Mewaspadai Penggunaan Bansos Dalam Pilpres

Bagikan artikel ini

Stefi Velanueva Farrah, Peneliti muda di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI), Jakarta

Banyak kalangan seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai potensi untuk terjadinya penyelewengan penyaluran dana Bantuan Sosial (Bansos) dalam Pemilu 2014 sangat besar kemungkinannya dilakukan oleh incumbent, parpol yang sedang menjadi penguasa di suatu daerah dan caleg-caleg yang maju kembali dalam Pileg 2014.

Banyak kalangan menilai dana Bansos tahun 2014 sebesar Rp 91,8 triliun berpotensi atau rawan untuk diselewengkan untuk kepentingan politik praktis. Berlanjutnya penyelewengan dana Bansos menjelang Pemilu 2014 dan digunakannya dana tersebut untuk kepentingan politik praktis oleh kelompok tertentu, selain berpotensi mencederai demokrasi atau Pemilu 2014, “melegalisir” money politic dalam Pemilu 2014 juga dapat berpotensi menimbulkan kerawanan dalam bentuk gangguan kamtibmas.

Potensi kerawanan penyalahgunaan alokasi Bansos pada Pemilu 2014 sudah disuarakan di berbagai kalangan, seperti Busyro Muqoddas yang juga Wakil Ketua KPK mengatakan, KPK mendesak Pemerintah Pusat dan daerah membekukan dana bantuan sosial sampai penyelenggaraan Pemilu 2014 berakhir, karena penggunaan dana bansos menjelang pemilu sangat rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Hal senada disampaikan Abdullah Dahlan, Divisi Korupsi Politik ICW yang meminta Kementerian Keuangan agar membekukan pencairan dana bansos tahun 2014 selama penyelenggaraan pemilu, karena dana bansos rawan disalahgunakan dan dikorupsi.

Sebelumnya, Yenny Sucipto yang menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran/Fitra mengatakan, dana bantuan sosial (bansos) 2014 senilai Rp91,8 triliun rawan diselewengkan untuk kepentingan politik jangka pendek, karena belum ada penjelasan terkait adanya tambahan dana bansos sebesar Rp16,04 triliun. Pihak yang berpotensi menyelewengkan adalah partai politik dan anggota legislatif periode 2009-2014 yang kembali mencalonkan diri, karena keputusan alokasi anggaran di setiap kementerian dan lembaga negara harus melalui pembahasan bersama antara menteri dan komisi terkait. Menurutnya, terdapat kejanggalan dalam pengalokasian dana bansos, berupa perubahan mata anggaran yang sampai saat ini belum ada penjelasannya. Sementara itu, Abdullah Dahlan dari Divisi Korupsi Politik ICW yang mengatakan, dana bansos rentan dipolitisasi dikarenakan kebijakan tersebut dikonsolidasikan untuk kepentingan politik pada Pemilu 2014. Untuk itu, Bawaslu perlu mengawasi potensi penggunaan dana-dana kampanye yang bersumber dari APBD dan APBN oleh peserta pemilu.

M Yusuf yang menjabat sebagai Kepala PPATK mengatakan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengusulkan agar pemerintah membekukan pencairan dana bantuan sosial (bansos) hingga pelaksanaan Pemilu usai sangat bisa dipahami karena rawan penyelewengan. Kecerobohan pemerintah menggelembungkan dana bansos telah menyalakan sinyal negatif mengenai kemungkinan penyimpangan penggunaannya.Alasan PPATK mengenai tidak jelasnya kriteria dan parameter penyaluran dana bansos juga mengisyaratkan lemahnya pengawasan pemerintah dalam penyaluran anggaran itu.

Menurutnya, modus yang sering terjadi dalam penyimpangan tersebut tidak hanya dilakukan menteri atau pejabat kementerian terkait, tetapi juga pihak-pihak lain, termasuk anggota DPR. Pemerintah dan DPR terlihat sangat tidak prudent dalam menentukan pos anggarannya. Ini terlihat dari penggelembungan bansos menjelang kampanye pemilu ini. Jumlah dana bansos dinaikkan dari Rp 78,76 triliun menjadi Rp 91,8 triliun, yang dialokasikan melalui beberapa kementerian.

Sedangkan Abdullah Dahlan, peneliti ICW mengatakan, dana bansos rawan dipolitisasi untuk membiayai program-program populis jangka pendek untuk memenangkan pemilu, karena dana Bansos paling mudah disalurkan. Menurutnya, bansos makin rawan dipolitisasi mengingat banyak menteri yang sekaligus petinggi partai politik, karena bansos lekat dengan program yang bersifat populis yaitu: rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial, jaminan sosial, penanggulangan kemiskinan, dan penanggulangan bencana. Bahkan dalam pemberian bansos ada atribut identik dengan partai tertentu sehingga masyarakat bias.

 

Modus dan Antisipasinya

Ada beberapa modus penyimpangan harus diwaspadai. Pertama, penerimanya fiktif, dengan cara dana disalurkan kepada pihak tertentu yang mengajukan proposal, meski kegiatannya fiktif. Hal itu banyak terjadi di berbagai daerah, seperti kasus pencairan dana bansos kepada 114 yayasan di Banten beberapa waktu lalu. Kedua, jumlah dana yang diberikan kepada penerima bansos tidak sesuai anggaran yang dicairkan karena ada pemotongan anggaran oleh pejabat tertentu. Ketiga, modus-modus lain yang secara terselubung berkaitan dengan kegiatan politik di suatu tempat. Sementara itu, ada dua tujuan politisasi bansos. Pertama, untuk membangun popularitas dengan program-program populis yang disebarkan pada kelompok strategis yang punya basis massa besar. Kedua, untuk modal politik. Masih berlanjutnya penyelewengan dana Bansos juga menunjukkan pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara yang lemah dalam berbagai level pemerintahan baik di Pusat maupun di daerah. Disamping itu, penyelewengan dana Bansos untuk kepentingan Pemilu 2014 juga mengindikasikan kurang adanya integritas dari semua parpol dan pihak terkait untuk benar-benar menyelenggarakan Pemilu 2014 dengan etika politik yang baik, menggunakan dana yang sah serta adanya “equality playing field” yang sama bagi semua kontestasi Pemilu.

Menurut penulis, ada beberapa langkah yang perlu disarankan untuk mengantisipasi penyalahgunaan dana Bansos dalam Pilpres 2014 antara lain : pertama, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara dan pengawas pemilu untuk tegas ketika berhadapan dengan dana kampanye parpol. Kedua, Kementerian Keuangan harus mengawasi belanja bansos 15 kementerian dengan lebih serius. Untuk memastikan BUMN netral, KPU dan Bawaslu harus mulai memverifikasi tim-tim sukses partai politik lepas kepentigan dari pejabat struktur BUMN. Menteri selaku pengguna anggaran belanja bansos dilarang menggunakan belanja dana bansos untuk kepentingan pemilu. Ketiga, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga harus cermat melihat kemungkinan adanya aliran dana pemerintah yang masuk pada rekening-rekening yang berhubungan atau punya afiliasi politik. Keempat, BPK juga harus segera melakukan proses audit investigatif terhadap belanja bansos pada APBN. Aspek keadilan tetap harus dijaga dalam kontestasi pemilu. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk segera menerjunkan aparatnya guna mengecek langsung ke lapangan dengan melibatkan PPATK dan penyidik KPK.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com