Pertemuan ASEAN-GCC-Cina di Malaysia (2025) Momentum Mengutuk Aksi Genosida Israel di Gaza

Bagikan artikel ini

Segi yang jarang disorot secara detail dibalik serangan militer Israel ke Gaza adalah besarnya anggaran militer Amerika Serikat kepada Israel. Menurut sebuah laporan yang dilansir oleh kantor berita Antara, Amerika Serikat (AS) telah memberikan bantuan militer sebesar 17,9 miliar dolar AS (sekitar Rp280,8 triliun) kepada Israel sejak 7 Oktober 2023. Sungguh fantastik bukan?

Baca: AS beri bantuan militer Israel senilai Rp280,8 T sejak Oktober 2023

Melalui sebuah laporan yang disusun oleh Watson Institute for International and Public Affairs di Universitas Brown, AS memberikan 6,8 miliar dolar AS (sekitar Rp106,7 triliun) dalam bentuk Foreign Military Financing (FMF), 5,7 miliar dolar AS (sekitar Rp89,4 triliun) untuk sistem pertahanan rudal seperti Iron Beam, 1 miliar dolar AS (sekitar Rp15,7 triliun) untuk persenjataan berat, dan 4,4 miliar dolar AS (sekitar Rp69 triliun) untuk mengisi kembali stok senjata AS yang telah dipindahkan ke Israel.

Bantuan militer AS untuk Israel mengalir melalui beberapa jalur, termasuk FMF, Excess Defense Articles (EDA), Foreign Military Sales (FMS), dan stok senjata AS di Israel.

Fakta lainnya yang tak kalah penting untuk dicatat, Israel adalah satu-satunya sekutu AS yang diizinkan mengalokasikan 25 persen dari bantuan militer AS ke industri persenjataan domestiknya.

Selain itu, hukum AS memungkinkan Israel menerima dana FMF dalam satu kali pembayaran pada awal setiap tahun fiskal, sementara negara lain menerima bantuan mereka dalam angsuran triwulan-an.

Hal ini menggambarkan secara benderang hubungan istimewa AS-Israel sejak 1948 hingga kini. Namun benarkah sekadar gambaran mesranya hubungan antara AS dan Israel secara bilateral? Sama sekali tidak. Fakta besarnya bantuan militer AS ke Israel, membuktikan bahwa Israel merupakan ujung tombak AS dan negara-negara Eropa Barat untuk melestarikan skema kolonialisme dan imperialisme-nya di kawasan Timur Tengah.

Berkaitan dengan peran strategis Israel sebagai ujung tombak kolonialisme dan imperialisme AS-NATO di Timur-Tengah, masuk akal jika Israel Israel dapat membeli langsung dari produsen senjata Amerika, dengan perusahaan seperti Boeing, General Dynamics, Lockheed Martin, Northrop Grumman, RTX, dan Caterpillar, menjadikan Israel sebagai pelanggan utama.

Selanjutnya Laporan Watson  Institute for International and Public Affairs di Universitas Brown juga menyingkap Laporan itu menyoroti peningkatan besar kehadiran militer AS di Timur Tengah sejak 7 Oktober 2024, dengan peningkatan signifikan dalam pengeluaran pertahanan untuk tahun fiskal 2024.

Dalam satu tahun, AS menghabiskan setidaknya 22,76 miliar dolar AS (sekitar Rp357,1 triliun) untuk bantuan militer ke Israel dan operasi regional terkait, dengan 4,86 miliar dolar AS (sekitar Rp76,2 triliun) dialokasikan untuk operasi AS di kawasan tersebut.

Hasilnya? Rangkaian fakta-fakta di bawah ini menunjukkan bahwa AS melalui bantuan militernya ke Israel, pada perkembangannya telah ikut membantu Israel melakukan War of Attrition aksi pemusnaha massal terhadap warga sipil lewat aksi militer-nya. Lebih dari 43.000 warga Palestina telah tewas di Gaza sejak perang Israel di wilayah tersebut dimulai pada 7 Oktober 2023.

