Herni Susanti
Pilpres merupakan pesta demokrasi dimana ada yang kalah dan menang dan itu yang akan diputuskan, proses tersebut bertujuan untuk masa depan bangsa agar lebih baik. Semua pihak berharap pasca pengumuman tersebut berlangsung aman dan kita harus mendukung keputusan KPU tersebut demi presiden baru Indonesia untuk lima tahun ke depan. “jangan berbicara menang kalah, tetapi siapapun pemenangnya kita harus legowo menerima hasilnya”. Presiden baru harus membawa perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik. Untuk itu, kita harus mendukungnya siapapun presidennya. PR yang harus dilakukan presiden baru antara lain, harus memperhatikan masalah pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, dan permasalahan bangsa lainnya, serta harus mensejahterakan rakyat.
Untuk itu, rakyat akan mengawal janji-janji pada saat kampanye presiden baru, jika ada yang salah akan mengkritisinya. Bangsa Indonesia baru saja melaksanakan pesta demokrasi yang adil dan jujur. Bangsa Indonesia butuh pemimpin yang visioner dan mampu menjawab tantangan masa depan. Maka kita harus bersatu dan lepas dari baju parpol dan baju ideologi, bahwa siapapun pemenangnya dia adalah pemimpin Indonesia dan siapapun pemenangnya maka secara konstitusi kita harus mendukungnya. Selama ini kita berasa sudah lama hidup dalam ketegangan dan ketidakpastian. Dalam proses Demokrasi siapa saja mempunyai peluang yang sama juga adanya keberuntungan. Prinsipnya demokrasi harus dimengerti. Sekarang yang mengatur demokrasi hanya segelintir orang saja, ada sistem keberuntungan.
Pada pemilihan tahun lalu gagal terus tahun ini masuk menjadi anggota dewan. Apakah dia mampu dengan demokrasi untuk mensejahterakan rakyat. Demokrasi jangan digunakan sebagai alat untuk melakukan menekan rakyat. Kalau demokrasi dilakukan dengan benar dalam mengambil keputusan kebijakan di DPR maka elit belum tentu menang.
Sementara itu, ada hal menarik dalam pemilu kali ini, pertama, partisipasi serta perhatian bukan hanya dari masyarakat kelas bawah saja, kita melihat di televisi sekelas profesor demi membela calon kandidat presiden dan wakil presiden pilihannya, mereka sudah tidak rasional dalam berfikirnya. Kedua, soal memaknai demokrasi kita harus lebih cermat, kaum awam menilai demokrasi itu sebuah bentuk pergantian kekuasaan segelintir orang saja. Sedangkan, demokrasi menurut mereka yang kurang memahami, akan dikatakan demokrasi yang kita miliki dan yang melanda negara di dunia hingga terjadinya perang dingin adalah demokrasi yang sama, tetapi jika ditelaah lebih dalam masing-masing negara memiliki demokrasi sendiri-sendiri. Harus kita akui pasca reformasi semakin tergerus nilai-nilai nasional yang diartikan suara langsung.
Soal pemilu dan demokrasi itu berbahaya, jika tidak cerdas dalam memahaminya, pemilu 2014 tingginya janji yang diberikan para calon kandidat harusnya diimbangi dengan ilmu politik yang diberikan. Kita selalu terjebak dengan sanjungan yang diberikan dunia internasional, justru kita harus berhati-hati jangan sampai terjun ke jurang. Justru demokrasi kita tahun ini biayanya lebih besar. Jika pada pemilu 2019 tidak berubah, biaya politik 2019 akan jauh lebih besar, karena pemilu merupakan syarat demokrasi maka harus tetap dilakukan. Pada pemilu 2014 bukan hanya dari calon kandidat yang bertarung, tetapi ada media massa.
Dimana juga terjadi pembunuhan pengusaha besar kepada pengusaha baru. Bagi anda yang ikut caleg, harus mempersiapkan modal sosial yang besar disamping juga menyiapkan modal biaya yang besar pula. Yang perlu dikawal adalah saat presiden terpilih memimpin pemerintahan, apakah mencerminkan sikap senasib dan sepenanggungan dengan rakyat. Situasi keamanan di Indonesia terkait kesiapan masyarakat dalam pasca proses rekapitulasi perolehan suara sampai saat ini masih kondusif, belum ada indikasi konflik maupun unjuk rasa dalam sambutan putusan perolehan suara Pilpres dan meminta masyarakat serta pendukung maupun simpatisan supaya tidak mengembangkan issu konflik.
Cara berdemokrasi masyarakat terlihat lebih dewasa dengan tidak munculnya isu konflik namun mengarah pada pengawasan dan pengawalan demokrasi. Diharapkan masyarakat Indonesia tidak terprovokasi pertikaian dalam menanggapi putusan hasil perolehan suara yang diumumkan oleh KPU RI dan tetap bersatu untuk masa depan bangsa semakin cerah. Mengingat tingginya isu SARA yang muncul dan dominan untuk momentum lima tahunan, tetapi itu justru digunakan untuk kepentingan pemenangan saja. ini yang harus diwaspadai. Perang asimetris, pertama mengunakan instrumen SARA. “Konflik horizontal terjadi karena demokrasi dipakai oleh segelintir orang saja dan digunakan bukan untuk kepentingan rakyat. Untuk itu, “Jagalah persatuan dan kesatuan sesama rakyat Indonesia dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.