Persekutuan AS-Israel Mengamankan Buah Aneksasi Diaspora Yahudi Menjarah Wilayah Palestina Sejak 1948 Hinga Kini

Bagikan artikel ini

Saat ini, lebih dari 90% wilayah yang dulunya Palestina, sekarang telah direbut Israel. Berarti, aneksasi Israel kepada Palestina yang didukung Inggris dan Amerika Serikat pada 1948, masih berlangsung hingga kini. Presiden AS pada 1948, Harry S.Truman, turut menandatangani pendirian Israel di atas wilayah yang sebelumnya merupakan Palestina.

Lebih buruk dari itu, pada akhir Januari 2025 lalu, Komite Menteri Israel untuk Legislasi mengajukan rancangan undang-undang yang akan semakin memudahkan para pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel untuk membeli tanah. Dengan itu, pemerintah Israel mendukung perambahan secara ilegal pemukim Yahudi ke Wilayah Palestina.

Regulasi hukum yang sarat dengan misi untuk mendorong Yahudi Diaspora yang tersebar di pelbagai negara di dunia untuk bermukim di Palestina itu, nampak jelas dengan mengizinkan setiap orang Yahudi dari negara manapun di dunia, diberikan “hak kelahiran” di Palestina. Adapun orang-orang Yahudi yang sudah bermukim berabad-abad di Palestina, regulasi hukum tersebut malah tidak diberlakukan. Bukankah hal ini mengindikasikan bahwa orang-orang Yahudi Diaspora yang notabene asing di bumi Palestina diberi kemudahan untuk mukim di Palestina, sementara Yahudi yang sudah berabad-abad mukim di Palestina dan hidup rukun dengan warga Arab Palestina, malah tidak diberlakukan.

Bukti nyata bahwa fakta tersebut menggambarkan bahwa terbentuknya negara Israel pada 1948, sejatinya merupakan aneksasi dan kolonisasi wilayah Palestina.

Pada 2023 lalu, misalnya, terungkap adanya peningkatan secara signifikan jumlah imigrasi ke Israel. Yang lebih menyedihkan lagi, saat Gaza hancur lebur akibat aksi militer Israel pada Oktober 2024 lalu, 32.800 imigran baru tiba di Gaza, saat wilayah tersebut hancur berkeping-keping.  Dengan kata lain, sejak regulasi hukum diterapkan oleh pemerintah Israel sejak 1999, pemerintah Israel telah menampung sekitar 850.000 orang dari 68 negara (termasuk dari setiap negara bagian di AS).

Maka itu menarik kesimpulan dari Karan Singh, jurnalis blasteran India-Amerika yang saat ini mukim di Los Angeles, sejatinya Israel dan AS punya kesamaan dalam kiprah kesejarahannya dari dulu hingga kini:  menghapus penduduk asli yang memiliki sejarah panjang dan aktif di tengah wilayah yang jadi obyek jajahannya. Menurut Karan Singh, ada jutaan keturunan Eropa di seluruh dunia saat ini, kalau kita telisik dengan seksama, memiliki “hak kelahiran” atas tanah yang diambil dari penduduk asli Amerika, Meksiko, dan Palestina.

Baca: From the US to Israel: Examining Birthright on Both Sides of the Same Coin

Inilah tantangan komunitas internasional untuk memprakarsai penyelesaian damai antara Arab Palestina dan Israel. Ketika AS dan Israel, dan barang tentu juga Inggris dan beberapa negara Eropa Barat lainnya, sejak awal mendukung hasil kolonisasi dan aneksasi Israel ke wilayah-wilayah Palestina yang diduduki Israel pada 1948.

Maka itu rasanya sulit ketika selama Israel masih mendapat dukungan penuh Washington dan London terkait skema “Israel Raya.” Sebab Proyek Israel Raya sejatinya selain untuk memperlemah dan memecah-belah kekompakan negara-negara Arab di Timur Tengah, lebih dari itu juga ditujukan untuk melanggengkan ekspansi AS-Israel di Timur Tengah, dengan didukung pula oleh negara-negara Eropa Barat yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).  Proyek Israel Raya sesuai dengan Grand Design Ambisi Geopolitik AS/US Imperium. Lantas, seperti apa gambaran Proyek Israel Raya secara geopolitik? “Israel Raya” terdiri dari daerah yang membentang dari Lembah Nil sampai ke Efrat. Menurut Stephen Lendman, “Sekitar satu abad yang lalu, rencana Organisasi Zionis Dunia untuk sebuah negara Yahudi termasuk: Palestina yang bersejarah; Lebanon Selatan sampai Sidon dan Sungai Litani; Dataran Tinggi Golan Syria, Dataran Tinggi Hauran dan Deraa; dan tentu mengendalikan Kereta Api Hijaz dari Deraa ke Amman, Yordania dan juga Teluk Aqaba.”

Ilan Pappe, sejarawan berpengaruh asal Israel dalam bukunya bertajuk Palestine, The Biggest Prison on Earth, Proyek Israel Raya sejatinya merupakan daftar panjang daerah-daerah koloni Israel terhadap bangsa Palestina, yang sudah direncanakan sejak 1967. Jauh sebelum Israel membenarkan kolonisasinya di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Ada dua upaya ditempuh Israel, menurut Ilan Pappe. Eksternal dan internal. Upaya eksternal adalah dengan menyayat Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan menyisipkan pasak-pasak koloni ke dalamnya. Adapun upaya internal adalah penerbitan dekrit yang terus-menerus dan tidak pernah berakhir, yang tujuannya adalah mengambil-alih tanah Palestina untuk kolonisasi  masa depan. Seraya membatasi pertumbuhan alami serta organik komunitas Palestina dengan mencegah pembangunan dan perluasan baru.

Saya kira, di sinilah tujuan strategis pemerintah Israel, yang tentunya didukung AS dan Inggris, untuk mendorong Diaspora Yahudi dari pelbagai negara di di dunia, untuk bermukim dan mendapat kemudahan dalam regulasi hukum untuk memperoleh “Hak Kelahiran” di Palestina.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com