Museum Awards 2014, Museum KAA Sabet Kategori “Museum Bersahabat”

Bagikan artikel ini

Museum KAA menyabet Museum Awards 2014 untuk kategori “Museum Bersahabat” dalam perhelatan akbar Malam Anugerah Purwakalagrha ke-3 yang digelar di acara talkshow Kick Andy Show, Metro TV (25/06/2014).

Sebelas museum nominasi asal Provinsi DKI, Banten dan Jawa Barat memperebutkan empat kategori yang diperlombakan yakni Museum Cantik, Museum Pintar, Museum Bersahabat, dan Museum Menyenangkan.

Museum Awards 2014 kami gelar untuk ikut menyukseskan Gerakan Cinta Museum serta memeriahkan perayaan Museum Day 2014 dan menyambut HUT Jakarta,” kata Ketua Pelaksana Museum Awards 2014 C. Musiana Yudhawasthi.

Digagas oleh Komunitas Jelajah, sebuah komunitas independen yang memiliki minat terhadap berbagai peristiwa, tempat dan pelaku sejarah, budaya, bahasa, sains dan teknologi, Museum Awards 2014 bertujuan memberikan apresiasi dan penghargaan terhadap museum dan tokoh kepurbakalaan dan sejarah yang selama ini telah banyak memberikan kontribusi dan karyanya demi kemajuan permuseuman tanah air.

Transformasi Museum: Jembatan Komunikasi dan Masyarakat sebagai Mitra Aktif

Kepala Museum KAA, Thomas A. Siregar mengatakan, “Di era museum pasca modern, Museum KAA tidak lagi memposisikan masyarakat sebagai penikmat museum semata. Lebih dari itu, mereka adalah mitra museum yang bisa menyumbangkan pengetahuan, waktu, tenaga, dan materi untuk berkembang bersama museum.”

Museum KAA di era museum pasca modern harus jadi jembatan komunikatif yang menghubungkan pesan koleksi museum kepada masyarakat, lanjut Thomas. Ada rentang waktu yang tidak pendek antara museum tradisional menuju museum modern hingga akhirnya memasuki era pasca museum modern.

Dalam rentang itu, model komunikasi museum  dituntut untuk berubah. Model komunikasi museum yang lazimnya cenderung satu arah dari kurator kepada masyarakat kini dianggap tidak cocok lagi bagi museum-museum di era pasca modern.

“Museum harus terus tumbuh bersama masyarakat. Mereka memiliki kapasitas masing-masing. Perlu model komunikasi dua arah yang berimbang antara museum dan masyarakat,” kata Thomas.

Kontribusi Museum KAA: Asistensi Proses Kreasi & Aktualisasi Diri Sahabat Museum

Pada tahap selanjutnya, museum perlu segera membentuk sebuah wadah yang menjadi jembatan komunikasi dan koordinasi antara museum dan masyarakat.

Di Museum KAA, misalnya, setelah dirintis sejak tahun 2008, Sahabat Museum KAA didirikan secara resmi pada tahun 2011 sebagai event management antara museum dan komunitas-komunitas yang bernaung di bawah museum.

“Tak kalah pentingnya pula, museum perlu segera mendesain produk yang kreatif, menciptakan suasana museum yang nyaman untuk masyarakat dan konsep pemasaran yang profesional,” papar Thomas.

Secara umum, keterlibatan masyarakat terhadap Museum KAA dalam wadah Sahabat Museum KAA dapat dikelompokkan menjadi beberapa kriteria, yakni benefaktor, donatur, relawan, dan anggota. Menyinggung capaian hasil kerja sama antara Museum KAA dan Sahabat Museum KAA selama ini, Thomas mengakui besarnya dampak kontribusi masyarakat untuk peningkatan kualitas pelayanan publik Museum KAA.

“Nilai-nilai Konferensi Asia Afrika (Nilai-nilai KAA) yang menjadi ruh utama seluruh koleksi Museum KAA mendapat interpretasi baru dari masyarakat. Interpretasi masyarakat terhadap pesan koleksi museum diwujudkan dalam bentuk program edukasi publik, seperti seminar, lokakarya, kuliah umum, dan event. Saat ini Sahabat Museum KAA memiliki enam belas club diskusi yang menginterpretasi pesan koleksi dalam bentuk produk-produk kreatif dan edukatif.”papar Thomas.

“Masyarakat, dalam hal ini, para anggota dan mitra Sahabat Museum KAA bersentuhan langsung dengan nilai-nilai KAA. Pengalaman itu menunculkan penghayatan yang mendalam terhadap pesan-pesan koleksi. Ujungnya, terbentuk identitas kolektif di antara mereka tentang citra Museum KAA sebagai rumah tempat mereka belajar dan mengaktualisasikan diri,” urai Thomas.

Di antara banyak komunitas Sahabat Museum KAA, Museum KAA menjalin pula kerja sama dengan sejumlah komunitas yang mendukung pemberdayaan kelompok-kelompok termarjinalkan, seperti penyandang disabilitas.

“Untuk mendukung komunikasi dua arah dengan masyarakat, Museum KAA juga menerapkan komunikasi informal melalu berbagai media sosial. Di antaranya yang paling efektif adalah akun twitter @AsiAfricaMuseum,” imbuh Thomas.

Menutup paparannya, Thomas menekankan pentingnya penelitian koleksi yang berkesinambungan.  Hasil penelitian akan berguna untuk memasok informasi koleksi museum. Dengan begitu, akan selalu lahir interpretasi baru yang dinamis dan berkembang dari masyarakat.

Sejak 2008 lalu Museum KAA seakan menggeliat dari tidur panjangnya. Berkat tangan dingin Isman Pasha (Kepala Museum KAA Periode 2008-2012) Museum KAA perlahan-lahan membuka diri. Tantangan museum era pasca modern sudah di depan mata. Museum di sudut Jalan Braga Bandung itu seakan tak pernah terlelap.

Selalu ramai dengan aktifitas masyarakat. Pasalnya, ada keterlibatan publik di sana. Berbagai lapisan masyarakat bahu membahu ‘melawan lupa’. Puluhan program edukatif, inpiratif, dan interaktif untuk Museum KAA lahir dari tangan mereka.

Museum di era pasca modern hadir sebagai sumber inspirasi dan kreasi. Museum bukan lagi ‘kuburan waktu’! (sumber: Museum KAA)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com