Permasalahan Saat Perhitungan Suara

Bagikan artikel ini

Satya Dewangga, peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia, Jakarta

Situasi kamtibmas sebelum pelaksanaan pemungutan suara pemilihan anggota legislatif, maupun pada saat pemungutan suara berlangsung tanggal 9 April 2014, secara umum berjalan lancar, aman, dan demokratis. Permasalahan  ditemukan pada saat perhitungan  suara mulai dilakukan, sejumlah pihak yang kecewa dengan hasil perhitungan suara mulai berulah.  Terjadi beberapa kasus diantaranya berupa pembakaran surat suara, penemuan kasus jual beli suara, maupu aroma politik transaksional pemenangan untuk partai politik dan para Caleg tertentu yang melibatkan partai politik, Caleg, saksi Parpol dengan kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) dan panitia pemungutan suara (PPS) sangat kental. Bahkan menurut anggota Bawaslu, Daniel Zuchron tidak jarang juga pengawas Pemilu setempat membiarkan atau bahkan terlibat dalam politik transaksional tersebut.

Pasca pemungutan suara Pileg 2014 terjadi beberapa peristiwa pembakaran surat suara di berbagai tempat yang sebelumnya sudah diprediksi oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Neta S, Pane. Menurutnya    ada 8 daerah rawan yang perlu diantisipasi Polri, yakni ibukota Jakarta, Aceh, Sumsel, Yogyakarta, NTB, Sulteng, Maluku, dan Papua,  yang akan terjadi saat penghitungan maupun pasca penghitungan suara. Perkiraan tersebut diatas  mengacu pada situasi menjelang Pemilu 2014, yakni dari Februari hingga awal April, telah terjadi  16 kasus kekerasan di berbagai tempat. Di Aceh ada 11 kasus, yang terdiri dari penembakan, pembakaran, pelemparan granat dan pengeroyokan, Jogja 2 kasus, pelemparan bom molotov dan perkelahian massa kampanye, Papua  penembakan polisi dan TNI, Sumsel pembakaran kantor bupati dan di NTB  pembakaran gedung KPUD yang mengakibatkan  4 orang tewas dan 8 luka-luka. Berbagai konflik yang terjadi ini menjadi potensi ancaman bagi situasi kamtibmas di sepanjang proses Pemilu 2014, karena itu IPW meminta Mabes Polri mencermati 8 daerah tersebut.

Pembakaran Surat Suara

Pada 10 April 2014 sebanyak 100 lembar surat suara DPRD Provinsi di TPS Desa Durian Hamparan,  Kecamatan Batik Nau, Bengkulu Utara hilang. Surat suara itu diduga ikut terbakar saat pemusnahan surat suara rusak yang dilakukan KPU sebelum pencoblosan 9 April. Sedangkan pada 28 Maret 2014, hampir semua logistik Pileg yang tersimpan di kantor KPU Sumba Barat Daya, NTT musnah terbakar. Yang tidak terbakar hanya surat suara untuk DPRD kabupaten, itupun untuk Daerah Pemilihan Kecamatan Wewewa Tengah dan Wewewa Barat. Kebakaran ini terjadi setelah adanya amuk massa yang juga menghancurkan barang-barang di kantor KPUD itu. Tanggal 12 April 2014, massa simpatisan Caleg yang kalah di Desa Talabiu Kecamatan Woha, Bima NTB mencuri 5 kotak suara dan membakar surat suara serta sejumlah logistik Pileg lainnya. Aksi pembakaran terjadi di lapangan desa sekitar pukul 23.00 Wita. Dua orang polisi yang berjaga saat itu, tidak mampu menghalau massa. Kemudian pada keesokan hari, sebanyak 11 kotak suara yang berisikan ribuan surat suara di Kecamatan Lolomatua, Nias Selatan Sumut, terbakar setelah sejumlah orang melemparkan botol mineral yang berbau bahan bakar minyak ke TKP.

Pada 16 April 2014, kantor Kecamatan Sindue dan Kecamatan Sindue Tobata, Donggala Sulteng, hangus terbakar pada waktu yang hampir bersamaan, akibatnya kotak suara berisi surat suara dari PPS di kedua kecamatan itu terbakar. Tidak ada dokumen yang tersisa, dan kotak suara habis terbakar. Kemudian tanggal 17 April 2014, 7  kotak suara berisi ribuan surat suara dibakar massa di halaman kantor Kepala Desa Lubuk Madrasah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi. Sebelumnya warga sempat menyita 84 unit kotak suara dari 12 TPS, penyitaan dilakukan karena warga menduga terjadinya kecurangan. Aksi pembakaran tidak bisa dicegah karena jumlah polisi hanya beberapa orang saja.

Presidium IPW menyatakan bahwa terjadi aksi massa di berbagai tempat tersebut diatas, membuktikan bahwa reaksi dan antisipasi kepolisian dalam mengantisipasi pembakaran suarat suara Pemilu 2014 lamban. Polisi tidak mampu mencegah aksi pihak-pihak yang sengaja membakar surat suara untuk mengacaukan tahapan Pemilu. Sehingga bisa dikatakan bahwa polisi gagal menjaga keamanan pasca pencoblosan. Jika polisi cepat merespon dan segera bereaksi, maka pembakaran surat suara tidak perlu terjadi terus menerus, namun bisa diantisipasi.

