Masdarsada, peneliti independen yang senior. Tinggal di Tangerang, Banten
uni 2014 lalu, Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI) merilis hasil survey terkait peta dukungan kepada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden 2014. Survey tersebut dilaksanakan pada 5 s/d 14 Juni 2014 dengan 790 responden berusia diatas 17 tahun, pada 33 propinsi, melalui wawancara tatap muka. Hasil survey menempatkan pasangan Jokowi/JK unggul dengan 43 persen, sementara pasangan Prabowo/Hatta mendapat 34 persen dibawah pasangan nomor urut dua, Jokowi/JK. Dalam survei ini juga masih ada 23 persen responden yang belum menentukan pilihan atau undecided voters. Pemilihan sampel dilakukan melalui metode multistage random sampling. Berdasarkan jumlah sampel tersebut, diperkirakan margin of error sebesar kurang lebih 3,51 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Tingkat keterpilihan ini didasarkan pada pertanyaan penelitian, jika pemilihan presiden dan wakil presiden diselenggarakan hari ini, siapa yang akan dipilih. Survey ini hanya bertujuan untuk memotret persepsi masyarakat dalam rentanag waktu tertentu, dengan menggunakan dana negara yang berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2014.
Kontan saja, hasil penelitian P2P LIPI tersebut mendapat tanggapan miring dari Ketua tim suskes pasangan calon Prabowo/Hatta, Mahfud MD yang menilai survei yang dilakukan lembaga milik negara ini tidak benar. Menurut Mahfud survei LIPI sering salah sejak lama, mulai dari pemilihan gubernur hingga pemilu legisltaif. Sementara itu, mantan juru bicara Presiden Abdurahman Wahid, Adhi Massardi mengatakan gregetan dengan adanya lembaga yang dibiayai uang negara terlibat dalam politik praktis. Menurutnya, LIPI itu dibiayai uang rakyat lewat APBN, karena itu LIPI tidak boleh menjadi partisan untuk salah satu kandidat calon presiden. Kalau toh mau ikut-ikutan seperti lembaga-lembaga survei komersial, hasil survei LIPI seharusnya hanya untuk penelitian semata atau untuk kepentingan internal dalam menentukan strategi ke depan bagi LIPI, bukan dikampanyekan atau disosialisasikan ke masyarakat melalui jumpa pers.
Tidak Netral, Keluar Saja Jadi PNS
Sikap LIPI sudah menyalahi etika dan moral dari kalangan intelektual. Untuk itu DPR bisa memanggil LIPI guna meminta penjelsan adanya siap partisan lembaga tersebut. Ditengah kegaulan masyarakat dalam menentukan pilihan Capres/Cawapres seperti sekarang, seharusnya LIPI membedah kedua kubu secara keilmuan. Kedua kandidat dikupas baik dan buruknya, sehingga rakyat memiliki pedoman untuk memilih yang baik dan dan benar.
LIPI tentu tidak sembarangan melakukan survei, dan pastinya menggunakan metode ilmiah sehingga hasilnya bisa dipertanggung jawabkan. Sebagai sebuah lembaga negara seharusnya atau tidak mungkin LIPI memihak ke salah satu pasangan dalam melakukan survei, lalu merekayasa hasil survei demi keuntungan pasangan pasangan yang didukungnya ini.
Namun menurut penulis seharusnya LIPI tidak terjebak pada pola kerja lembaga survei yang jusru hasil kajiannya dianggap memihak pada keinginan pemberi dana dalam melakukan survei. Hasil survei LIPI seharusnya tidak dipulikasikan kepada khlayak umum, tetapi diberikan kepada institusi pemerintah sebagai masukan untuk digunakan sebagai upaya lebih meningkatkan kualitas Pemilu.
Karena itu P2P LIPI sebaiknya fokus pada isu-isu mengkhawatirkan yang seharusnya dapat diantisipasi menjelang pelaksanaan Pemilu. Isu-isu tersebut antara lain, soal buruknya administrasi pendataan dan pemutakhiran data pemilih sehingga menguatkan dugaan manipulasi daftar pemilih. Perlunya pengawasan terhadap pengadaan, distribusi, dan pemakaian logisltik Pemilu yang dianggap sangat lemah, sehingga menguatkan dugaan adanya kecurangan pemakain surat suara. Atau adanya pelanggaran adiminstrasi dan kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu yang terus bermunculan sehingga menguatkan dugaan ketidaknetralan penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu. Terakhir adalah kekecewaan para Caleg maupun tim hukum pasangan calon terkait kinerja Bawaslu karena banyak laporan yang disampaikan tetapi tidak ditindaklanjuti. Bahkan lebih bagus lagi jika LIPI menindaklanjuti pernyataan Ketua Umum DPP PDIP, Megawati terkait adanya upaya untuk melakukan politik uang menjelang pelaksanaan pemilihan presiden.
