah berlangsung dalam tubuh bangsa ini sejak lama, namun belum banyak orang yang menyadarinya.
Dengan bahasanya yang khas Al Quran, surah Al Maidah 51 tersebut secara telak memberikan informasi tingkat A (1) tentang adanya kekuatan Aliansi Zionisme Yahudi dan Nasrani yang dapat kita kenali dari sistem kepemilikan harta individu berikut cara memperolehnya (kualitas) tidak dibatasi, yakni dibolehkan dengan cara apapun selama tidak mengganggu kebebasan orang lain (sistem Kapitalisme)
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam, dimana menurut sistem ekonomi Islam kepemilikan harta dari segi jumlah (kuantitas) tidak dibatasi namun dibatasi dengan cara-cara tertentu (kualitas) dalam memperoleh harta (ada aturan halal dan haram).
Ciri kedua dari sistem Aliansi Yahudi dan Nasrani adalah dalam mekanisme pemberian bantuan hutang luar negeri dimana dalam konsep aliansi Yahudi dan Nasrani (Konsep Zionis) mewajibkan penyertaan pembayaran bunga yang mencekik leher (riba).
Aliansi Zionisme Yahudi dan Nashoro itu telah melahirkan kekuatan ekonomi Kapitalisme Barat yang dimotori oleh blok Kapitalisme Barat, dan blok aliansi Yahudi dan Kristen yang tergabung dalam blok Kapitalisme Timur atau Kapitalisme Negara.
Meskipun diantara keduanya memiliki pola yang berbeda dalam meng intervensi kekuasaan negara, namun keduanya memiliki kemiripan pola yang mereka terapkan, yaitu sama-sama memiliki misi untuk menguasai negeri ini melalui skema penjajahan modern yang dikemas dalam sistem Kapitalisme global dengan mekanisme menawarkan konsep bantuan luar negeri dengan sistem pemberlakuan bunga (riba) yang mencekik leher (riba).
Tragisnya, masing-masing dari dua aliansi tersebut (Kapitalisme Barat dan Kapitalisme Negara) sedang bersaing tarik menarik berebut menjadi poros untuk mengendalikan kekuatan bangsa ini, alih-alih dengan dalihnya masing-masing dalam rangka memberikan bantuan luar negeri untuk pembangunan infrastruktur dan eksploitasi sumber daya alam kita.
Dengan mekanisme hutang luar negeri itu mereka hadir melalui “tangan-tangan gaib” (invisible hands) yang bisa meng-intervensi untuk mengendalikan Negara kita. Inilah yang disebut sebagai perang Asimetris abad ini.
Menurut Hendrajit, penulis buku yang berjudul Perang Asimetris, perang asimetris merupakan metode peperangan gaya baru secara nonmiliter. Namun, daya hancurnya tidak kalah, atau bahkan dampaknya lebih dahsyat, daripada perang militer.
“Ia memiliki medan atau lapangan tempur luas meliputi segala aspek kehidupan, yaitu geografis, demografis, sumber daya alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.”
Melalui surat Al Maidah 51 seolah Allah SWT memberikan “early warning” agar kita tidak menjadikan aliansi tersebut sebagai “awliya” atau secara Geopolitik agar kita selalu mawas diri dan menjaga diri agar tidak “mengandalkan bantuan” yang mereka bawa, karena mekanisme bantuan itu sejatinya bisa menjebak kita pada skema penjajahan modern. Dan pada dasarnya karakter sifat dasar mereka (aliansi Yahudi dan Nashoro) itu tak lain adalah untuk menjajah meskipun kerangka yang ditawarkannya berupa bantuan luar negeri.
Siapa yang menyangka bila kasus  Maidah 51 yang awalnya diletupkan maunya hanya untuk penggiringan opini di wilayah isu untuk membangun kesadaran memilih pemimpin agar tidak mengaitkan dengan simbol agama itu namun dalam prakteknya justru akhirnya telah membangunkan kesadaran dan nasionalisme jati diri bangsa dan menelanjangi sang pelakunya itu, menunjukkan bahwa karakter bangsa ini tak bisa dilepaskan dari Islam.
Belajar dari kasus ini, menunjukkan bahwa Islam telah menjadi bagian dari identitas diri bangsa yang telah melekat kuat dalam karakter bangsa ini
Berkumpulnya massa yang terbesar dalam sejarah berjumlah tujuh juta manusia, namun tak ada satupun rumput yang terkulai akibat terinjak-injak kaki itu merupakan bukti kongkrit bahwa inilah identitas diri kita yang sesungguhnya.
Kalau rumput saja dijaga, apalagi manusia? Inilah indahnya karakter jati diri bangsa ini yang sesungguhnya.
Semoga energi Al Maidah 51 tetap terpelihara, karena energi ini mampu memberikan wacana kepada kita, bahwa kita bisa tetap menjadi putih meskipun diantara tarik menarik dua kekuatan merah dan hijau.
Mumentum 212 adalah sebuah awal yang baik untuk menunjukkan identitas diri bangsa kita yang sesungguhnya. Karena sejarah perjuangan bangsa ini  tak bisa dilepaskan dari para ulama yang telah mendidik bangsa ini menjadi bangsa yang beradab.
Mari terus kawal energi Al Maidah 51 sebagai awal untuk menentukan identitas diri bangsa kita yang sesungguhnya yang terbebas dari kolonialisme klasik maupun kolonialisme modern.
Wassalam..
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com