Perlu Kemitraan Antar Berbagai Instansi Pemerintah Dalam Menangkal Serangan Siber Selama Pandemi Covid-19

Bagikan artikel ini

Di masa pandemi ini, dunia dibuat resah dengan keberadaan SARS-Cov-2 (Covid-19) yang sebelumnya belum pernah diramalkan oleh para pakar akan keberadaannya hingga semakin menghantam umat manusia dan menyerang hampir seluruh sektor perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Fenomena ini menyebabkan perilaku masyarakat Indonesia mengalami perubahan sejak menghadapi pandemi Covid-19. Hingga belum ada satu negara yang dapat mencari tindakan yang dinilai tepat guna menghalau Covid-19.

Hal tersebut tidak menutup kemungkinan dari adanya kejahatan siber, seperti yang dilansir dari Federal Bureau of Investigations (FBI), kejahatan siber justeru meningkat hingga sebesar 300% sejak awal pandemik menyerang. Kejadian tersebut membuat pola kehidupan yang berubah cukup besar dari segi komunikasi dan pola bekerja dalam ketergantungannya dengan peran internet. Ketika kegiatan secara daring dan pemanfaatan belanja online semakin marak dilakukan oleh masyarakat dengan adanya ketidakseimbangan pengetahuan dari masyarakat akan beraktivitas daring yang dilakukan secara aman.

Pentingnya pengetahuan akan adanya serangan siber di tengah maraknya pandemi, perlu diperhatikan lebih mendalam. Karena pada dasarnya, dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar, seperti kerugian secara finansial dan kerusakan sebuah reputasi. Aksi kejahatan siber meningkat sejak diberlakukannya kegiatan dalam rumah, dimana adanya kelemahan dalam perlindungan siber pada setiap individu maupun keamanan siber selama di kantor.

Hal tersebut, seperti yang dikutip dari kompas.com berdasarkan data dari Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengenai serangan siber yang melanda Indonesia, terdapat sekitar 88.414.296 serangan yang terjadi hanya dalam kurun waktu 1 Januari-12 April 2020. Hingga mencapai puncak serangan siber pada 12 Maret dimana serangan mencapai sebesar 3.344.470.

Semakin pesatnya penipuan yang kian terjadi terhadap pengguna layanan pembayaran digital yang instan. Seperti pada contohnya saja, belakangan ini, perusahaan e-commerce Indonesia, Tokopedia dihadapi dengan tantangan adanya serangan yang melibatkan siber dalam menyerang data-data pengguna platform tersebut, motif terhadap jutaan pelanggannnya mengalami peretasan yang mendorong Kementerian Komunikasi dan Informasi untuk meninjau lebih dalam mengenai kasus serangan siber ini secara internal.

Antara lain, menurut jurnal yang berjudul, A multi-level influence model of COVID-19 themed cybercrime, modus yang digunakan oleh para peretas dalam memuluskan jalannya dalam melakukan sebuah serangan selama masa pandemi ini, dapat berupa mengumpulkan informasi mengenai situasi, lalu pelaku melakukan identifikasi terhadap target, kemudian hal yang dilakukan adalah memilih sebuah metode penyerangan, hingga pada akhirnya melakukan teknik rekayasa sosial. Namun, sebelumnya langkah dalam melakukan brainstorming telah dilakukan oleh pelaku kejahatan siber sebelum identifikasi potensi ancaman yang dapat dilakukan.

Modus lainnya yang dilakukan oleh penyerang siber, tidak lain mengenai informasi yang memuat berita perihal Covid-19. Dimana dalam prosesnya, pelaku menargetkan badan kesehatan dunia, dengan adanya beberapa surel yang berbahaya dalam menyoroti informasi mengenai Covid-19 dalam menjebak pengguna ketika memasuki laman yang berbahaya. Serangan siber lainnya berupa phising dengan metode memasuki email palsu dimana telah disusupi dengan adanya malware oleh peretas, sehingga bagi yang tidak berhati-hati email akan terlihat seperti resmi. Bahkan jika lebih teliti, pelaku kejahatan siber akan berpura-pura sebagai badan pemerintah agar mendapat sasaran target yang lebih luas dan lebih banyak sehingga dapat menguntungkan pelaku.

Tindakan pemerintah Indonesia dalam menangani serangan siber, telah dilakukan dengan cara adanya kerjasama yang dibentuk oleh tim BSSN, tim cyber-crime Polri, dan Kementerian Komunikasi dan Informasi dengan salah satu cara agar masyarakat memerhatikan arahan yang telah diberikan oleh tim BSSN agar terhindar.

Berbagai peraturan kerap dilontarkan oleh pemerintah dalam menanggulangi serangan siber, diantaranya adalah dengan mengeluarkan peraturan bagi masyarakat yang melanggar UU ITE baik itu sanksi denda atau berupa pidana.

Dikutip dari BSSN, mengenai penanggulangan bagaimana mengatasi adanya serangan siber yang kian melanda, maka  perlu  kemitraan lembaga untuk menangani adanya ancaman serangan siber seperti Asosiasi Big Data dan Artificial Intelligence (ABDI). Lembaga tersebut dianggap perlu dibangun untuk mengamankan kemungkinan adanya serangan ketika melakukan transaksi pada e-commerce.

Bahkan perlunya dibentuk tim khusus untuk setiap kementerian atau stakeholders lainnya secara merata di seluruh Indonesia demi menangani adanya serangan siber secara tiba-tiba.

Sumber:

CNN Indonesia. (2020, April 21). FBI: Kejahatan Siber Meningkat 300 Persen Kala Pandemi Corona. CNN Indonesia.

Dewi, R. K. (2020, April 23). BSSN Catat Adanya 88,4 Juta Serangan Siber Selama Pandemi Corona. Kompas.com.

Komunikasi Publik. (2020, May 19). Melalui Kolaborasi Seluruh Pemangku Kepentingan Keamanan Siber, Indonesia Mampu Hadapi Tantangan dan Ancaman Siber dalam Tatanan Hidup Normal Baru Ditengah Pandemi Covid-19. Badan Siber dan Sandi Negara.

Naidoo, R. (2020). A Multi-Level Influence Model of COVID-19 Themed Cybercrime. European Journal of Information Systems, 29(3); 306-321.

Vishal Agarwal, A. D. (2020, May 30). Cybersecurity’s dual mission during the coronavirus crisis. The Jakarta Post.

Penulis: Nesya Aulia, Mahasiswa Fakultas Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Binus, Jakarta. 

 

 

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com