Obama Membawa Agenda Tersembunyi Brezinski dan Trilateral Commission?

Bagikan artikel ini

Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute (GFI)

Mungkin karena gusar dengan merebaknya spekulasi bahwa kunjungan Barrack Obama ke Indonesia hanya sekadar liburan, pihak Gedung Putih akhirnya buka kartu.  “Ini bukan serta-merta liburan. Saya belum melihat ada pandangan seperti itu,” begitu kilah Robert Gibbs, juru bicara Gedung Putih pada Kamis 11 Maret lalu.

Menarik bukan? Pernyataan yang meluncur dari juru bicara kepresidenan tak pelak lagi jadi pertanda bahwa kunjungan Obama ke Indonesia memang sarat dengan agenda-agenda tersembunyi. Kalau sesuai rencana, mulai 20 Maret mendatang Obama, beserta istri dan kedua putrinya, akan tiba di Indonesia. Dan menurut jadwal, Obama akan berpidato di depan forum seperti yang dia lakukan di Mesir tahun lalu.

Bahkan Robert Gibbs mengakui bahwa Obama memandang kunjungannya ke Indonesia merupakan tujuan yang sangat penting mengingat Indonesia merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Sehingga rangkaian pertemuannya dengan berbagai pejabat penting Indonesia bisa dipastikan merupakan agendanya yang paling penting.

Sehingga juru bicara Gedung Putih melukiskan kunjungannya ke Indonesia sebagai tonggak penting dalam perubahan hubungan antara Amerika dan negara-negara Islam.

Tapi, itu harapan Amerika. Kenyataan yang dihadapi di Indonesia boleh jadi tidak semudah itu. Kampanye anti terorisme yang dikaitkan dengan simbol-simbol keislaman warisan dari George W. Bush, sangat membekas di hati umat Islam Indonesia dan negara-negara Muslim pada umumnya.

Bahkan di kalangan umat Islam Indonesia yang mayoritas berpaham sunni Ahlul Sunnah wal Jamaah seperti Nadhlatul Ulama (NU), sempat dalam posisi sulit karena seakan seluruh umat Islam mendukung aksi terorisme hanya gara-gara ulah sekelompok sempalan kelompok Islam seperti Jemaah Islamiyah.

Karena itu, kunjungan Obama bisa kembali membuka luka lama jika dalam pidatonya pada konferensi tentang demokrasi di Jakarta nanti, dia akan mengusung isu-isu yang bisa ditafsirkan tetap dalam kerangka politik luar negeri Amerika yang phobi terhadap Islam.

Memang, keputusan Obama melantik Rashad Hussein, warga Amerika keturunan India sebagai utusan khusus Amerika ke Organisasi Konferensi Islam (OKI) menggantikan Sada Cumber yang berhaluan anti Islam, patut diberi apresiasi yang cukup tinggi, termasuk di Indonesia. Namun itu saja belum cukup.

Dalam sasaran strategisnya, Obama masih tetap memandang Indonesia dan negara-negara kawasan Asia Tenggara, harus berada dalam orbit pengaruhnya baik secara politik, ekonomi dan militer.

Jangan lupa, Obama berhasil terpilih sebagai presiden Amerika, berkat bantuan dari Zbigniew Brzezinski, tokoh sentral Trilateral Commission. Melalui Trilateral Commission dan Brzezinski ini pula, Jimmy Carter berhasil terpilih jadi presiden Amerika pada 1976.

Brzezinski dan Trilateral Commission, merupakan tokoh dan think-thank yang mendapat dana bantuan cukup besar dari David Rockefeller, pemilik Chase Manhattan Bank. Hal ini semakin jelas dengan berperannya Paul Adolf Volker, sebagai penasehat ekonomi Obama. Sebagaimana juga halnya dengan Brzezinski, Volker juga merupakan eksekutif Chase Manhattan Bank, sehingga kesetiannya yang utama tetap kepada kepentingan bisnis strategis grup Rockefeller.

Karena itu, salah satu yang harus diwaspadai dari kunjugan Obama adalah, kemungkinan presiden Amerika tersebut membawa agenda-agenda tersembunyi dari Rockefeller dan Trilateral Commission.

Sekadar informasi, Trilateral Commission dibentuk pada 1973, atas prakarsa Rockefeler, dengan meminta kesediaan Brzezinski untuk memimpin organisasi ini pada awal berdirinya. Trilateral Commission, pada hakekatnya bertujuan untuk menghimpun suatu aliansi strategis antara kawasan Amerika Serikat, Eropa Barat dan Asia Pasifik. Berarti, Amerika, Inggris dan Jepang, merupakan pemain utama dalam skema Trilateral ini.

Merujuk pada skema Trilateral Commission, maka jelaslah sudah bahwa agenda tersembunyi Obama nampaknya sarat dengan kepentingan-kepentingan bisnis strategis berbagai perusahaan minyak di Amerika, termasuk tentu saja milik dinasti Rockfeller.

Obama yang merupakan presiden hasil temuan Brzezinski, ternyata bukan diketemukan begitu saja. Webster Tarpley, dalam bukunya Obama the Post Modern Coup, menulis bahwa Obama sudah berada dalam pengaruh dan pembinaan dari Brzezinski sejak 1981-1984, ketika Obama masih studi hubungan internasional di Universitas Princeton. Menurut Tarpley, periode inilah yang tidak dimunculkan, atau sengaja digelapkan, dalam berbagai biografi tentang Obama maupun autobiografi yang ditulis Obama sendiri.

Jangan-jangan,  memang ada sesuatu yang disembunyikan oleh Obama pada periode ini. Sedangkan masa-masa euphoria dirinya ketika masih muda yang sempat menghisap ganja malah tidak disembunyikan dan terbuka bagi konsumsi publik. Aneh.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com