Beberapa think-tanks yang cukup kredibel dari beberapa negara di Asia, telah mengidentifikasi adanya upaya intensif Republik Rakyat Cina untuk meningkatkan potensi rudal nuklirnya (nuclear missile). Bahkan beberapa ahli mencatat bahwa meskipun Cina tetap berkomitmen terhadap doktrin untuk tidak melancarkan serangan pertama nuklirnya terhadap negara lain, namun Cina telah berupaya memperluas zona pengaruhnya di kawasan Asia-Pasifik dan pelbagai kawasan dunia lainnya. Dengan bertumpu pada dalih perlunya kebijakan pertahanan dan kekuatan bersenjata, termasuk kebijakan menangkal serangan nuklir pihak lawan (nuclear deterrence).
The Japanese National Institute for Defense Studies, misalnya, dalam penerbitannya beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa Beijing sedang melancarkan ekspansi dan ambisinya dengan membangun kekuatan nuklir strategisnya. Dengan melaksanakan kebijakan non-participation atau kebijakan untuk ikut serta dalam prakarsa-prakarsa perlucutan senjata nuklir, sehingga upayanya untuk meningkatkan potensi rudal nuklirnya bisa berlangsung tanpa hambatan dan pengawasan lembaga-lembaga internasional.
Baca:
http://www.nids.mod.go.jp/publication/chinareport/pdf/china_report_EN_web_2019_A01.pdf
Terkait dengan apa yang disebut Kompleks Persenjataan Nuklir Cina dewasa ini, nampaknya jika merujuk pada moratorium tes uji nuklir, postur pertahanan nuklir Cina sudah pada taraf yang sejajar dengan kemampuan nuklir Amerika Serikat dan Rusia. Selain itu, untuk sementara waktu kompleks industri persenjataan nuklir Cina berhasil memenuhi kebutuhanj People’s Liberation Army (PLA) terkait kepala nuklir. Dan memiliki kemampuan teknis untuk melipatgandakan arsenal kepala nuklirnya mencapai kuantitas sebesar 600. Disamping itu, pelipatgandaan kepala-kepala nuklir/nuclear warheads sedang dikembangkan untuk memperlengkapi rudal balistik antarbenuar (ICBM) baik secara aktual maupun prospektif.
Berbicara soal rudal balistik Cina, beberapa media baru-baru ini menganalisa rudal-rudal balistik supersonik baru Cina yang bukan hanya akan menantang sistem pertahanan Amerika Serikat, tapi juga bisa menembak target militer lain di kawasan dengan lebih akurat.
Baca: Rudal Supersonik Cina Tantang Sistem Pertahanan AS
Fars News (3/10/2019) situs berita militer Inggris, Jane’s Defence, mengabarkan, dalam parade militer memperingati Hari Nasional Cina, 1 Oktober, dipamerkan berbagai jenis rudal balistik yang diproduksi untuk menguji sistem pertahanan Amerika.
Menurut Jane’s Defence, Cina dalam parade militer ini memamerkan lebih dari 15.000 personel militer, lebih dari 160 jet tempur dan 580 peralatan tempur.
Cina juga memamerkan beberapa jenis rudal strategis rudal balistik lintas benua atau intercontinental ballistic missiles (ICBMs) seperti DF-5B, JL-2, DF-31AG, dan DF-41.
Menurut situs berita Inggris itu, meski arsenal nuklir Cina lebih kecil dari Rusia dan Amerika, tapi ia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pertumbuhan rudal Cina ini dianggap mengancam kebebasan operasi militer Amerika.
Sebelumnya surat kabar China Morning Post menulis, rudal-rudal balistik supersonik baru Cina bukan saja menantang sistem pertahanan Amerika, bahkan dapat menembak target militer di Jepang dan India dengan lebih akurat.
Majalah Jepang, The Diplomat mengabarkan, Cina akhir tahun ini melakukan dua kali uji coba rudal supersonik baru Dongfeng-17.
Berdasarkan paparan beberapa situs berita militer tersebut, dapatlah kita simpulkan bahwa progam pembangunan rudal nuklir Cina nampaknya mengalami perkembangan yang cukup dinamis dan berkembang pesat. Sehingga bukan saja negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris dan Rusia, yang merasa terancam. Namun negara-negara berkembang yang termasuk non-nuclear state, seperti Indonesia, juga merasa terancam.
Misalnya saja, menurut informasi beberapa think-tanks tersebut di atas, Cina sejak 2016 lalu telah mengembangkan rudal balistik jarak menengah (a new solid-fueled medium range land-based ballistic missile Dongfeng-26), dengan daya jangkau penghancuran mencapai 4000 km. Sistem persenjataan diperlengkapi kemampuan persenjataan nuklir maupun konvensional.
Bukan itu saja. Berdasaarkan hasil pertemuan tingkat tinggi Korea-Cina yang disepakati di luar arena pertemuan Korean-China summit dari Grup 20 itu, para pakar dari Korean Institute for Defense Analysis, menekankan keunggulan Cina dalam sistem roket jarak pendek dan menengah (short and medium rocket systems). Seperti misalnya Dongfeng-21 yang merupakan land-based system yang saat ini merupakan perlengkapan utama bermuatan nuklir Cina yang berfungsi sebagai senjata penangkal di kawasan Asia-Pasifik.
Bahkan produk paling mutakhir, CSS-Mod 6, menurut klasifikasi NATO, sudah mulai aktif sejak 2016 lalu, dan punya daya penghancur yang mampu menjangkau jarak 2000 km. Punya kemampuan membawa kepala nuklir dan persenjataan konvensional.
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)