Sebelumnya LIPI sudah melakukan penelitian terkait perlu penataan kembali skema Pemilu, menuju model penyelenggaraan Pemilu secara simultan atau serentak antara Pemilu presiden dan Pemilu legislatif. Penataan tersebut mengarah pada dua skema Pemilu, yakni Pemilu nasional untuk memilih presiden bersamaan dengan pemilihan legislatif anggota DPR, serta Pemilu daerah untuk memilih anggota DPRD dan kepala-kepala daerah, baik kabupaten/kota. Hal ini juga menjadi masukan bagi MK dalam memutuskan Pemilu serentak pada tahun 2019 mendatang. Hasil penelitian seperti sangat diharapkan semua pihak. Saat ini sejumlah peneliti LIPI sering lebih menonjolkan pernyataan pribadi dari pada hasil penelitian lembaga. Bahkan ada peneliti LIPI yang selalu mengkritisi salah satu pasangan calon dan cenderung mendukung pasangan calon lainnya, seakan-akan pasangan calon yang didukungnya tidak memiliki kelemahan apa-apa.
Kita semua berharap kritikan masyarakat seperti yang disampaikan Hans Suta Widhya, Koordinator Konsorsium untuk Transparansi Informasi Publik (KUTIP) bahwa institusi LIPI tidak independen dalam melakukan kritik-kritiknya kepada Capres RI 2014. Porsi kampanye negatif oleh pengamat LIPI sangat banyak diarahkan kepada Capres Prabowo Subianto, dibandingkan capres lainnya.Bukan itu saja, pengamat LIPI juga menempatkan Capres lain seolah-olah sangat sempurna tidak ada cacat sedikitpun.
Menurutnya ini sudah menabrak etika, dan jika ini dibiarkan terus, maka LIPI sudah tidak sehat lagi. Seharusnya LIPI memiliki kode etik yang baik, dan institusi ini harus bisa menertibkan oknum-oknum para pengamatnya yang partisan. Bahkan ada peneliti dari Pusat Litbang Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI, yang menuduh negara akan semakin terlibat menjadi hakim dalam penentuan keyakinan/kelompok jika Prabowo Subianto nanti terpilih jadi Presiden RI. Menurutnya kita harapkan ke depan kaum minoritas mendapatkan harapan yang lebih cerah. Kecuali presidennya berasal dari yang saya sebut tadi (Prabowo) maka akan bahaya terhadap komunitas minoritas yang akan datang. LIPI seharusnya menertibkan oknum pengamatnya yang partisan, hal ini akan berpengaruh buruk pada lembaga ini sendiri dan Capres yang disudutkan oleh pengamat LIPI yang partisan. Pihak LIPI seharusnya tidak memberi argumentasi untuk menjatuhkan salah satu Capres dengan mengatasnamakan pengamat, karena banyak sekali pihak yang berusaha menjatuhkan salah satu Capres.
Menurut penulis para peneliti yang sudah terkontaminasi pemikirannya dan memihak salah satu capres bahkan peneliti-peneliti “plat merah” atau berstatus sebagai PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) tentunya tidak elok jika sudah tidak netral, apalagi seringkali mereka mengkritik secara pedas kebijakan negara didepan publik, melalui wawancara atau talkshow di televisi atau ruang publik lainnya. Menurut penulis, para peneliti “plat merah” tersebut jika sudah tidak senang menjadi bagian “plat merah” sebaiknya mengundurkan diri saja sebagai PNS atau ASN.
LIPI bisa dianggap sudah terjerat sehingga tidak aneh jika pendukung Capres tersebut malah curiga jangan-jangan memang ada oknum dari kubu lawan yang sengaja membayar orang LIPI untuk menjatuhkan Capres yang didukungnya. Kalau memang lembaga yang netral jangan hanya mengkritik salah satu Capres saja Presiden SBY sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintah sudah berkali-kali mengingat seluruh aparat negara agar bersikap netral dalam pelaksanaan pemilihan presiden yang akan datang. Saat berbicara pada silaturahmi dan buka puasa bersama para pimpinan lembaga negara, duta besar, dan kepala perwakilan asing beragama Islam, menteri, kepala lembaga pemerintah non kementerian, unsur pimpinan TNI dan Polri, pejabat eselon I kementerian, direktur utama BUMN, dan tim dokter kepresidenan, di Istana Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali menegaskan permintaannya, agar jajaran aparat negara bersikap netral kemudian membantu penyelenggara Pemilu untuk membebaskan pemilihan Presiden ini dari berbagai tindak intimidasi, kemungkinan penggunaan politik uang, dan bahkan juga kekerasan di lapangan. Hendaknya LIPI yang diisi oleh para intelektual juga bisa mematuhi himbauan Presiden tersebut.