Pilpres: Cukup Satu Putaran Saja

Bagikan artikel ini

Datuak Alat Tjumano, peneliti senior di Lembaga Analisa Politik dan Demokrasi, Jakarta

Agun Gunanjar Sudarsa yang juga Ketua Komisi II DPR-RI dari Fraksi Partai Golkar kepada beberapa pers di Jakarta tanggal 11 Juni 2014 mengatakan, Pilpres 2014 berpeluang dua putaran, jika tidak memenuhi ketentuan Pasal 6a UUD 1945 dan memenuhi UU No 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres. Pilpres dapat berlangsung dua putaran jika tidak tercapai 20% penyebaran pasangan calon di lebih setengah provinsi.

Sementara itu, Andi Muhammad yang juga Ketua Forum Pengacara Konstitusi mengatakan, uji materi terhadap Pasal 159 UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres diperlukan guna menghindari multi tafsir. Forum meminta Mahkamah Konstitusi untuk menafsirkan ketentuan Pasal 159 UU Pilpres tidak berlaku untuk pelaksanaan Pilpres dua pasangan capres-cawapres. “Jika MK tidak mengeluarkan tafsir, maka ketentuan Pasal 159 UU Pilpres tidak memiliki kepastian hukum,” ujarnya.

Sigit Pamungkas yang juga Komisioner KPU mengatakan, KPU telah melakukan konsultasi dengan pakar hukum terkait dengan penentuan syarat pemenang Pilpres 2014. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 6a ayat 3 tentang tata cara pemilihan presiden disebutkan, pasangan akan terpilih bila meraih suara lebih dari 50% dengan minimal suara 20% di setengah provinsi di Indonesia. Untuk itu, sebagian besar tim pakar hukum tata negara menyarankan agar KPU meminta penafsiran kepada MK.

Salah satu media massa nasional dalam editorialnya berjudul “Kepastian Hukum Pilpres Satu Putaran” tanggal 13 Juni 2014 menyebutkan, beberapa waktu belakangan publik justru disodori perdebatan tentang Pasal 6 a UUD 1945 dan UU No 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres sebagai dasar, tapi isinya amat mungkin menimbulkan multitafsir. Dalam Pasal 159 ayat 1 UU No 42/2008 disebutkan untuk menjadi presiden dan wakil presiden terpilih, pasangan calon harus memperoleh lebih dari 50% suara sah dan paling sedikit 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh dari total jumlah provinsi. Isi Pasal 6 a UUD 1945 kurang lebih sama. Menggantungkan proses Pilpres kepada aturan perundang-undangan yang multi tafsir tentu saja berpotensi menimbulkan ekses yang tidak sehat di alam demokrasi. Kita berharap dalam waktu yang sangat singkat, MK mampu menghasilkan keputusan terbaik yang bakal memberikan kepastian hukum bagi keberlangsungan Pilpres 2014 serta pelaksanaan demokrasi kita ke depan. Kepastian hukum menjadi teramat penting karena kita tidak ingin pertarungan antar kedua kubu berlanjut pasca Pilpres, karena adanya perbedaan multi tafsir hukum dan ketidakpastian hukum.

Jebakan Hukum, Legislasi Tidak Profesional

Aturan hukum terkait pelaksanaan Pilpres 2014 berdasarkan UU No 42 Tahun 2008 memang berpotensi menimbulkan pelaksanaan Pilpres 2014 akan berlangsung dua putaran, walaupun hanya diikuti oleh dua pasangan capres-cawapres. Oleh karena itu, untuk meminimalisir multi tafsir maka langkah hukum perlu segera dilakukan antara lain dengan Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan tafsir baru terhadap Pasal 6 a UUD 1945 dan Pasal 159 ayat 1 UU No 42/2008, termasuk Mahkamah Agung (MA) juga melakukan tindakan hukum, agar masalah kepastian hukum cukup satu putaran untuk Pilpres 2014 yang hanya diikuti dua pasangan capres-cawapres dapat diindahkan kedua kubu dan massa pendukungnya.

Jika selisih suara tipis, semisal hanya 5%, maka kemungkinan besar sarat sebaran suara akan sulit untuk dipenuhi dan dipastikan peluang Pilpres 2 putaran akan terbuka. Karena itu, maka seyogyanya para kandidat capres/cawapres dapat memberi perhatian pula pada daerah-daerah lain di luar Jawa sebagai basis dukungan suara hingga ada keseimbangan dan proporsionalitas antar wilayah.

Lahirnya UU No 42 Tahun 2008 Tentang Pilpres diakui atau tidak dengan polemik Pilpres dua putaran atau tidak ketika hanya ada dua pasangan capres-cawapres, juga menunjukkan produk hukum tersebut melahirkan “law trap atau jebakan hukum” yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga rawan memantik instabilitas kamtibmas dan gangguan terhadap roda perekonomian. Lahirnya sejumlah produk hukum yang kurang adaptif terhadap perubahan serta memuat jebakan hukum juga menunjukkan kualitas legislasi dari parlemen di Indonesia masih lemah dan banyak diwarnai langkah trial and error untuk kepentingan politik praktis mereka masing-masing parpol. Padahal, revisi terkait UU Pilpres ataupun UU Pileg selalu dilakukan setiap menjelang pelaksanaan Pilpres dan Pileg, namun tetap kurang menghasilkan produk hukum yang bermutu.

Para pembuat UU No 42 Tahun 2008 yaitu para fraksi yang ada di DPR-RI periode 2004-2009 serta fraksi di DPR-RI periode 2009-2014 juga tidak jeli dalam membaca arah perkembangan hukum nasional, termasuk kurang memperhatikan kematangan masyarakat Indonesia dalam berdemokrasi yang masih dapat dikatakan rendah, sehingga mudah menghasilkan gesekan sosial. Untuk meminimalisir potensi konflik sosial politik dan potensi konflik hukum pasca Pilpres, maka perlu dilakukan langkah emergency dan keputusan politik Presiden sebagai kepala negara bahwa Pilpres 2014 dapat dilaksanakan satu putaran, karena diikuti dua pasangan capres-cawapres, namun keputusan politik Presiden sebagai Kepala Negara harus didukung oleh lembaga politik lainnya seperti legislatif, yudikatif dan komisi-komisi yang bergerak di bidang hukum dan ketatanegaraan. Ke depan, pelaksanaan Pileg dan Pilpres secara serentak adalah kemungkinan solusi alternatif dalam pendewasaan berpolitik dan berdemokrasi di Indonesia.

Kita semua berharap apakah Pilpres berlangsung satu atau dua putaran, tetap harus dewasa, sabar dalam menyikapi hasilnya dan tidak bermanuver secara negatif, karena bangsa ini harus ingat bahwa keberhasilan Pilpres 2014 akan sangat menentukan wajah masa depan Indonesia akan siap berkompetisi di era global seperti Masyarakat Ekonomi ASEAN yang berlangsung sejak akhir 2015 dan sejumlah event lainnya. Jika Pilpres 2014 disikapi secara emosional, konflik dan bentrok antar anak bangsa, tidak menutup kemungkinan kita akan mendapatkan cibiran dari masyarakat internasional sebagai masyarakat yang tidak pandai mengelola spiritual quotionent (SQ) dan emotional quotionent (EQ), walaupun mungkin mereka yang sedang berebut kekuasaan tersebut sama-sama memiliki IQ yang hebat. Kita berharap Pilpres 2014 dapat berjalan dengan aman dan lancar, serta hasilnya mendapatkan dukungan masyarakat secara meluas.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com