Pasokan Peralatan Militer dan Bantuan Perusahaan Penyedia Jasa Satelit AS Kepada Ukraina Berpotensi Memicu Perang Nuklir Rusia versus NATO

Bagikan artikel ini

Konflik bersenjata antara Rusia dan Ukraina nampaknya semakin berlarut-larut dan sulit menemukan formula perdamaian seturut dengan semakin meningkatnya pasokan senjata dari Amerika Serikat maupun sekutu-sekutu strategisnya yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Baru-baru ini Presiden AS Joe Biden telah menandatangani persetujuan pemberian paket bantuan militer dan pasokan senjata ke Ukraina dengan mengalokasikan anggaran sebesar 400 miliar dolar AS. Beberapa jenis persenjataan bantuan Washington tersebut antara lain adalah Sistem Udara berbasis darat jarak jarak pendek hingga menengah atau yang terkenal dengan sebutan Norwegian Advanced Surface-to-Air Missile System (NASAMS).

Bukan itu saja. Washington melalui paket bantuan militernya tersebut juga mengirim ke Ukraina  sistem Roket Artileri bermobilitas tinggi yang dapat mencapai target hingga 50 mil (80 km) atau yang dikenal dengan sebutan High Mobility Artilery Rocket System (HIMARS). Unit Himars membawa satu pod berisi enam peluru kendali 227mm atau satu pod besar yang dimuat dengan rudal taktis Army Tactical Missile System (ATACMS).

Selain itu, Himars akan memberi pasukan Ukraina kemampuan untuk menyerang lebih jauh di belakang garis Rusia, dan pada jarak yang lebih terlindungi dari persenjataan jarak jauh Rusia sendiri.

AS dan NATO nampaknya sangat khawatir menyusul serangan udara Rusia terhadap fasilitas energi di Ukraina. Inggris sebagai salah satu sekutu AS yang juga tergabung dalam NATO,  baru-baru ini juga memasok Ukraina Rudal Brimstone 2 berpemandu laser modern. Rudal jenis ini dirancang untuk ditembakkan dari pesawat udara menuju sasaran-sasaran pihak musuh di darat.

 

File:US Navy 041123-N-4308O-075 The GBU-38 is a 500-pound Joint Direct Attack Munition (JDAM) that uses a standard Mk-82 bomb, and was developed for precision bombing in urban warfare.jpg - Wikimedia Commons

Namun angkatan darat Ukraina telah menggunakan rudal Brimstone itu pada truk yang sudah dirancang sebagai kendaraan lapis baja dan tank. Pasokan rudal Brimstone 2 tersebut merupakan bagian integral dari paket bantuan militer Inggris kepada Ukraina senilai  £175.000 atau lebih dari Rp 3,3 miliar.

 

Brimstone 2 missiles, Britain, Ukraine

 

Baca: US To Supply More NASAMS, HIMARS To Ukraine; UK Arms With ‘Double In Range’ Brimstone Missile & Military Choppers

Selain Inggris, pada Oktober lalu, Jerman juga juga telah memasok system pertahanan rudal udara berteknologi tinggi yang dikenal dengan the IRIST-T selagi gencar-gencarnya tentara Rusia membombardir beberapa sasaran strategis di Ukraina. Sistem pertahanan rudal udara tersebut dinilai berkemampuan melindungi kota dan tentara dari gempuran udara.

 

IRIS-T expo front.JPG

 

Baca juga: Ukraine’s German-Supplied IRIS-T Defense Systems ‘Run Into Issues’ In War Against Russia; UAF Hints At Depleting Missiles

Perkembangan tersebut tentu saja bukan prospek yang cukup menggembirakan untuk membuka jalan damai penyelesaian konflik Ukraina-Rusia.

Dukungan total AS dan beberapa negara Eropa Barat yang tergabung dalam NATO kepada Ukraina, nampaknya tidak sebatas dalam bentuk bantuan militer berupa pasokan peralatan militer. Seturut dengan meningkatnya bantuan peralatan militer baik berupa system pertahanan rudal, helikopter tempur maupun rudal Rudal Brimstone 2 berpemandu laser modern, AS dan blok Barat juga membantu Ukraina melalui cara publikasi citra satelit  yang hamper real time. Sehingga lewat video maka pergerakan konvoi tank Rusia pun bisa diakes publik. Alhasil, informasi video tersebut menguntungkan Ukraina. Ukraina punya waktu untuk bersiap-siap mengantisipasi serangan Rusia.

(Baca juga buku karya Budi Gunawan dan Barito Mulyo Ratmono, Membentuk Manusia Perang Pikiran. Jakarta: Rayyana Komunikasindo, 2022). 

Bukan itu saja. Beberapa perusahaan dunia yang bergerak dalam binis satelit juga telah menyediakan data dan citra satelit beresolusi tinggi untuk digunakan pasukan Ukraina. Salah satunya adalah sebuah perusahaan Kanada bernama MDA yang terlibat dalam pengoperasian satelit radat perintis Kanada, Radarsat-1 yang diluncurkan pada 1995 lalu.

