Telaah Kecil Geopolitik
Jujur kudu diakui. Kasus Duren Tiga yakni pembunuhan Brigadir J saja sudah merontokkan citra Polri nyaris ke titik nadir, kini muncul lagi kasus Kanjuruhan dan isu TM, ini semakin menggiring public trust Polri jatuh di jurang terdalam. Speechless. Tetapi, insting (geo) politik saya berkata bahwa selain isu Duren Tiga di atas, dua isu setelahnya —kasus Kanjuruan dan TM— lebih kental politisasi isu daripada riil peristiwa.
Kenapa?
Ada sanepo dalam geopolitik (dan geoekonomi) khususnya di dunia perbankan: “Too big to fail“. Terlalu besar untuk gagal/jatuh. Penjelasan sanepo di atas, contohnya, bahwa terkuaknya Konsorsium 303 akibat snowball process atas pengungkapan kasus Duren Tiga itu ibarat raksasa yang tengah oleng. Ia —Konsorsium 303— sempoyongan. Tertatih-tatih. Terlalu besar untuk gagal, sedang ia ‘berjasa’ dan sudah dinikmati berbagai entitas di republik ini. Jika raksasa itu jatuh, jangankan yang kejatuhan —bakal penyet— sedang debu-debunya saja banyak orang bakal kelilipan dan sesak napas.
Dalam dinamika geoekonomi, raksasa oleng itu lazimnya diselamatkan demi menyelamatkan entitas lain. Menghindari domino effect yang lebih besar dan meluas. Itulah ungkapan too big to fail. Makanya perlu deception. Butuh pengalihan isu alias pengecohan situasi.
Dampak langsung yang muncul di satu sisi, semakin kuat desakan publik yang di-endorse oleh segelintir elit kepentingan untuk memangkas struktur dan kewenangan Polri akibat ‘badai’ beruntun di tubuhnya. Bahkan ada clometan yang menghendaki Polri dibubarkan. Wajar dan dapat dimaklumi. Emosi sesaat rakyat, pemilik kedaulatan tertinggi.
Namun di sisi lain, publik dan para elit nyaris tidak memberikan optimalisasi pembenahan di internal Polri sendiri. Ini tidak adil. Seyogianya beri kesempatan kepada Polri. Cari dan terjunkan segera ‘Satrio Paningit’. Beri waktu ia memimpin barang 6 bulan-8 bulan untuk berbenah. Jika sampai jangka waktu yang ditetapkan ternyata kiprah dan kinerja Polri tak berubah, silakan pangkas struktur dan kewenangan Polri.
Mengapa begitu?
Sebab, struktur Polri di bawah presiden adalah buah reformasi dan koreksi sejarah atas kedudukan Polri pada era terdahulu. Saat reformasi, struktur dan kedudukan Polri kini dinilai yang terbaik. Persoalan ada oknum-oknum membawa institusi Polri tends to corrupt, itulah tikus-tikus yang harus dikejar hingga ke lubang dan sarangnya, jangan dibakar lumbungnya. Kebijakan membakar lumbung justru merupakan tindakan sesat pikir (logical fallacy). Oknum yang berbuat, struktur yang digugat. Gak nyambung.
Adapun kriteria Satria Piningit yang direkomendasikan ialah:
1. Angkatan senior di Polri dengan persyaratan pangkat dan jabatan telah memenuhi;
2. Tak terlibat, dan/atau tidak pernah melibatkan diri dengan Konsorsium 303;
3. Secara track record, adalah sosok strong leader, high integrity, dan no compromise yang dibuktikan dalam karir dan penugasan;
4. Soal umur bisa diabaikan karena tugasnya temporari alias hanya membenahi Polri dan mengangkat kembali citra Polri;
5. Diberi deadline guna memulihkan public trust terhadap Polri;
6. Diangkat dan diberhentikan melalui Keppres dengan jangka waktu yang jelas.
Nah, jika ‘Satria Piningit’ pun gagal membenahi Polri sesuai jadwal yang telah ditetapkan, silakan Polri direformasi sesuai aspirasi publik yang berkembang.
Demikianlah adanya, demikian sebaiknya.
M Arief Pranoto, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)
Facebook Comments