Pilpres dan Media Sosial

Bagikan artikel ini

Amril Jambak, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

PEMILIHAN Presiden (Pilpres) yang digelar 9 Juli 2014 mendatang merupakan tonggak sejarah bagi perkembangan dan kemajuan bangsa ini lima tahun mendatang. Pasalnya, pilpres kali ini diikuti dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sama-sama akan berjuang keras meraih simpati rakyat Indonesia.

Cara merebut hati rakyat dengan visi dan misi yang diusung pasangan tersebut. Pun tidak kalah penting juga sosialisasi di media massa, baik elektronik dan cetak. Juga tidak luput yang berkembang saat ini kampanye melalui media sosial yang diusung pendukung masing-masing calon.

Media sosial saat ini memiliki peran penting untuk menyosialisasikan pasangan capres-cawapres yang akan berlaga pada pilpres. Memang, sosialisasi ini tidak dilakukan langsung pasangan ini, tapi melalui pendukung-pendukungnya.

Memang tidak dipungkiri, peran media sosial akan bisa menaikkan popularitas seseorang ke publik. Hal ini terjadi  saat pemilihan Presiden AS yang dimenangkan Barrack Obama. Khusus di dunia maya dan Web, yang kala itu memimpin konsumsi media di Amerika Serikat, tim Presiden Obama membuat upaya lebih besar untuk menjangkau dan merangkul pemilih ketimbang kubu lawan, mantan Gubernur Massachusett, Mitt Romney. Temuan itu diungkap dalam studi terbaru proyek Excellence in Journalisme, Pew Research Center.

Hasil tanggapan dari luar, kedua kandidat pada umumnya memposting berita positif. Setiap kandidat melontarkan kebijakan dan prestasinya. Namun analisa juga menemukan postingan bernuansa negatif lebih besar dari kubu Romney. Sekitar sepertiga postingan Romney, fokus mengkritik Obama. Sementara Obama, hanya 14 persen pesan yang sengaja ditujukan menarget lawan.

Direktur Project for Excellence in Journalisme, Amy Mitchell, menyatakan Romney juga meningkatkan aktivitas di sosial media dan upaya online dalam beberapa hari terakhir. Namun langkah itu tak mengubah posisi kubu Obama yang telah melakukan kampanye online lebih luas.

“Kubu Romney berupaya mempersempit jarak teknologi dan mereka mungkin lebih memanfaatkan teknologi dengan hadirnya Paul Ryan,” ujar Mitchell. “Namun butuh jalan cukup panjang bagi tim Romney untuk menyamai tingkat aktivitas kampanye Obama.”

Berdasar analisa terkini Pew, siklus kampanye presiden AS keempat melibatkan berbagai media online, termasuk Facebook, YouTube, dan Twitter begitu pula kampanye lewat situs web dan sejumlah blog.

Secara keseluruhan, postingan Obama berjumlah dua kali lipat dalam hitungan share, dilihat, komentar dan isi dibanding dengan kubu Romney.

Tapi di Indonesia, menurut pengamatan penulis. Komentar (status di media sosial), pendukung membabi buta yakni menyerang capres dan cawapres yang menjadi pesaing. Informasi yang disampaikan juga memojokkan serta memfitnah dengan tanpa dilandasi bukti-bukti yang kuat.

Lihat saja, kala Jokowi disebutkan tidak bisa salat dan mengaji.Capres yang didukung PDIP, Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI tersebut membuktikan diri bisa melaksanakan salat. Sampai-sampai Ketua MUI Din Syamsuddin pun terkesima hafalan surat yang dibaca kala menjadi imam.

Begitu juga dengan isu tentang kewarganegaraan Prabowo Subianto yang disebutkan sudah menjadi warga negara Yordania. Kenyataannya tidak. KPU member penjelasan bahwa Prabowo Subianto merupakan Warga Negara Indonesia  (WNI).

Melihat tingkah laku pendukung pasangan capres, rasanya miris disimak, karena sudah tidak lagi sehat dan santun. Yang ada hanyalah masing-masing pendukung mengedepankan emosi, karena capres yang mereka dukung mendapat serangan-serangan (black campaign).