Sekadar informasi, MDA saat ini telah mengoperasikam platform satelit penerus yang lebih canggih, yakni Radarsat-2 yang telah mengorbit sejak 2007 lalu. Bahkan pada 2019, MDA juga telah meluncurkan satelit Radarsat Constellation Mission (RCM) yang beroperasi atas nama pemerintah Kanada.

Lantas, apa kaitannya dengan krisis Ukraina-Rusia? Pada 8 Maret 2022 lalu, CEO MDA Mike Greenley telah mengumumkan bahwa MDA akan menyediakan citra satelit radarnya untuk membantu mengembangkan”near real time intelligence report” untuk pemerintah Ukraina.

AS pun tidak mau ketinggalan. Komunitas intelijen AS juga meminta pihak swasta penyedia jasa satelit komersial untuk membantu Ukraina. Antara lain yang ikut program tersebut adalah BlackSky Technology dan Maxar Technologies. Sementara itu SpaceX milik Elon Musk juga telah menyediakan jaringan internet via satelit. Pada awal April 2022, United States Agency for International Development (USAID) mengatakan bahwa pihaknya yang bekerjasama dengan SpaceX telah menyediakan 5000 terminal satelit Starlink kepada pemerintah Ukraina.

 

Iridium-4 Mission (25557986177).jpg

 

Sekadar informasi, terminal Starlink membantu pengguna terhubung ke internet melalui konstelasi satelit perusahaan tanpa memerlukan koneksi kabel. SpaceX menyumbangkan 3667 terminal sedangkan USAID menyediakan 1.333 terminal.

Selintas cerita tentang MDA dan SpaceX tadi, menggambarkan betapa saat ini beberapa perusahaan ruang angkasa komersial telah ikut memainkan peran sebagai pemasok informasi dalam kancah peperangan.

Namun bagaimanapun juga, informasi hanya sekadar amunisi dalam perang. Bahkan Presiden Vladimir Putin pun mengakui betapa pentingnya nilai operasi informasi dalam “Perang Makna” atau War of Meaning. Artinya, seperti dikatakan oleh Jake Harrington dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), melimpahnya data itu belum tentu bisa digunakan untuk memahami pikiran orang. Dengan demikian, meskpun keterlibatan dua perusahaan yang bergerak dalam bidang ruang angkasa seperti MDA atau SpaceX dalam memasok informasi kepada pemerintah Ukraina, sehingga mampu mendeteksi manuver pasukan Rusia dalam menghadapi Ukraina, namun belum tentu mampu membaca dan menganalisis apa yang ada di benak para pemimpin sipil dan militer Rusia dalam menghadapi Ukraina.

Namun lebih daripada itu, pengiriman senjata yang terus berlanjut ke Ukraina oleh AS dan sekutu-sekutunya, termasuk bantuan-bantuan informasi dengan melibatkan perusahaan-perusahaan penyedia jasa satelit komersial, pada perkembangannya justru akan semakin memperburuk situasi Rusia dan Ukraina. Bahkan dalam skenario yang terburuk, dapat memicu konflik senjata nuklir antara Rusia dan NATO.

Bagaimanapun juga, bantuan militer Washington yang bernilai miliaran dollar kepada Kiev, termasuk transfer senjata dan peralatan militer besar-besaran seperti sistem pertahanan udara dan sistem rudal, AS bukannya mencegah meluasnya eskalasi pertempuran antara Ukraina versus Rusia. Sebaliknya malah meningkatkan konflik bersenjata kedua negara.

Maka itu, jika komunitas internasional memang bersungguh-sungguh untuk mencari solusi perdamaian untuk mengakhiri konflik bersenjata Ukraina-Rusia, termasuk Indonesia, maka harus dengan segera mendesak Washington untuk mengubah pandangannya dalam terhadap krisis Ukraina. Sebab hanya melalui perubahan cara pandang Washington dalam menyikapi krisis Ukraina, baru dapat menjadi prasyarat untuk melanjutkan pembicaraan mengenai perlucutan senjata dengan Rusia.

Jika tidak, maka Krisis Ukraina-Rusia masih akan berkepanjangan dan sulit diprediksi kapan akan berakhir. Sehingga akan membawa konsekwensi merugikan dan berdampak buruk bagi negara-negara berkembang baik yang berada di kawasan Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika dan Timur-Tengah. Selain berbahaya bagi stabilitas dan keamanan kawasan, pada perkembangannya juga bisa mengganggu proses pasokan bahan-bahan pangan pokok yang berasal daru Rusia maupun Ukraina.

Indonesia dan negara-negara mitra dari ASEAN sudah saatnya untuk memainkan peran politik luar negeri yang jauh lebih pro aktif untuk ikut serta menciptakan perdamaian dan meredakan ketegangan antara negara-negara adikuasa. Sebab bagaimanapun juga, konflik Ukraina versus Rusia tersebut hakekatnya adalah pertarungan berskala global antara Rusia versus NATO.

Hendrajit, pengkaji geopolitik Global Future Institute

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com