RA Kartini: Sosoknya Diperingati Tapi Sejarah Intelektualnya Dikubur Hidup-Hidup

Bagikan artikel ini
Kebaya memang melekat sebagai atribut Raden Ajeng Kartini yang menggambarkan dirinya sebagai putri Jawa maupun sebagai salah satu putri Bupati Jepara.
Namun di setiap momen peringatan Kartini, surar menyurat Kartini dengan para sahabat pena-nya di luat negeri sebagai fakta sejarah yang berhasil terdokumentasi, malah seakan terlewat atau sengaja dilewatkan begitu saja, sebagai bahan pembelajaran.
Seharusnya peringatan Hari Kartini sebagai momen pelestarian busana nasional cukup sebagai portal untuk masuk menyelami alam pemikiran dan dunia batin Kartini lebih mendalam. Di sinilah surat surat Kartini dalam usia belum lagi 20 tahun, merupakan lensa yang pas untuk memasuki peralihan dari akhir abad 19 ke awal abad 20.
Ajaibnya adalah, benih benih kesadaran untuk menyingkap watak asli kolonialisme mampu tergambar secara tepat lewat penggalan kalimat dalam salah satu suratnya:
Ada yang bilang ayah saya adalah penguasa. Padahal ada yang lebih berkuasa lagi di belakangnya
Kalaupun secara intelektual Kartini masih sedang mencari bentuk, namun secara intuitif Kartini masih usia milenial Gen Z pada zamannya, ternyata sudah mampu mendeteksi adanya sebuah sistem rumit yang menggerakkan pemerintahan kolonial Belanda kala itu. Meski belum tahu persis apa tatanan dsn desainnya.
Inilah yang sengaja atau tidak, terlewat atau dilewatkan oleh para penanggung jawab pendidikan kita di tingkat dasar dan menengah. Alhasil, momen Peringatan Kartini setiap 21 April sekadar Fashion Show Kebaya.
Padahal kalau kita jeli, surat menyurat Kartini adalah tabuhan bedug atau lonceng menandainya dimulainya fase masyarakat tulisan atau literate society di pelbagai belahan dunia. Termasuk di Indonesia yang waktu itu masih bernama Hindia Belanda.
Bahwa mesin cetak karya cipta Gutenberg ternyata merupakan benih tumbuhnya penerbitan buku-buku yang menggugah kesadaran nasional di negara negara jajahan di Asia, Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah.
Kartini bisa diibaratkan hanya seseorang yang terdorong menanam kebaikan meski hanya sebiji dzarrah. Lewat tulisan atau literasi. Mengikuti hasrat dan minat utamanya pada sejarah, sosial dan budaya. Bahkan juga filsafat. Namun justru di aspek inilah Kartini diperingati sosoknya namun sejarah intelektualnya dikubur hidup-hidup.
Berikut beberapa pemikiran bernas Kartini:
“Kalau ada kepentingan besar, kepentingan kecil harus diabaikan”.
(RA Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang)
“Dari perempuanlah manusia itu pertama-tama menerima pendidikan. Di pangkuan perempuanlah seseorang mulai belajar merasa, berpikir, dan berkata-kata”.
(RA Kartini. Habis Gelap Terbitlah Terang)
“Tiada barang mustahil di dunia ini! Dan sesuatu barang yang hari ini kita teriak-teriakkan mustahil sama sekali, besok merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal!”
(RA Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang)
“Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu, tapi satu-satunya hal yang benar-benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.”
(RA Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang)
“Tahukah engkau semboyanku? ‘Aku mau’ Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata ‘Aku tiada dapat’ melenyapkan rasa berani. Kalimat ‘Aku mau’ membuat kita mudah mendaki puncak gunung”.
(RA Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang)
Hendrajit, Pengkaji Geopolitik dan Wartawan
Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com