Muhamad Iskandar Syah -President of International Thinkers-
Istilah Neokonservatif pertama kali diperkenalkan oleh Michael Harrington pada dekade 70-an. Harrington, ilmuwan sosialis yang bekerja sebagai editor majalah Dissent, mengemukakan istilah itu untuk menunjuk suatu gerakan eksodus suatu kelompok individu yang semula berpaham liberal dan kemudian beralih menuju paham konservatif. Kelompok yang berganti paham ini disebut Harrington sebagai konservatif baru (neo conservatism) atau neokonservatif, dan para penganutnya sering disebut neokons (Lind, 2004).
Emberio neokonservatif terlacak sejak pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada 3 November 1964. Pada saat itu ada dua calon yang bertarung dari dua partai besar, yakini Lyndon B. Johnson (Partai Demokrat) dan Barry Goldwater (Partai Republik). Johnson adalah kandidat yang didukung oleh kalangan liberal, sedangkan Goldwater didukung oleh kalangan konservatif.
Pada saat kampanye, Johnson menjanjikan hak-hak sipil rakyuat AS yang memang sedang populer pada saat itu. Sedangkan lawanya, Goldwater melontarkan isu kekuatan nuklir (nuclear power dan perananya dalam kebijakan luar negeri AS. Meskipun isu nuklir juga sedang berkembang pada saat itu di AS, namun sayangnya isu tersebut telah usang yang tak mampu menarik perhatian publik. Pemilu tersebut akhirnya dimenangkan secara telak oleh Johnson yang merupakan Mantan Wakil Presiden pada era John F. Kennedy. Emberio kelompok konservatif yang berada dibelakang Johnson belum terlihat pada saat kampanye dikarenakan pandangan mereka yang lebih dekat ke liberal, ditambah juga belum ada momentum yang tepat. Kelompok ini mulai terlihat tatkala Presiden Johnson memenuhi janji-janjinya ketika kampanye (Mubah, 2007).
Irving Kristol, lahir pada 22 Januarai 1920 di Brooklyn, New York adalah seorang kolumnis, jurnalis, dan penulis AS, ia dijuluki “godfather of neoconservatsm”. Hal ini dikarenakan perkembangan neokonservatif yang banyak dipengaruhi oleh perjalanan intelektual Kristol. Meski ia dilahirkna dalam keluarga Yahudi Ortodoks, Kristol tidak pernah berfikir dirinya sebagai sosok religius. Meskipun demikian, ia menolak dikatakan non-religius sebab ada suatu dalam dirinya yang membuat dia antireligius. Kristol kecil bukanlah penganut Yahudi yang taat, tetapi setelah ibunya meninggal semasa ia masih remaja, Kristol berubah menjadi penganut Yahudi yang taat.
Gambaran Perjalanan intelektual Kristol terekam dalam buku kumpulan artikelnya, Neoconservatism: The Autobiography of an Idea (1995). Pada masa mudanya ketika menjadi mahaseiswa di City College, Kristol dengan tekun mempelajari karya-karya Leon Trotsky, Leo Strauss, Lionel Trilling, Plato, Vladimir Lenin, King James Bible, Ronald Niebuhr, dan Rosa Luxemburg. Beberapa di antaranya—terutama Trotsky, Strauss, dan Trilling—telah berhasil mempengaruhi pemikiran Kristol kedepanya. Pemikiran tersebut kemudian berkembang menjadi prinsip dasar neokonservatif. Ia sangat tertarik dengan paham politik radikal yang dikembangkan Trotsky sehingga bergabung dalam the Young Trotskyist, kelompok intelektual muda yang menganut Trotskyisme (Kristol, 1995).
Menjelah umur 22 tahun (1942), karakter intelektual Kristol mualai terbentuk dan dia menanamkan pada dirinya untuk tidak sekedar menjadi intelektual, tapi juga penulis di berbagai media massa. Pada waktu itu pula, ia meninggalkan Trotskyist setelah menyadari karakter kebanyakan the Young Trotskyist yang bohemian—sebuah gaya hidup nonkonvensional yang menempatkan ekspresi diri sebagai nilai paling tinggi—tak sesuai dengan gaya hidupnya yang borjuis. Kristol menialai bergabungnya ia ke dalam komunitas tersebut adalah kecelakaan. Meskipun demikian, ia tetap merasa beruntung pernah menjadi Trotskyist muda (Mubah, 2007).