Pembakaran surat suara tersebtu dapat berdampak pada tahapan Pemilu selanjutnya, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan menimbulkan konflik dikemudian hari karena ada pihak yang pada saat perhitungan  suara di TPS sudah menang sehingga merasa dirugikan jika KPU membatalkan perhitungan suara yang hilang/terbakar tersebut. Karena ada ;pihak yang merasa tidak puas, tidak tertutup kemungkinan kalau penetapan hasil perhitungan suara nanti akan berakhir pada gugatan hukum di MK.

Politik Uang

Poliitik uang atau biasa juga disebut sebagai politik perut,  adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu memilih seseorang atau partai politik  tertentu pada saat pemilihan umum. Politik uang jelas adalah sebuah bentuk pelanggaran dalam kampanye, dan umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menenjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan. Politik uang sebenarnya akan menyebabkan nilai-nilai demokrasi luntur, oleh karena itu  perlu adanya pengaturan secara rinci melalui undang-undang. Pada acara kampanye suatu Parpol misalnya terjadi berupa pemberian uang bensin atau sebagai ganti uang transport simpatisan yang hadir pada acara kampanye tersebut. Kejadian seperti ini dapat dianggap sebagai politik uang, dan memancing pihak lain untuk melakukan hal serupa. Apabila tidak dibendung dengan sebuah kesepakatan bersama atau dengan perincian undang-undang, maka akan bergerak menjadi liar.

Penasehat Pematau Pemilu Kemitraan, Wahidah Suaib mengatakan menerima laporan baik dari pemantau, calon anggota legislatif, maupun jaringan LSM yang menjadi mitra kerja di berbagai propinsi bahwa politik uang dalam Pemilu Legislatif 2014 sangat masif dan brutal dibanding pada Pemilu sebelumnya. Politik uang jelas melanggar asas independen dan profesionalme yang mestinya dijunjung tinggi oleh penyelenggara dan peserta Pemilu.

Maraknya politik uang  menjadi gambaran akan gagalnya parlemen dalam lima tahun ke depan, karena Caleg yang memainkan politik uang ini tidak akan membuat perubahan positif di parlemen. Penyebab maraknya politik uang pada Pemilu kali ini,  adalah sistem yang terlalu personal, tidak lagi proporsional sehingga mempermudah interaksi langsung antara Caleg dan rakyat yang menjadi obyek politik uang. Selain itu faktor pendidikan dan desakan ekonomi juga mempermudah transaksi politik uang dengan masyarakat. Akibatnya politik uang di negeri ini dianggap sudah menjadi kultur dalam penyelenggaraan setiap pemilihan, mulai dari tingkat Lurah, sampai Presiden. Sangat diharapkan agar penyelenggara dan pengawas Pemilu,   dapat mengubah paradigma politik yang bersih dari kecurangan yang mengandalkan politik uang.

Jual Beli Suara

Komisioner KPU, Juri Ardianto mengatakan banyak terjadi praktik jual beli suara pada proses rekapitulasi perhitungan suara. Bukti itu diperoleh setelah KPU melakukan klarifikasi  ke sejumlah daerah yang ditengarai terjadi kecurangan. Aksi jual beli suara itu melibatkan oknum penyelenggara Pemilu dengan calon anggota legislatif. Beberapa kasus  ditemukan,  di Bogor ada Caleg yang suaranya dipindahkan ke Caleg lain di partai yang sama. Sedangkan di Kabupaten Muara Jambi dan Kabupaten Seram Bagian Timur, ditemukan pergeseran suara saat rekap di PPK. Menurutnya hal yang sama juga ditemukan di Depok, Nias Selatan dan Jepara, serta sejumlah daerah lainnya.

Kasus jual beli suara sebenarnya tidak perlu terjadi jika para Caleg benar-benar bersikap sportif dengan mengacu kepada prinsip siap kalah dan siap menang.  KPU harus segera mengklarifikasi dugaan kecurangan sedangkan Bawaslu selain memproses dugaan pelanggaran, juga harus menyeret para pelaku ke proses hukum supaya ada efek jera.

Perlu diantisipasi pula bahwa dengan adanya laporan kecurangan pada saat rekapitulasi suara tersebut, sekaligus dapat memberi petunjuk bahwa akan ada banyak gugatan hasil perhitungan suara yang berakhir di Mahkamah Konstitusi ( MK). Diharapkan MK mempersiapan diri untuk mengahadapi berbagai gugatan hukum yang diperkirakan akan datang dari berbagai penjuru tanah air. Publik sangat mengharapkan agar hasil Pemilu Legislatif dapat diterima semua pihak, sehingga pelaksanaan  Pemilu Presiden dapat berjalan sesuai waktu yang ditentukan. Negara ini sangat membutuhkan lahirnya seorang pemimpin yang kuat, tegas, anti korupsi dan mampu menyejahterakan rakyat Indonesia.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com