Yang lebih mengenaskan lagi, sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak, dengan lebih dari 101.000 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan setempat. Bukan itu saja. Konflik Palestina-Israel yang sudah berlangsung selama lebih dari setahun itu, ebagian besar wilayah Gaza telah hancur, menghadapi kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan di tengah blokade yang ketat dari pihak Israel.

Tidak mengherankan jika Israel menghadapi gugatan genosida yang diajukan beberapa komunitas internasional dari pelbagai negara dan kawasan di dunia.

Pada Desember 2024 lalu lima keluarga di Palestina  telah menggugat Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat atas miliaran dolar bantuan militer Washington kepada Israel. Mereka menuntut penegakan peraturan AS yang telah membatasi aliran senjata atas dasar dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

Baca juga:

Terus Beri Bantuan Militer ke Israel, Keluarga Palestina Gugat Pemerintah AS

Adapun penegakan peraturan AS yang dimaksud adalah menuntut penerapan Leahy Law, yang menurut para penggugat dan kelompok hak asasi manusia telah dilanggar dengan pengecualian ilegal bagi Israel.

Namun pada praktiknya, AS dengan sengaja menabrak peraturan pemerintah yang dibuatnya sendiri. Sejak dimulainya serangan militer Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza pada Oktober 2023, AS telah mengesahkan undang-undang untuk memberikan lebih dari 12,5 miliar dolar AS dalam bentuk bantuan militer langsung kepada sekutu strategisnya tersebut.

Dengan dalih untuk membalas serangan militer Hamas terhadap warga sipil Israel,  Israel telah menewaskan sedikitnya 45.059 orang di Gaza, yang sebagian besar-nya merupakan warga sipil. Demikian menurut data  yang disiarkan oleh kementerian kesehatan wilayah Gaza yang dikelola Hamas, yang dianggap kredibel oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Maka itu sangatlah penting bagi Indonesia untuk menggagas suatu prakarsa perdamaian yang berskala regional maupun internasional, untuk menyelesaikan krisis Palestina-Israel. Salah satunya, dengan mengkaji kemungkinan kerja sama strategis antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN, maupun negara-negara di Timur Tengah yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC/ Dewan Kerja Sama Teluk). Seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Bahrain, Oman, Uni Emirat Arab, dan Yordania.

Baca:

ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kedua kawasan

Sebagai sebuah kerangka kerja sama lintas kawasan untuk penyelesaian tuntas konflik Palestina-Israel, nampaknya sudah tersedia. Seperti yang diprakarsai oleh  Pusat Penelitian dan Dialog Asia Timur Tengah (AMEC), Universitas Indonesia, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Padjadjaran, dan Asia West East Centre, telah bersepakat untuk memperkuat hubungan antara ASEAN dan GCC (Dewan Kerja Sama Teluk).

Bahkan Komitmen itu kemudian dituangkan melalui nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) disela-sela Konferensi Internasional Assessing Opportunities and Challenges in ASEAN-GCC Interactions di Jakarta, Selasa pada 17 Desember 2024 lalu.

 

ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kedua kawasan

Ilustrasi – Sejumlah penari tampil saat pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-44 dan Ke-45 ASEAN 2024 di National Convention Center, Vientiane, Laos, Rabu (9/10/2024). KTT ASEAN 2024 akan berlangsung pada 8-11 Oktober 2024 dengan tema ASEAN: Enhancing Connectivity and Resilience. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/rwa

Sekadar informasi sekilas. ASEAN, perhimpunan negara-negara Asia Tenggara, beranggotakan Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam.

Adapun GCC merupakan blok dagang yang terdiri dari enam negara di kawasan Teluk Persia, yakni Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Mengingat fakta bahwa dalam Konferensi  Internasional Assessing Opportunities and Challenges in ASEAN-GCC Interactions di Jakarta, Selasa pada 17 Desember 2024 lalu itu, salah satu tujuannya adalah untuk membina keselarasan geopolitik dan mengidentifikasi kepentingan bersama, maka sangatlah strategis jika dalam pertemuan berikutnya antara ASEAN-GCC+Cina, di Kuala Lumpur Malaysia pada Mei 2025 mendatang, sangatlah penting untuk membuat resolusi mengutuk aksi militer dan Genosida Israel terhadap warga sipil di Palestina sejak Oktober 2023 hingga sekarang.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com