Waspadai Sengketa   

Penulis melansir dari berbagai sumber, salah satu norma yang berimplikasi pada ruang sengketa adalah norma hukum. Keberadaan  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 310 Ayat (1) juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pada dasarnya menjadi rambu-rambu dalam interaksi sosial melalui internet.

UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. Sementara dalam KUHP, khususnya Pasal 310 Ayat (1), juga diatur masalah pencemaran nama baik.

Setidaknya ada 2 (dua) kasus yang sudah dijerat dengan UU ITE, yaitu Kasus Prita Mulyasari dan Kasus Yogi Santani. Prita Mulyasari didakwa dengan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang ITE tentang pencemaran nama baik lewat dunia maya. Berawal dari rasa kecewa  Prita atas pelayanan RS Omni Internasional yang ditumpahkan melalui email dan disebarkan melalui mailing list. Berita kecewa itu menyebar dari satu email ke email lainnya dan dari milis A ke milis B, hingga akhirnya terbaca oleh pihak RS. Omni. Penyelesaian yang ditempuh dari pihak RS. Omni adalah memperkarakan Prita dengan delik aduan pencemaran nama baik.

Prita Mulyasari dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) yang bunyi selengkapnya : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.

Pada Kasus Yogi Sentani, penyidik Mabes Polri menuduh Yogi melanggar Pasal 35 jo Pasal 51 Ayat (1) UU ITE. Ancaman pidana pasal itu di atas lima tahun. Yogi diduga menyebarkan foto korban Sukhoi Superjet 100  di Cijeruk Gunung Salak, beberapa waktu lalu, yang ternyata foto tersebut adalah korban tragedi pesawat di India pada tahun 2010. Penyebaran foto itu berdampak pada kejiwaan keluarga korban yang masih menunggu proses evakuasi dari tempat kejadian.

Pasal 35 UU  ITE menyebutkan “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”. Pasal 51 Ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar”.

Dari kasus-kasus di atas, para pengguna media sosial perlu hati-hati dalam berkomunikasi melalui internet. Sosialisasi UU ITE harus terus menerus dilakukan, supaya publik memahami aturan hukum yang menjadi rambu dalam interaksi sosial di ruang maya. Pengguna media sosial sangat beragam. Mulai dari usia anak-anak hingga orang dewasa. Di Indonesia sendiri, didasarkan pada rilis data www.checkfacebook.com  per tanggal 20 Juli 2012, sebanyak 44.074.560 juta penduduk menggunakan facebook. Hal ini menempatkan Indonesia pada urutan keempat di dunia dalam penggunaan facebook setelah Amerika, Brasil, dan India.

Sementara, dalam  urutan pengguna twitter, menurut data yang dilansir  dari situs semiocast.com, Indonesia berada di urutan kelima setelah Amerika Serikat, Brazil, Jepang, dan Inggris dengan pengguna sekitar 19,5 juta. Berdasarkan data yang dikeluarkan salingsilang.com dan aworldoftweets.com per tanggal 20 Juli 2012, orang Indonesia menghasilkan 1,3 juta kicauan (tweet) per hari dan menduduki posisi ketiga setelah Amerika dan Brazil dengan persentase sekitar 11,07%.

Demikian signifikan jumlah pengguna media sosial di Indonesia, maka peringatan hati-hati harus senantiasa disosialisasikan, termasuk pada kalangan remaja. Diasumsikan, pengguna media sosial di kalangan remaja cukup signifikan jika dikaitkan dengan karakteristik kelompok usia remaja. Oleh sebab itu, potensi pelanggaran hukum pada kelompok usia remaja dalam pemanfaatan media sosial juga signifikan. Apalagi belum semua pengguna media sosial menggunakan secara baik. Bahkan, media sosial ditengarai kerap digunakan sebagian orang atau kelompok tertentu untuk mencerca dan mencemarkan nama baik orang lain.

Pada konteks pemanfaatan media sosial, user dituntut  hati-hati dalam menggunakan media sosial pada ruang interaksi. Agar tidak kontra-produktif, pengguna media sosial harus menyadari ada ketentuan perundang-undangan yang mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan media sosial.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com