Jejak intelektual Kristol terlacak ketika ia menjadi kontributor dalam majalah Commentary dan menjadi edutor majalah itu di tahun 1947. Commentary merupakan majalah Yahudi yang didanai oleh American Jewish Commitee, bersama dengan Nathan Glazer, Elliot Cohen, Clement Greenberg, Robert Warshow, dan Richard Clurman, Kristol berupaya mengembangkan majalah tersebut. Pandangan politik Kristol yang liberal sangat kentara dari tulisan-tulisannya di majalah Commentary. Ia menolak diskriminasi sosial yang melarang Yahudi masuk menjadi anggota kelompok di mana Yahudi tidak diinginkan. Dia juga menentang kebebasan sipil bagi komunis Amerika. Menurutnya, komunis adalah kelompok totaliter yang memusuhi demokrasi di AS (Kristol dalam Mubah, 2007).
Kristol kemudian bekerja di majalah Fortune, setelah lima tahun ia bekerja di majalah Commentary. Di sana ia berkenalan dengan Sidney Hook yang kemudian mengajakknya bergabung kedalam sebuah organisasi liberal anti komunis bernama Commitee for Cultural Freedom yang berafiliasi dengan Congress for Cultural Freedom di Paris. Organisasi tersebut juga diperkuat oleh James Burnham, Arthur Schlesinger, Richard Rovere, Paul Tillich, dan Diana Trilling ini sangat gencar memperomosikan gerakan anti komunisme (Mubah, 2007).
Kristol bersama Stephen Spender mendirikan majalah Encounter di tahun 1955. Tak cukup dengan Encounter, Kristol juga menerbitkan majalah The Publik Interest pada tahun 1965, bersama dengan Glazer, Bell, Daniel Patrick Moynihan, dan J. Q. Wilson (Kristol dalam Mubah, 2007). Langkah Kristol dengan banyak menerbitkan media menurut Robert Nisbet merupakan upaya Kristol untuk mengembangkan paham neokonservatifnya, serta untuk memperluas jaringan neokons (Nisbet, 1989). Pandangan Nisbet itu memang sulit disangkal jika melihat perkembangan selanjutnya yang menunjukan media-media tersebut menjadi alat untuk menyebarkan gagasan-gagasan neokonservatif sekaligus menjadi emberio terbentuknya institusi-institusi neokonservatif. Di dalam perkembanganya yang tercatat setelah itu, terbit media-media neokonservatif, seperti Policy Review, The National Interest, Front Page Magazine, dan The Weekly Standars. Selain itu juga, lahirlah institusi-institusi neokonservatif, seperti Brandley Foundation, Heritgae Foundation, Center for Security Policy (CSP), dan Project New American Century (PNAC). Institusi-institusi yang sudah berdiri sebelum kemunculan neokonservatif, seperti American Enterprise Instituete (AEI) dan majalah National Review, berkembang semakin pesat setelah diperkuat oleh tokoh-tokoh neokons ini (Mubah, 2007).
Di dalam perkembanganya kelompok ini berkembang semakin kuat hingga dapat mempengaruhi sebagian besar kebijakan luar negeri AS, bahkan ketika AS di bawa pemerintahan Presiden George W. Bush kelompok tersebut berhasil mempengaruhi Presiden Bush untuk menyerang Afganistan dan Iraq yang ada di bawa rezim Saddam Hussien atas nama “war on terrorism”. Pencapaian tersebut berkat Dick Cheney yang merupakan pasangan Bush dalam memimpin AS, Cheney memasukan para neokons di posisi-posisi penting dalam kabinet Bush, seperti Donald Rumsfeld (Menteri Pertahanan), Paul Wolfowitz (Deputi Menteri Pertahanan), John Bolton (Staf Ahli Meneteri Luar Negeri), dan Elliot Abrams (Staf National Security Council) (Mubah, 2007).
Dilihat dari perkembangan neokonservatif sampai sekarang, nampaknya Kristol berhasil mengembangkan paham ini hingga menjadi besar. Setelah sekian lama berjuang membesarkan paham ini, akhirnya ia meninggal pada 18 September 2009 dalam usianya yang ke 89 tahun dengan meninggalkan paham yang begitu besar mempengaruhi segala kebijakan luar negeri AS.
Kepustakaan
- Lind, Michael. (2004). A Tragedy of Errors. http://thenation.com/article/traged…. Diakses pada 07/06/2016
- Kristol, Irving. (1995). Neoconservatism: The Autobiography of an Idea. New York: The Free Press. Hal. 3-6
- Mubah, Sfril A. (2007). Menguak Ulah Neokons: Menyingkap Agnda Terselubung Amerika dalam Memerangi Terorisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 1-68
- Nisbet, Robert. (1989). Conservatism: Dream and Reality. Mineapolis: University of Minnesota Press. Hal. 99-101
Sumber :irts-international-thinkers
Facebook Comments